Salah satu keindahan Ramadan adalah semangat berbagi. Di tengah kesulitan ekonomi, kita mungkin berpikir bahwa berbagi menjadi hal yang sulit dilakukan.Â
Bagaimana mungkin membantu orang lain jika untuk memenuhi kebutuhan sendiri saja terasa berat? Namun, berbagi tidak selalu harus dalam bentuk materi atau uang.Â
Sering kali, kita lupa bahwa sekadar memberi perhatian, mendukung orang lain dengan doa, atau membantu dengan tenaga dan waktu juga merupakan bentuk sedekah yang bernilai besar.Â
Bahkan, senyum yang tulus kepada sesama pun dianggap sebagai amal baik dalam Islam. Di saat banyak orang mengalami kesulitan, berbagi bisa dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dan sesuai kemampuan.Â
Misalnya, jika tidak bisa memberikan makanan dalam jumlah besar, kita bisa berbagi dengan porsi kecil, sekadar membagikan kurma atau air putih kepada orang yang membutuhkan.Â
Jika tidak bisa bersedekah dalam bentuk uang, mungkin kita bisa menawarkan bantuan lain, seperti membantu tetangga yang kesulitan atau sekadar menemani mereka yang membutuhkan dukungan emosional.
Menemukan Ketenangan di Tengah Keterbatasan
Jadi, masihkah kita bisa menikmati Ramadan dengan tenang saat semua serba mahal? Jawabannya bergantung pada bagaimana kita melihat situasi ini.Â
Jika kita terus terjebak dalam kecemasan dan membandingkan Ramadan tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya yang mungkin lebih lapang, maka kesulitan ekonomi akan terasa semakin membebani.Â
Namun, jika kita memilih untuk melihatnya sebagai kesempatan untuk kembali kepada esensi Ramadan yang sesungguhnya kesederhanaan, kesabaran, dan rasa syukur maka kita masih bisa menemukan ketenangan meskipun dalam keterbatasan.
Ramadan bukan tentang seberapa banyak makanan yang tersaji, seberapa mewah pakaian yang dikenakan, atau seberapa banyak yang bisa dibeli. Ramadan adalah tentang bagaimana kita mengendalikan diri, meningkatkan ketakwaan, dan lebih peduli terhadap sesama.Â