Meski demikian, pekerja urban perlu memahami bahwa efisiensi finansial tidak selalu berarti memilih opsi termurah, melainkan yang memberi nilai terbaik (best value) bagi kebutuhan pribadi. Jika motor memungkinkan bekerja lebih produktif karena menghemat waktu, ongkos yang sedikit lebih tinggi mungkin masih bisa diterima.
Namun, strategi jangka panjang tetap harus mempertimbangkan diversifikasi moda transportasi. Misalnya, motor digunakan tiga hari dalam seminggu, sementara dua hari sisanya memanfaatkan transportasi umum atau remote working jika perusahaan mengizinkan. Pola ini bisa menghemat 20--30 persen ongkos bulanan.
Motor adalah senjata melawan macet, tapi pengeluaran bensin bisa jadi lawan tak terlihat. Kunci sukses pekerja urban adalah mengendalikan laju roda dan laju uang dengan perhitungan yang matang.Â
Faktor lain yang sering diabaikan adalah biaya tak kasat mata, seperti risiko kesehatan akibat polusi atau kelelahan berkendara setiap hari. Dalam jangka panjang, ini juga bisa menimbulkan biaya kesehatan yang tidak kecil, sehingga perlu diantisipasi dengan perlindungan kesehatan dan asuransi yang memadai.
Bagi masyarakat pekerja di kota besar, kemampuan mengelola biaya transportasi adalah bagian dari kesehatan finansial yang tidak kalah penting dibanding pengelolaan cicilan atau tabungan. Disiplin mencatat pengeluaran, mengevaluasi rute, dan memelihara kendaraan secara berkala bisa menjadi kunci penghematan yang konsisten.
Pada akhirnya, sepeda motor tetap akan menjadi pilihan utama banyak pekerja urban selama kemacetan menjadi "penyakit kronis" kota besar. Namun, mereka yang mampu menghitung, mengefisienkan, dan mengelola ongkos harian dengan bijak akan memiliki daya tahan finansial lebih kuat, bahkan di tengah tekanan biaya hidup yang terus naik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI