Mohon tunggu...
Muhammad Fahlevi
Muhammad Fahlevi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Billiard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Guna Usaha dalam Perspeketif Hukum Agraria

15 Mei 2024   21:47 Diperbarui: 15 Mei 2024   21:54 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara Indonesia adalah negara hukum, dimana permasalahan hak guna usaha telah diatur dalam undang-undang pokok agraria ( UUPA ). Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai Langsung oleh negara,dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Namun  aturan tersebut masih belum cukup untuk menangani konflik yang terjadi dikarenakan sudut pandang berbeda tentang hukum atau aturan agraria seperti dibawah ini.

Akar permasalahan konflik Hak Guna Usaha No. 01 PT. Varietas Indah sebenarnya bermula semenjak penerbitan HGU bersyarat yakni perusahaan harus mengganti rugi lahan yang akan diterbitkan oleh negara kepada masyarakat dan menurut pengakuan beberapa orang-orang lama di kalangan masyarakat bahwa HGU tersebut berdiri bukan sepenuhnya diatas tanah negara bahkan ketika pengukuran dahulu dan pemasangan patok HGU mereka tidak menyangka bahwa wilayah mereka akan dijadikan milik perusahaan, disisi lain perusahaan menganggap bahwa mereka sudah memiliki hak yang secara sah yang diberikan negara dengan syarat mengganti rugi lahan yang diberikan. 

Namun ketika HGU sudah terbit seluas 3000 Ha kewajiban perusahaan belum juga dilaksanakan terhadap 1150 Ha milik masyarakat. Seiring berjalannya waktu PT. Varietas Indah melakukan pinjaman kepada Bank Pembangunan Indonesia. Akibat pengelolaan yang kurang baik, PT. Varietas Indah mengalami pailit dan kesulitan dalam rangka penyelesaian jaminan hutang di bank. 

Kemudian tidak terjaganya dengan baik patok-patok batas bidang tanah serta status quo yang panjang tersebut dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat untuk menguasai kembali dan menanam tanaman keras sekaligus menginginkankan hak atas tanah garapan yang digarap tersebut baik karena sengaja atau ketidaksengajaan. 

Permasalahan kemudian menjadi konflik yang kompleks dengan adanya peralihan jual beli tanah garapan oleh penjual kepada pihak lain yang kemudian dialihkan lagi kepada penggarap lain lagi. Semenjak penggarapan masyarakat, sejak tahun 1996-1997 sampai dengan 2018 dimana konflik ini belum dapat juga terselesaikan. Bahkan sejak peralihan lelang tahun tanggal 06 Januari 1997 yang dimenangkan oleh PT. Bimas Raya Sawitindo telah dimulai upaya baru dalam rangka penanganan permasalahan warga/masyarakat dengan pihak perusahaan untuk menempuh jalan terbaik dengan difasilitasi pihak instansi khususnya ATR/BPN.

Pola penanganan konflik agraria dapat dilakukan dengan cara jalur formal yaitu melalui pengadilan, penertiban administrasi dan regulasi serta jalur non formal yaitu mediasi, kompensasi,dan manajemen konflik. Adapun upaya yang efektif yaitu melalui jalur hukum dengan putusan-putusan pengadilan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun