Mohon tunggu...
Muhammad Jabir
Muhammad Jabir Mohon Tunggu... profesional -

Urologist || http://muhammadjabir.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ikhlas dalam 'Sharing & Connecting'

10 Desember 2009   18:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:59 1626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Menurut para ulama, salah satu syarat agar suatu perbuatan diterima di sisiNya adalah ketika kita ikhlas dalam mlelaksanakannya.  Semua perbuatan baik yang kita lakukan pada dasarnya adalah ibadah (bila niat kita demikian). Kita semua tidak ingin bahwa apa yang kita lakukan ternyata tak ada nilainya di hadapan sang pencipta. Berbagi atau sharing tulisan di kompasiana adalah salah satu bentuk amalan yang kita harapkan bisa mendatangkan 'nilai' hadapanNya bagi sang penulis dan membawa manfaat  bagi para pembaca tulisan tersebut. Model sharing seperti ini akan saling memperkaya pengetahuan dan pengalaman antar sesama. Connecting pada dasarnya adalah menjalin ukhuwah satu sama lain. Namun apakah kita sudah ikhlas dalam melakukan sharing dan connecting di wadah maya seperti Kompasiana ini ? Terkait dengan ikhlas ini Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." (TQS. 98:5) Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu beliau berkata: 'Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda, Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Aku adalah Tuhan yang tidak membutuhkan persekutuan , barang siapa melakukan suatu per-buatan yang di dalamnya menyekutukan Aku dengan selainKu maka Aku tinggalkan dia dan juga sekutunya." (HR. Muslim) Definisi ikhlas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia : (dengan) hati yang bersih (jujur); tulus hati (KBBI, 1988: 322). Mengikhlaskan memberikan atau menyerahkan dengan tulus hati; merelakan. Pendapat lain mengatakan bahwa orang ikhlas berbuat semata-mata bertujuan karena Allah ketika melakukan ketaatan, yakni dalam rangka menjalankan perintahNya atau menjauhi laranganNya. Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi atau imbalan duniawi dari apa yang dapat ia lakukan, kecuali 'balasan' dari Allah semata. Konsentrasi orang yang ikhlas cuma satu, yaitu bagaimana agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah SWT. Bukan atas dasar tendensi yang lain. Ia akan membersihkan amalannya dari ingin mencari perhatian manusia. Misalnya saya mempublikasikan tulisan ini di Kompasiana seharusnya hanya karena ingin menyampaikan sesuatu dariNya walau hanya satu ayat (ini perintah kan?), bukan agar 'terkenal' di Kompasiana atau untuk mengabarkan pada para kompasianer bahwa saya memiliki pengetahuan yang lebih tentang agama dan keikhlasan (semoga niat saya tidak berubah :-). hehe.. Ada beberapa ciri orang yang ikhlas, antara lain (dari tulisan tentang ikhlas yang 'berserakan' di internet) :

  1. Mengutamakan keridhaan Allah diatas segalanya. (Contoh : Allah akan meridhai apa yang saya tulis di Kompasiana jika isi tulisan saya tidak bertentangan dengan 'aturanNya'.)
  2. Lebih suka menyembunyikan 'amal kebajikan. (Ini yang susah bagi saya :-).. kadang masih terbersit dalam benak saya agar tulisan saya harus dibaca oleh banyak orang dan mereka tahu saya yang nulis. Apa mesti anonim atau identitas lain?)
  3. Menyadari kekurangan diri sehingga akan maksimal dalam melakukan perbuatan karena khawatir amalnya tidak akan diterima bila tidak sempurna dilakukan. (Tulisan memang seharusnya dibuat dengan sebaik-baiknya agar tidak membuat orang salah persepsi dan menimbulkan kebencian/salah paham satu sama lain)
  4. Tidak perduli dengan popularitas dan pandangan manusia. (Maksudnya tidak berniat jadi selebritis kompasiana, tapi hanya untuk berbagi/sharing dan merajut ukhuwah/connecting antar sesama. Tapi kalau dinobatkan jadi selebriti gak apa-apa :-)
  5. Merasa senang pada kelebihan yang dimiliki orang lain. (Bila kompasianer lain lebih baik dan tulisannya banyak dibaca atau overload komentar, sikap kita mesti 'legowo' dan senang karena di kompasiana banyak orang hebat dan makin ramai :-)

Ikhlas memang mudah terucap dari bibir, namun pelaksanaanya begitu sulit. Walaupun pada awal perbuatan mungkin kita ikhlas, namun niat bisa berubah-ubah. Berkata Sufyan Ats-Tsauri: "Tidak ada yang paling berat untuk kuobatidaripada niatku, karena ia selalu berubah-ubah."  Mungkin saat ini niat saya hanya untuk berbagi ilmu dan menjalin ukhuwah dengan yang lain, mungkin besok berubah agar saya dianggap sebagai orang cerdas dan terkenal. Oleh karenanya keikhlasan bisa rusak dengan dengan berubahnya niat dan motivasi kita dalam melakukan suatu perbuatan. Ada beberapa hal yang merusak keikhlasan :

  • Riya' ialah memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu orang-orangpun memujinya.
  • Sum'ah, yaitu beramal dengan tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari popularitas).
  • 'Ujub, masih termasuk kategori riya' hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa: "Riya' masuk didalam bab menyekutukan Allah dengan makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan Allah dengan diri-sendiri.

Marilah selalu memupuk amalan hati dalam bentuk ikhlas ini. Walau sulit, tapi wajib kita lakukan bila tidak perbuatan kita akan tak bernilai di hadapanNya. Mungkin dalam pandangan manusia perbuatan baik kita sangat banyak. Namun ternyata hanya berupa fatamorgana bagi Allah. Dilihat manusia ada, padahal hakikatnya tidak ada. Semoga tenaga, pikiran, pulsa yang habis untuk ngeblog tidak sia-sia. Ya Allah, anugerahilah kami kekuatan hati untuk tetap ikhlas dalam segala hal dan tetapkan hati kami hanya padaMu. Amin NB : Mohon koreksi dari para Ustadz atau Teungku bila ada kesalahan dalam pandangan dan tulisan di atas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun