Dalam lanskap geopolitik Asia Tenggara yang dinamis, Indonesia kembali mengambil posisi strategis dengan mendorong Papua Nugini (PNG) menjadi anggota penuh ASEAN ke-12. Usulan ini tidak hanya merefleksikan kepemimpinan diplomatik Indonesia di kawasan, tetapi juga mencerminkan arah baru ASEAN dalam memperkuat peran strategisnya di tataran global. Bergabungnya Papua Nugini ke dalam ASEAN adalah langkah cerdas untuk memperkuat kohesi kawasan sekaligus memperluas cakupan pengaruh geopolitik Asia Tenggara.
Sejak didirikan tahun 1967, ASEAN telah menjadi model perdamaian regional yang stabil, bahkan disebut-sebut sebagai kawasan paling damai di dunia dalam lima dekade terakhir. Stabilitas ini menjadi fondasi utama kemakmuran ekonomi dan keamanan politik yang dinikmati oleh sepuluh negara anggotanya. Dalam waktu dekat, jumlah ini akan bertambah menjadi sebelas, seiring dengan direncanakannya keanggotaan penuh Timor Leste pada Oktober mendatang, yang saat ini masih berstatus observer.
Mendorong Papua Nugini masuk sebagai anggota ke-12 adalah sebuah langkah lanjutan untuk mengonsolidasikan kawasan yang secara geografis, historis, dan budaya tidak bisa lagi dipisahkan dari Asia Tenggara. Walau secara historis Papua Nugini kerap dikategorikan sebagai bagian dari Oceania, namun dalam praktik ekonomi, migrasi, dan kerja sama strategis, negara ini semakin terintegrasi dengan kawasan Asia Tenggara. Dalam konteks hubungan internasional modern, batas geografis bukan lagi penentu utama dalam pembentukan identitas kawasan.
Ketika Papua Nugini bergabung dengan ASEAN, bukan hanya batas wilayah yang menyatu, tapi semangat kolektif untuk damai dan kemajuan kawasan. Inilah langkah nyata Asia Tenggara membangun jembatan ke Pasifik dan mengukuhkan diri sebagai kekuatan global dari selatan dunia.
Secara teori regionalisme, perluasan keanggotaan ASEAN ke Papua Nugini memperkuat prinsip inklusivitas dan relevansi kawasan. Dalam pendekatan neofungsionalisme, integrasi kawasan dapat didorong oleh interdependensi ekonomi, keamanan, dan budaya. Papua Nugini telah menjalin kerja sama ekonomi dan keamanan dengan negara-negara ASEAN, khususnya Indonesia dan Malaysia, yang berbatasan langsung. Konektivitas ini adalah fondasi kuat untuk membangun solidaritas regional yang lebih luas.
Papua Nugini juga merupakan anggota Melanesian Spearhead Group (MSG), forum sub-kawasan Pasifik yang sering bekerja sama dengan ASEAN dalam isu perubahan iklim, perdagangan, dan keamanan maritim. Masuknya Papua Nugini ke dalam ASEAN akan menjadi jembatan strategis antara Asia Tenggara dan Pasifik Selatan, dua kawasan yang semakin menjadi fokus utama geopolitik global dalam menghadapi perebutan pengaruh antara kekuatan besar seperti AS, China, dan Australia.
Dari perspektif teori keamanan kawasan (regional security complex theory), stabilitas Asia Tenggara juga berkaitan erat dengan dinamika kawasan tetangga seperti Pasifik dan Australia. Bergabungnya Papua Nugini ke dalam ASEAN akan memperkuat sistem keamanan kolektif kawasan, serta menciptakan buffer zone strategis yang mampu meredam potensi konflik lintas-batas. Ini akan sangat relevan dalam isu seperti perompakan maritim, kejahatan lintas negara, hingga penyelundupan senjata dan manusia.
Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN secara geopolitik dan demografis, memiliki posisi ideal untuk memimpin inisiatif ini. Hubungan bilateral antara Jakarta dan Port Moresby selama ini relatif stabil, ditandai dengan kerja sama pembangunan dan pertahanan yang meningkat. Diplomasi Indonesia terhadap Papua Nugini juga mengandung dimensi strategis dalam menjaga stabilitas kawasan timur Indonesia dan mendorong pembangunan di kawasan perbatasan.
Dengan jumlah penduduk mencapai hampir 700 juta jiwa pada tahun 2025, ASEAN akan menjadi kawasan dengan populasi hampir setara benua Eropa. Ini bukan hanya angka statistik, tetapi potensi kekuatan ekonomi, budaya, dan politik global. Semakin luas kawasan yang tercakup dan semakin inklusif keanggotaannya, semakin besar legitimasi ASEAN sebagai aktor global yang diperhitungkan. Papua Nugini dapat menjadi penguatan simbolik dan praktis dari kapasitas ini.
Selain itu, perluasan ASEAN melalui Papua Nugini juga akan menjadi contoh konkret bahwa ASEAN tetap hidup sebagai organisasi yang adaptif dan evolusioner. Selama ini, ASEAN kerap dikritik karena konservatif dalam memperluas keanggotaannya. Kini, dengan kesiapan menerima Timor Leste dan mendorong PNG, ASEAN menunjukkan kapasitasnya untuk tetap relevan dan responsif terhadap perubahan geopolitik.
Papua Nugini juga akan mendapatkan banyak manfaat dari keanggotaannya, termasuk akses pada pasar ASEAN, investasi, serta transfer teknologi dan pendidikan. Di sisi lain, ASEAN dapat memperoleh keuntungan dari sumber daya alam Papua Nugini, serta posisi strategisnya yang menghadap Samudra Pasifik. Integrasi ini adalah hubungan yang saling menguntungkan, bukan beban geopolitik.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!