Di tengah meningkatnya kesadaran global terhadap isu-isu lingkungan seperti perubahan iklim, penggundulan hutan, dan krisis keanekaragaman hayati, pola pikir masyarakat terhadap gaya hidup pun mulai bergeser. Termasuk dalam hal berwisata.Â
Kini, semakin banyak orang yang tak hanya mencari keindahan alam, tetapi juga peduli pada cara mereka menikmatinya.Â
Dari sinilah ekowisata muncul sebagai solusi: sebuah bentuk pariwisata yang tak hanya menawarkan pengalaman seru di alam terbuka, tetapi juga membawa misi pelestarian dan keberlanjutan.
Apa Itu Ekowisata?
Ekowisata atau ekoturisme merupakan bentuk pariwisata yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat lokal.Â
Tujuan utamanya bukan sekadar untuk menikmati keindahan alam, tetapi juga untuk menjaga kelestariannya.
Wisatawan yang memilih ekowisata diajak untuk memahami pentingnya konservasi, menghargai budaya setempat, dan meminimalkan jejak ekologis selama perjalanan mereka.
Dalam praktiknya, ekowisata sering kali melibatkan aktivitas di alam terbuka seperti jelajah hutan, pengamatan satwa liar, kunjungan ke kawasan konservasi, hingga tinggal bersama komunitas lokal.Â
Namun yang membedakannya dari wisata alam biasa adalah pendekatan yang penuh kesadaran setiap langkah dirancang agar memberikan dampak positif bagi lingkungan maupun ekonomi masyarakat setempat.
Mengapa Ekowisata Semakin Populer?
Semakin banyak orang yang menyadari bahwa bumi kita berada dalam kondisi genting.Â
Perubahan iklim yang kian ekstrem, kebakaran hutan yang makin sering terjadi, hingga punahnya berbagai spesies menjadi alarm keras bahwa kita tak bisa lagi bersikap acuh.Â
Kesadaran ini mendorong perubahan gaya hidup, termasuk dalam hal bepergian dan berwisata.
Kini, wisatawan tidak hanya mencari keindahan dan kenyamanan, tetapi juga mempertimbangkan dampak dari setiap perjalanan yang mereka lakukan.Â
Mereka mulai bertanya: apakah tempat yang dikunjungi dikelola secara berkelanjutan? Apakah masyarakat lokal mendapatkan manfaat? Apakah perjalanan ini meninggalkan jejak karbon yang besar?
Dalam konteks inilah ekowisata semakin mendapat tempat. Ia menjawab kebutuhan untuk tetap menikmati keindahan alam tanpa mengorbankan kelestariannya.Â
Contoh Nyata Ekowisata
Beberapa destinasi ekowisata yang telah berkembang di Indonesia menjadi contoh bagaimana pariwisata dapat berjalan seiring dengan pelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat.Â
Misalnya, Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, yang menjadi rumah bagi spesies langka komodo dan ekosistem laut yang kaya.Â
Selain menawarkan pengalaman melihat hewan purba secara langsung, kawasan ini juga dikelola dengan pendekatan konservatif agar tidak terjadi overkapasitas kunjungan yang merusak habitat alami.
Kemudian ada Desa Wisata Nglanggeran di Gunungkidul, Yogyakarta. Dulu dikenal sebagai kawasan perbukitan yang tandus, kini Nglanggeran menjelma menjadi desa ekowisata yang sukses melalui pengelolaan berbasis komunitas.Â
"Desa Wisata Nglanggeran dapat dikatakan saat ini telah berhasil mengembangkan sebuah desa wisata dengan konsep ekowisata. Desa Wisata Nglanggeran telah melalui proses pengembangan pariwisata yang cukup panjang, perencanaan Desa Wisata Nglanggeran dimulai pada tahun 2008." (sumber: masterplandesa.com)
Di ujung barat Indonesia, Taman Nasional Way Kambas di Lampung juga menjadi destinasi unggulan ekowisata. Kawasan ini dikenal sebagai pusat konservasi gajah sumatra.Â
Pengunjung tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga bisa menyaksikan langsung proses penyelamatan dan pelatihan gajah oleh para penjaga hutan.Â
Kegiatan ini turut membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar dan meningkatkan kesadaran konservasi di kalangan wisatawan.
Tantangan dan Harapan
Meski menjanjikan, ekowisata juga menghadapi tantangan. Pengelolaan yang tidak konsisten, lemahnya regulasi, serta kurangnya edukasi kepada wisatawan dan pelaku wisata lokal sering kali menjadi hambatan utama.Â
Tak jarang, tempat yang mengklaim diri sebagai destinasi ekowisata ternyata justru melakukan praktik yang bertolak belakang mulai dari pembangunan masif yang merusak ekosistem hingga eksploitasi budaya lokal demi kepentingan komersial.
Selain itu, belum semua daerah memiliki pemahaman dan sumber daya yang memadai untuk mengembangkan ekowisata secara berkelanjutan.Â
Tantangan lainnya adalah menjaga keseimbangan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dan upaya pelestarian lingkungan. Ketika jumlah kunjungan meningkat drastis, tekanan terhadap alam juga ikut bertambah.Â
Tanpa perencanaan yang matang, kegiatan wisata bisa berubah menjadi beban bagi lingkungan yang sebelumnya ingin dilestarikan.
Sebagai kesimpulan, ekowisata hadir sebagai solusi dan harapan di tengah krisis lingkungan yang kita hadapi.Â
Dengan memilih ekowisata, kita tidak hanya mendapatkan pengalaman berwisata yang menyenangkan dan bermakna, tetapi juga turut ambil bagian dalam menjaga alam serta memberdayakan masyarakat lokal.Â
Ini adalah bentuk kontribusi nyata yang bisa dilakukan siapa pun bahwa setiap pilihan, termasuk cara kita berlibur, dapat membawa dampak positif bagi bumi.
Lebih dari sekadar tren, ekowisata mencerminkan perubahan cara pandang terhadap alam dan perjalanan. Ia mengajarkan bahwa menikmati keindahan alam tidak harus merusaknya.Â
Justru sebaliknya, semakin kita terhubung dengan alam, semakin besar pula tanggung jawab kita untuk melindunginya.
Jadi, saat merencanakan liburan berikutnya, mari bertanya pada diri sendiri: apakah perjalanan ini akan memberi manfaat, atau justru menambah beban bagi bumi?Â
Dengan memilih ekowisata, kita bisa memastikan bahwa jejak yang kita tinggalkan adalah jejak kebaikan bagi lingkungan, budaya, dan generasi mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI