Mohon tunggu...
muhammad fawwaz
muhammad fawwaz Mohon Tunggu... mahasiswa

be come be better

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tanggapan artikel Gus Irfan, Dahnil, dan Reformasi Kementerian Haji dan Umrah

30 September 2025   21:44 Diperbarui: 30 September 2025   21:44 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pelantikan Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan) sebagai Menteri Haji dan Umrah bersama Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri memang membuka harapan baru dalam pengelolaan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Namun, seperti yang diungkapkan dalam teks reformasi, perubahan ini tidak cukup hanya dilihat dari pergantian tokoh semata, melainkan harus diikuti dengan nyata dalam tata kelola yang transparan, akuntabel, dan partisipatif.

Kehadiran Gus Irfan yang membawa legitimasi kultural NU dan pengalaman birokrasi, serta Dahnil yang memiliki kedekatan politik dengan Presiden, memang memberikan sinyal bahwa kementerian ini ingin memasukkan dimensi keagamaan dan politik. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana mereka mampu mengatasi masalah klasik seperti transparansi biaya, kuota yang terbatas, dan kualitas pelayanan yang selama ini menjadi keluhan jemaah.

Dari perspektif komunikasi kritis, kementerian harus bertransformasi dari birokrasi yang top-down menjadi lembaga yang benar-benar mendengar dan melayani kebutuhan masyarakat. Reformasi ini harus diwujudkan dengan tindakan nyata, bukan sekedar jargon atau simbol politik. Keberhasilan mereka akan diukur dari bagaimana jamaah merasakan kemudahan, keadilan, dan martabat dalam menjalankan ibadahnya.

Melanjutkan
Pelantikan Mochamad Irfan Yusuf sebagai Menteri Haji dan Umrah dan Dahnil Anzar Simanjuntak sebagai Wakil Menteri menandai babak baru dalam pengelolaan ibadah haji dan umrah di Indonesia. Pelantikan ini bukan sekadar pergantian kabinet, melainkan juga simbol upaya negara memulihkan kembali kepercayaan masyarakat yang selama ini terkikis akibat masalah transparansi biaya, keterbatasan kuota, dan pelayanan yang kurang memuaskan.

Gus Irfan membawa legitimasi kultural dan pengalaman birokrasi, sementara Dahnil membawa dimensi politik yang dekat dengan Presiden. Kombinasi ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan klasik dalam pengelolaan haji dan umrah. Namun tantangan utamanya adalah mengubah komunikasi dan tata kelola kementerian dari model top-down menjadi dialogis, partisipatif, dan akuntabel.

Reformasi yang sesungguhnya harus diwujudkan melalui transparansi, negosiasi diplomasi yang kuat, dan keberanian merombak praktik lama yang sarat kepentingan politik dan ekonomi. Keberhasilan ujian akan diukur dari sejauh mana jemaah merasakan peningkatan dalam pengalaman ibadah mereka, bukan hanya dari simbol pelantikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun