Beberapa orang murid datang menyerahkan tugas. Semuanya laki-laki, bergumul di sekeliling mejaku. Tepatnya meja guru di kelas itu, walaupun aku sering merasa ragu apakah benar aku seorang guru, tetapi aku tetap duduk di situ. Karena hanya ada satu meja di depan kelas, dan itu untuk seorang guru, tak ada meja lain untuk seseorang yang masih ragu atas keyakinannya.
Aku bertanya kepada mereka, "Mana soalnya?" Tak satu pun soal ku dapati di buku mereka seakan mereka hafal setiap hurufnya. Mereka hanya menuliskan jawaban atas lima soal yang ku bacakan.
"Apa soal dari jawaban ini?" Tanyaku kepada salah seorang murid sambil menunjuk jawabannya, di sana terlulis kata "tidak". Â Dia hanya celingak celinguk, lalu ditengoknya papan tulis. Sebelum dia berkutik, aku serang dengan satu pertanyaan lagi, "Kamu tidak tahu soalnya?" Hanya gelengan sebagai jawaban.
"Bagaimana cara kamu mengetahui materi yang dipelajari dari jawaban kamu ini?" Lagi lagi sebuah gelengan yang terlihat. Aku jadi curiga, jangan-jangan dia jelmaan kucing yang biasa nangkring di dashboard mobil, yang kerjaannya hanya geleng-geleng. Atau jangan-jangan pelumas tulang-tulang di bagian lehernya terlalu banyak, jadi kepalanya begitu loncer untuk menggeleng ke kanan, ke kiri.
"Yang penting nilai saya bagus, Pak" Terangnya dengan bangga.
"Justru itu yang bego" Sahutku cepat. Kecepatannya mungkin mengalahkan Lalu Muhammad Zohri yang pernah menjadi pelari tercepat dunia.
"Wooo bego loe..." Seloroh teman di sebelahnya tak kalah cepat.
Tak ingin memberi jeda, aku hantam kembali anak itu dengan kuliah setengah menit, "Nilai bagus tidak akan membuat kamu sukses. Saya bisa ngasih kamu nilai seribu, bahkan sejuta, tapi itu tidak akan pernah bisa membuat kamu sukses jika kamu tidak dapat ilmunya" Dia hanya merespon dengan cengiran kuda.
Bukunya ku kembalikan setelah ku beri nilai 100, lalu dia pergi tanpa beban dan kembali asyik bermain dengan teman-temannya.
Itulah kehidupan anak kecil, begitu bebas tanpa beban. Apapun masalahnya, mereka tetap hidup dengan tenang. Seperti memiliki keyakinan bahwa setiap masalah akan berlalu. Orang dewasa bahkan belum tentu mampu memiliki sikap seperti itu. Kini, giliran aku yang geleng-geleng kepala.