Semakin banyak orang yang menyadari bahwa bumi kita berada dalam kondisi genting.Â
Perubahan iklim yang kian ekstrem, kebakaran hutan yang makin sering terjadi, hingga punahnya berbagai spesies menjadi alarm keras bahwa kita tak bisa lagi bersikap acuh.Â
Kesadaran ini mendorong perubahan gaya hidup, termasuk dalam hal bepergian dan berwisata.
Kini, wisatawan tidak hanya mencari keindahan dan kenyamanan, tetapi juga mempertimbangkan dampak dari setiap perjalanan yang mereka lakukan.Â
Mereka mulai bertanya: apakah tempat yang dikunjungi dikelola secara berkelanjutan? Apakah masyarakat lokal mendapatkan manfaat? Apakah perjalanan ini meninggalkan jejak karbon yang besar?
Dalam konteks inilah ekowisata semakin mendapat tempat. Ia menjawab kebutuhan untuk tetap menikmati keindahan alam tanpa mengorbankan kelestariannya.Â
Contoh Nyata Ekowisata
Beberapa destinasi ekowisata yang telah berkembang di Indonesia menjadi contoh bagaimana pariwisata dapat berjalan seiring dengan pelestarian alam dan pemberdayaan masyarakat.Â
Misalnya, Taman Nasional Komodo di Nusa Tenggara Timur, yang menjadi rumah bagi spesies langka komodo dan ekosistem laut yang kaya.Â
Selain menawarkan pengalaman melihat hewan purba secara langsung, kawasan ini juga dikelola dengan pendekatan konservatif agar tidak terjadi overkapasitas kunjungan yang merusak habitat alami.
Kemudian ada Desa Wisata Nglanggeran di Gunungkidul, Yogyakarta. Dulu dikenal sebagai kawasan perbukitan yang tandus, kini Nglanggeran menjelma menjadi desa ekowisata yang sukses melalui pengelolaan berbasis komunitas.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!