Mohon tunggu...
muhammad faizin
muhammad faizin Mohon Tunggu... PENDAMPING PKH

saya pribadi yang menyukai hal-hal baru

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelantikan yang tidak di inginkan

5 Oktober 2025   08:05 Diperbarui: 5 Oktober 2025   08:05 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal   4 Oktober 2025   menjadi momen bersejarah dalam perjalanan karier saya. Setelah mengabdi sebagai guru selama 10 tahun, akhirnya langkah hidup saya berlabuh di   Kementerian Sosial Republik Indonesia  , sebuah tempat yang sebelumnya tidak pernah saya bayangkan akan menjadi tempat saya menggantungkan hidup dan nasib.

Sejak memulai kehidupan rumah tangga, berbagai usaha saya lakukan untuk memperbaiki nasib. Saya pernah beberapa kali mendaftar CPNS dan sempat lulus ujian sertifikasi guru---itu semua adalah ikhtiar untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Bukan rahasia umum, gaji guru sebesar Rp300.000 per bulan adalah ujian berat bagi sebuah rumah tangga. Saya masih ingat betul, setiap hari hanya mampu memberikan uang Rp20.000 kepada istri untuk kebutuhan rumah tangga. Uang itu pun berasal dari usaha percetakan kecil-kecilan yang saya rintis sejak muda. Bahkan biaya kuliah saya pun saya topang dari hasil usaha tersebut.

Perjalanan rumah tangga selama delapan tahun mulai menemukan titik terang pada tahun kelima pernikahan. Meski beberapa kali mendaftar sebagai pendamping PKH namun kandas di tengah jalan karena berbagai faktor, akhirnya di puncak kesibukan saya menjadi panitia Pilkades, seorang teman menghubungi saya. Tanpa sengaja saya mencoba mendaftar lagi, dan kali ini saya dinyatakan   lulus   dengan berbagai dramanya.

Lulus dan diterima menjadi pendamping PKH adalah kebahagiaan besar bagi keluarga. Gaji yang saya terima 10 kali lipat lebih besar daripada gaji guru---itu menjadi kebanggaan tersendiri, terutama bagi ibu saya. Meski tidak benar-benar paham status pekerjaan saya, beliau yakin bahwa menjadi pendamping PKH sama dengan menjadi PNS. Kabar saya "menjadi PNS" pun menyebar di desa. Itulah cara ibu saya meluapkan kebahagiaannya. Tanpa sepengetahuan saya, ibu bahkan mengadakan tasyakuran dengan mengundang tetangga sekitar. Itu adalah momen yang paling membahagiakan bagi keluarga kami, karena ibu adalah sosok yang paling berjuang mendukung pendidikan saya---beliau bahkan rela menjadi TKI untuk menyekolahkan saya dan merubah kehidupan kami.

Tetangga mengenal saya sebagai sosok yang "sudah sukses" setelah diterima menjadi bagian keluarga besar Kementerian Sosial. Saya pun benar-benar merasakan perubahan nasib saat menjadi pendamping PKH. Status sebagai pegawai kementerian membuat saya lebih mudah dipercaya bank untuk mendapatkan pinjaman kredit, sehingga saya bisa mengembangkan usaha percetakan saya. Untuk pertama kalinya saya memegang uang dalam jumlah besar untuk mengembangkan usaha tersebut.

Perjalanan lima tahun menjadi pendamping PKH membuat keinginan saya untuk menyandang status aparatur negara semakin kuat. Ada dua cita-cita ibu yang selalu terbayang di benak saya:   memiliki mobil   dan   menjadi ASN  . Namun, takdir berkata lain. Ibu terkena pecah pembuluh darah. Malam sebelumnya kami masih bercanda melalui telepon, esoknya kehidupan saya seperti gelap---sosok yang menjadi penyemangat dan tempat saya bercerita dalam segala kesulitan telah diambil oleh Allah. Seakan misinya sudah selesai menemani saya menjalani kehidupan.

Beberapa bulan setelah kehilangan ibu, saya akhirnya mampu membeli mobil---impian ibu yang sering beliau ucapkan. Rasanya sedih bercampur bahagia saat pertama kali mengendarainya. Di hati saya selalu berkata, *"lebih baik punya ibu daripada punya mobil."* Seandainya ibu ada saat itu, tentu menjadi pembicaraan hangat kami.

Akhirnya, cita-cita ibu satu per satu terwujud. Berkat kebijakan pemerintah yang mengangkat pegawai kementerian menjadi ASN P3K, saya resmi dilantik. Saat duduk terdiam dalam pelantikan, wajah ibu terbayang-bayang. Saya berhasil menunaikan keinginannya, namun sedih sekali karena ibu sudah tiada. Pelantikan di tempat ramai terasa sepi di dalam hati.

Pencapaian terbesar yang dicita-citakan orang lain terasa biasa saja bagi saya tanpa kehadiran ibu. Saya bahkan berpikir, "lebih baik tidak menjadi ASN daripada tidak punya ibu." Namun kehidupan harus terus berjalan. Apa pun yang terjadi, kita harus menerima takdir.

Untuk ibuku, terima kasih karena telah menjadi motivasi hidupku dan mendukung setiap langkah karierku. Kini hanya kiriman Al-Fatihah setiap waktu yang bisa kupanjatkan agar ibu tahu bahwa anakmu tidak akan pernah lupa jasamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun