Mohon tunggu...
muhammadhizbaaulia
muhammadhizbaaulia Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Pendidikan Agama Islam UPI, aktif dalam kegiatan keagamaan dan dakwah, serta terus mendalami ilmu Islam dari berbagai sumber inspiratif.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kita Naik Kendaraan Setiap Hari, Tapi Tak Pernah Mengingat Siapa yang Menundukkannya

17 Juli 2025   07:36 Diperbarui: 17 Juli 2025   07:52 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

لِتَسْتَوٗا عَلٰى ظُهُوْرِهٖ ثُمَّ تَذْكُرُوْا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ اِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُوْلُوْا سُبْحٰنَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هٰذَا وَمَا كُنَّا لَهٗ مُقْرِنِيْنَۙ (١٣)

Terjemahan Kemenag 2019

"Agar kamu dapat duduk di atas punggungnya. Kemudian jika kamu sudah duduk (di atas punggung)-nya, kamu akan mengingat nikmat Tuhanmu dan mengucapkan, "Maha Suci Zat yang telah menundukkan (semua) ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya (QS. Az-Zukhruf: 13)."

Pernahkah kita duduk di atas kendaraan, entah mobil, kapal, atau bahkan motor tua yang biasa mengantar kita pulang, lalu sejenak menghening dan mengingat bahwa semua ini bukan semata hasil buatan tangan manusia? Bahwa semua daya yang membuat roda berputar, layar berlayar, dan pesawat terbang tinggi di langit, sesungguhnya bersumber dari satu kekuatan yang tak terjangkau oleh nalar?

Ayat ini menyapa manusia dalam momen keseharian yang sangat biasa, namun penuh makna. Duduk di atas punggung kendaraan bukanlah sekadar soal mobilitas, tapi tentang pengakuan, tentang kesadaran akan nikmat yang sering kita lupakan. Ibn 'Asyur dalam At-Tahrir wa at-Tanwir menjelaskan bahwa kata "uhr" di sini bukan hanya merujuk pada punggung hewan tunggangan, tetapi juga mencakup kapal yang besar, yang seperti 'memiliki punggung' tempat manusia duduk atau berdiri. Maka setiap kali kita naik kendaraan, kita sedang naik ke atas nikmat yang telah Allah tundukkan, yang sebelumnya tak mungkin bisa kita kuasai sendiri.

Setelah duduk dengan stabil di atasnya, kata beliau, saat itulah kita dituntut untuk mengingat nikmat itu dengan hati yang sadar, bukan hanya lidah yang mengucap. Sebab mengingat nikmat di saat menikmatinya akan jauh lebih dalam membekas dalam jiwa dan mendorong seseorang untuk benar-benar bersyukur.

Syahdan, Rasulullah pun ketika bepergian senantiasa mengucapkan tasbih ketika menaiki tunggangan. Beliau membaca, "Subna alladz sakhkhara lan hdz wa m kunn lahu muqrinn wa inn il rabbin lamunqalibn." Ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Dawud, dan an-Nas'i. Dalam pengucapan itu, tersimpan kesadaran penuh bahwa apa pun yang kita kendalikan sesungguhnya bukan karena kekuatan kita, tapi karena Allah yang telah menundukkannya.

Makna "muqrinn", sebagaimana dijelaskan Ibn 'Asyur, adalah orang yang sanggup atau mampu menguasai sesuatu. Dan manusia, tanpa pertolongan dari-Nya, tidak akan pernah sanggup menundukkan hewan atau membuat kapal, apalagi mengendalikan angin dan lautan. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Munir juga menambahkan bahwa ayat ini menunjukkan perintah untuk mengingat kematian. Sebab perjalanan di darat dan laut selalu menyimpan risiko. Dan bagi orang yang sadar, naik kendaraan adalah momen untuk merenung bahwa suatu hari nanti ia juga akan "berkendara" menuju alam akhirat, tempat ia kembali kepada Tuhannya.

Bahkan tafsir Al-Azhar memaparkan dengan sangat menyentuh bahwa ketika kita membaca tasbih ini, sejatinya kita sedang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Kita mengakui bahwa tak ada kekuatan mutlak yang bisa menjamin keselamatan kita, selain Dia. Maka jika pun terjadi hal-hal di luar dugaan seperti kerusakan mesin, tabrakan, atau tenggelamnya kapal, kita telah meletakkan ketergantungan kita pada pemilik kekuasaan sejati.

Tafsir Kementerian Agama juga menggarisbawahi pentingnya kesadaran ini. Ketika manusia menyadari bahwa kapal, mobil, hewan, dan seluruh fasilitas perjalanan adalah karunia Allah, maka yang layak disucikan dan dipuji hanyalah Dia. Bukan teknologi yang diagung-agungkan, bukan sopir atau pilot yang dielu-elukan, tetapi Allah yang telah menundukkan segala ini bagi manusia. Bahkan, bila Allah tidak menundukkannya, semua ini tak akan bisa dimanfaatkan sedikit pun oleh kita.

Ayat ini juga menjadi pengingat spiritual bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan, dan seluruh kendaraan yang kita tunggangi hanyalah sarana untuk menuju satu tujuan: kembali kepada Allah. Maka betapa dalam pesan yang tersirat dalam ayat ini. Ia tidak sekadar berbicara tentang transportasi, tapi tentang orientasi jiwa, tentang kesiapan kembali, tentang kepemilikan nikmat, dan tentang kesadaran akan akhir perjalanan.

Dan dari kesadaran itu, lahirlah syukur. Syukur yang tidak hanya berhenti pada lisan, tetapi mewujud nyata dalam tanggung jawab. Tanggung jawab untuk tidak merusak, tidak menyalahgunakan karunia, dan tidak berlaku sombong atas apa yang bukan milik kita. Maka sebagaimana disampaikan dalam tafsir Tahlili Kemenag, ketika kita memanfaatkan kendaraan, hendaknya kita juga ingat bahwa semua ini adalah amanah. Kita bukan pemilik hakikatnya, hanya pemegang titipan.

Pada akhirnya, ayat ini mengajarkan kita tentang etika perjalanan, tentang kesadaran spiritual dalam mobilitas, dan tentang hubungan makhluk dengan Pencipta yang sering kali terlupakan dalam kebisingan dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun