Mental juara tidak lahir dari kemenangan semata, tetapi dari keberanian untuk terus berbenah setelah kekalahan. Jepang menunjukkan bahwa pembangunan sistemik bisa mengubah sejarah. Indonesia, dengan sejarah panjang rivalitas dan semangat nasionalisme yang kuat, punya modal yang tidak kalah besar. Tinggal bagaimana kita memadukan semangat itu dengan manajemen modern dan visi jangka panjang.
Dengan lolosnya Indonesia ke babak keempat kualifikasi, tantangan akan semakin berat. Lawan-lawan seperti Qatar, Uni Emirat Arab, Irak, atau Palestina menanti. Bila tidak ada langkah strategis yang konkret, lolosnya Indonesia hanya akan menjadi cerita manis sesaat yang segera dilupakan. Maka, kekalahan dari Jepang harus ditulis dalam buku sejarah bukan sebagai aib, tetapi sebagai titik tolak revolusi sepak bola nasional.
Sepak bola bukan hanya pertandingan 90 menit, tapi gambaran bagaimana satu bangsa membentuk mentalitas, organisasi, dan impiannya. Jika Jepang bisa bangkit dari kekalahan 7-0 di 1968 menjadi raksasa Asia di 2025, maka Indonesia juga bisa, asal bersungguh-sungguh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI