Film animasi Jumbo sempat mencuri perhatian para pengguna YouTube di Indonesia. Dengan visual menarik dan pesan moral yang kuat, film ini mengundang banyak respons dari penonton. Tapi, apa sebenarnya yang dirasakan warganet setelah menonton film ini? Apakah mereka terkesan, kecewa, atau justru merasa biasa saja?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami melakukan sebuah penelitian dengan pendekatan yang cukup unik: menganalisis komentar penonton di YouTube menggunakan teknologi kecerdasan buatan, tepatnya algoritma Support Vector Machine (SVM). Tujuannya? Mengklasifikasikan komentar penonton menjadi tiga kategori: positif, negatif, dan netral.
Teknologi dan Analisis Sentimen: Cara Baru Memahami Opini Publik
Analisis sentimen adalah metode yang digunakan untuk memahami emosi atau sikap seseorang dari teks yang mereka tulis---dalam hal ini, komentar di YouTube. Dengan bantuan algoritma SVM, kami memproses ratusan komentar dan mengklasifikasikannya berdasarkan isi dan nuansa bahasa.
SVM bekerja dengan cara membedakan kalimat berdasarkan kata-kata kunci, struktur kalimat, dan pola tertentu yang menunjukkan emosi. Misalnya, komentar seperti "Filmnya keren banget, bikin terharu!" tentu akan dikategorikan sebagai positif, sementara komentar seperti "Jalan ceritanya membingungkan" masuk ke kategori negatif.
Hasil yang Mengejutkan
Dari hasil pengolahan data, berikut distribusi komentar penonton terhadap film Jumbo:
Komentar Positif: 63,8%
Komentar Negatif: 16%
Komentar Netral: 20,2%
Mayoritas penonton ternyata memberikan respons positif terhadap film ini. Mereka menyukai animasi, cerita, serta pesan moral yang disampaikan. Tak sedikit juga yang mengapresiasi upaya sineas lokal dalam menghasilkan film berkualitas yang bisa dinikmati semua umur.
Namun, ada juga sebagian penonton yang menyampaikan kritik, khususnya terkait alur cerita yang dianggap kurang kuat atau dubbing suara yang belum maksimal. Komentar netral umumnya berupa pertanyaan, candaan, atau komentar yang tidak menunjukkan emosi tertentu.
Mengapa Ini Penting?
Analisis ini tidak hanya berguna bagi pembuat film untuk memahami bagaimana karya mereka diterima publik, tetapi juga bisa menjadi alat ukur kualitas dari sisi penonton. Dengan memanfaatkan teknologi, kita bisa "membaca" opini publik secara lebih objektif dan efisien.
Tak hanya untuk film, metode seperti ini juga bisa diterapkan dalam berbagai bidang lain, seperti pemasaran, politik, layanan publik, hingga pendidikan. Opini warganet kini bisa menjadi data berharga---asal tahu cara mengolahnya.
Penutup
Jumbo bukan hanya sekadar film animasi; ia juga membuka peluang untuk melihat bagaimana teknologi bisa membantu kita memahami sentimen publik. Di era digital, komentar netizen adalah suara masyarakat. Dan dengan teknologi seperti SVM, suara itu bisa kita dengarkan lebih dalam.
Artikel ini ditulis oleh :Â
Mahasiswa Teknologi Informasi
Fakultas Sains dan TeknologiÂ
UIN Walisongo Semarang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI