Mohon tunggu...
Muhammad Deka Ruliansyah
Muhammad Deka Ruliansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Teknik Elektro Universitas Sriwijaya

Mahasiswa S1 Teknik Elektro Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Nature

Surya, Gerilya, dan Pemuda

19 Februari 2022   10:40 Diperbarui: 19 Februari 2022   10:43 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pemanasan Global menjadi topik yang hangat diperbincangkan dewasa ini. Sejatinya pemanasan global sudah menjadi permasalahan sejak beberapa dekade yang lalu. Semakin bertambahnya usia bumi, semakin banyak perkembangan yang terjadi pada kehidupan manusia dalam berbagai sektor kehidupan. Dalam hal ini, dapat dikatakan banyak revolusi dan inovasi yang terjadi pada manusia membawa banyak hal baik. Kendati demikian, tak jarang pula inovasi maupun perkembangan yang terjadi justru mengangkut tak sedikit hal yang dapat mengancam manusia pula. Contohnya mulai dari penggunaan bahan bakar fosil yang digunakan sebagai sumber energi pembangkit tenaga listrik sampai dengan pembuatan PLTU sebagai suplai energi listrik di Indonesia, hal ini menyebabkan meningkatnya karbon dioksida di udara dan alhasil meningkatkan pemanas global secara bertahap.

Menurut Rida Mulyana (2021), Kementrian ESDM mengungkapkan bahwa energi fosil menjadi penyumbang terbesar untuk pembangkit listrik Indonesia mencapai 60.485 MW setara 85,31% dari total kapasitas terpasang nasional. Hal ini menandakan bahwa masih sedikitnya energi baru terbarukan yang masuk ke dalam bauran energi nasional. Menurut Harris (2020), penggunaan energi baru terbarukan hanya mencapai 19,5% dari 23% berdasarkan komitmen Indonesia untuk menggunakan energi baru terbarukan dari total campuran energi primer pada tahun 2025. Berdasarkan pernyataan tersebut, masih terdapat perbedaan yang cukup besar antara realisasi dan komitmen yang sudah dibuat.

Dalam redaksi yang dibuat oleh Dwi Hadya Jayani (2021), Kementrian ESDM mencatat Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan yang besar yaitu mencapai 417,8 gigawatt (GW). Salah satunya berasal pada matahari atau surya sebesar 207,8 GW. Dengan potensi sebesar itu, pengaktualan net zero emission di Indonesia dan juga komitmen Indonesia dalam menggunakan energi baru terbarukan sebesar 23% dari total campuran energi primer pada tahun 2025 memiliki angin segar baru dalam perwujudannya. Dan dalam pemanfaatan sumber yang besar pada matahari, sistem PLTS atap menjadi salah satu metode terbaik untuk menghasilkan dan menyimpan energi untuk menghasilkan kebutuhan listrik.

Tahun 2021 bisa dikatakan sebagai fondasi sebagai pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia. Pasalnya tercatat sudah dua peraturan penting yang dikeluarkan oleh pemerintah, yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penggunaan Sistem Tenaga Surya Atap, dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Tahun 2021-2030. Poin penting dalam peraturan tentang Penggunaan Sistem Tenaga Surya Atap adalah kemampuan pengguna untuk mengekspor 100% listrik yang dihasilkan oleh panel surya atap ke perusahaan listrik negara (PLN). Dengan ini pendayagunaan sistem PLTS menjadi semakin terjamin kemutuannya mulai dari manfaat dan juga regulasi yang sudah ditetapkan.

Berdasarkan Chrisnawan Anditya (2021), PLN mengungkapkan telah terdapat 3.472 pelanggan yang sudah memasang PLTS atap dengan berkapasitas 26,51MW. Dalam data PLN pula tercatat bahwa pemasanagan PLTS atap didominasi oleh pelanggan rumah tangga sebanyak 2.902 pelanggan dengan kapasitas 7,6MW, yang terbanyak selanjutnya diikuti dengan pelanggan bisnis sebesar 245 orang dengan kapasitas 4,3MW, dan di sektor-sektor lain seperti instansi pemerintahan pun sudah memasang sebanyak 77 PLTS atap dengan kapasitas 2,3MW. Dari catatan yang bersumber dari PLN tersebut, dapat kita simpulkan bahwasanya sedikit demi sedikit PLTS atap akan menjadi salah satu sumber energi penyuplai listrik yang dapat digunakan semua kalangan. Dan peran masyarakat serta mahasiswa sekarang adalah memasifkan kembali mengenai informasi penggunaan PLTS atap melalui media sosial, media cetak, dan lain sebagainya sehingga pemanasan global yang terus meningkat akhir-akhir ini dapat berangsur membaik.

Keuntungan penggunaan PLTS atap dalam rumah tangga yang dapat dirasakan adalah menghemat pengeluaran, hal ini dikarenakan PLTS atap tidak membutuhkan bahan bakar konvensional melainkan sumber energi terbarukan yaitu matahari / surya. Hal ini tentunya akan membuat pemakaian jangka panjang PLTS atap menjadi jauh lebih hemat. Selain itu juga alat ini memiliki ketahanan yang kuat, PLTS atap memiliki masa pakai mencapai hingga 30 tahun. Masa pakai yang lama ini tentu menjadi garansi ke pelanggan untuk mendapatkan energi listrik terbarukan dalam jangka waktu yang lama. Sayangnya memang untuk biaya pemasangan di awal terlampau cukup mahal yang mungkin menyebabkan kurangnya minat masyarakat terhadap hal ini.

Kendati demikian masih kurangnya informasi kepada masyarakat tentang manfaat yang didapat dari PLTS atap baik untuk rumah tangga maupun lingkungan. Harapannya dengan mengikuti program magang bersertifikat Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya dapat menjadi penunjang untuk lebih masifnya pemanfaatan energi terbarukan di sektor surya dengan banyaknya implementasi penggunaan PLTS atap. Dan apabila sudah masifnya implementasi penggunaan PLTS atap, dunia terutama Indonesia dapat mempercepat terwujudnya Net Zero Emission dan terwujudnya komitmen pemerintah Indonesia dalam penggunaan energi baru terbarukan sebesar 23% dalam tahun 2025 mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun