Mohon tunggu...
Politik

Jaksa Yulianto Kalah Jantan dari Penjual Sate di Sarinah

9 Februari 2016   14:06 Diperbarui: 9 Februari 2016   14:21 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kuasa hukum CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo Hotman Paris, membuktikan ucapannya yang melaporkan balik Kepala Subdirektorat Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Yulianto ke Bareskrim Polri, atas tuduhan pencemaran nama baik. Pasal yang dikenakan adalah Pasal 310 dan 318 KUHP serta Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Kalau saya pribadi melihat, kasus pelaporan ini memang menarik karena sebelumnya Yulianto dan Jaksa Agung HM Prasetyo melaporkan adanya pesan singkat/sms dari Hary tanoe (HT) yang mengancam korps Adhiyaksa tersebut. "Mas Yulianto, kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman. Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik karena ingin Indonesia maju dalam artian yang sesungguhnya. Termasuk penegakan hukum yang profesional dan tidak transaksional dan tidak semena-mena demi popularitas. Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini. Di situ lah saatnya akan berubah dan dibersihkan dari hal-hal yang tidak semestinya. Kasihan rakyat. Negara lain semakin berkembang dan maju." Begitulah isi sms HT kepada Yulianto.

Dilansir Tempo.co, Hotman menegaskan dalam sms tersebut tidak ada satu kalimat pun yang bernada ancaman kepada Yulianto. Menurutnya pesan tersebut lebih kepada penyampaian visi-misi HT yang notabene adalah Ketua Umum Partai Perindo dalam membangun bangsa ke depannya.

Kalau kita baca dan resapi baik-baik kata demi kata dalam sms tersebut, mungkin kita juga akan kebingungan menemui dimana kalimat yang mengancam. Tapi menurut saya lain hal jika Yulianto merupakan aparat penegak hukum yang tidak profesional dan semena-mena serta pilih-pilih kasus dalam perkara yang ditanganinya, maka sms ini pastinya menjadi ancaman serius.

Saya pun berandai-andai, jika semua orang yang menyampaikan visi-misinya kepada orang lain lalu dilaporkan ke polisi, berapa banyak kepala calon daerah yang berkampanye sebelum Pilkada serentak 9 Desember 2015 silam? Saya yakin pemerintahan yang bersih dan antikorupsi selalu didengungkan para kandidat dalam orasinya. Lalu mengapa Yulianto tidak melaporkan mereka semua ke polisi karena menyampaikan visi-misinya kepada masyarakat?

Sebagai aparat penegak hukum dan sebagai pejabat publik, harusnya Yulianto siap menerima resiko apapun, termasuk segala bentuk kritik yang ditujukan pada dirinya. Saya pun melihat, kasus sms HT ini menunjukan bahwa ada ketidaknyamanan dari diri Yulianto jika ada upaya pembersihan oknum-oknum penegak hukum yang transaksional.

Terlepas dari itu semua, sikap Yulianto sebagai penegak hukum tidak mencerminkan sikap yang Gentle dan pemberani. Banyak kalangan baik masyarakat maupun pengamat politik, bahasa dan lain sebagainya menilai pelaporan sms ancaman HT ke Bareskrim oleh Yulianto bukanlah peristiwa hukum, tapi hanya penggiringan opini dalam upaya mematikan karakter HT. Ditambah lagi, curhatan dirinya dan Jaksa Agung terkait sms ini ke Komisi III DPR yang mendapat tanggapan dinign dari anggota Komisi III maupun masyarakat.

Saya pun membandingkan sikap Yulianto menghadapi sms ini dengan seorang penjual sate di Sarinah bernama Pak Jamal. Pak Jamal mendadak tenar karena keberaninnya yang tetap berjualan sate meskipun beberapa puluh meter dari tempat dia berjualan ada baku tembah antara polisi dengan teroris. Saya pun berpikir teror bom disertai peluru yang beterbangan tidak membuat Pak Jamal lari dari tempat biasa dia mangkal, artinya dia tetap menjalankan tugasnya sebagai penjual sate yang menafkahi keluarganya, apapun resikonya.

Terkena bom dan peluru nyasar adalah ancaman nyata yang saat itu dihadapi Pak Jamal, namun dirinya tetap tegar dan fokus terhadap pekerjaannya. Hal terbalik justru dilakukan oleh Yulianto yang hanya menerima sms yang belum tentu merupakan sebuah ancaman. Bahkan Yulianto tidak hanya kalah dari Pak Jamal, kita pun bisa melihat bagaimana polisi lalu lintas (polantas) di sekitar Sarinah tetap berjuang melawan teroris dan mengevakuasi warga yang ada di sekitar Jalan MH Thamrin.

Lalu apakah semua jaksa bermental seperti Yulianto? Mungkin kita bisa melihat kelakuan Jaksa Agung HM Prasetyo yang mendukung Yulianto untuk melaporkan HT terkait sms tersebut. Jika melihat fenomona ini saya yakin kita semua sepakat dengan HT bahwa aparat penegak hukum yang semena-mena harus dibersihkan dari negeri ini, sepakat kah anda?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun