Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Semua Serba Mahal, Masihkah Kita Bisa Menikmati Ramadan dengan Tenang?

14 Maret 2025   16:00 Diperbarui: 14 Maret 2025   13:40 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sisi lain, gangguan rantai pasokan dan faktor ekonomi global juga turut berkontribusi terhadap mahalnya harga barang. Bagi sebagian orang, kenaikan ini mungkin tidak terlalu berpengaruh. 

Namun, bagi mereka yang hidup dengan penghasilan pas-pasan, kondisi ini bisa menjadi pukulan berat yang membuat Ramadan terasa lebih sulit.

Akibatnya, banyak keluarga terpaksa mengubah pola konsumsi mereka. Jika biasanya bisa membeli lauk pauk yang lebih beragam, kini mereka harus memilih menu yang lebih sederhana. 

Jika dulu berbuka dengan berbagai jenis takjil, sekarang harus puas dengan apa yang ada. Bahkan, ada yang harus mengurangi porsi makan agar kebutuhan bisa bertahan hingga akhir bulan.

Mendefinisikan Kembali Kebahagiaan di Bulan Ramadan

Sering kali, kita mengaitkan kebahagiaan Ramadan dengan kemewahan: meja makan yang penuh dengan hidangan lezat, baju baru untuk Idulfitri, hingga kebiasaan belanja besar-besaran seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari bulan suci ini. 

Tradisi ini telah begitu melekat dalam budaya masyarakat, seakan-akan Ramadan tidak akan terasa lengkap tanpa segala kemewahan tersebut.

Namun, ketika keadaan ekonomi semakin sulit dan harga-harga terus melambung, kita mulai dihadapkan pada kenyataan bahwa kebahagiaan Ramadan tidak harus selalu datang dari hal-hal yang bersifat material. 

Banyak keluarga yang kini tidak lagi bisa membeli berbagai jenis makanan untuk berbuka, apalagi menyiapkan anggaran khusus untuk baju baru atau perayaan lainnya.

Di sinilah kita perlu bertanya kembali: apakah kebahagiaan Ramadan benar-benar bergantung pada kemewahan? Ataukah selama ini kita hanya terjebak dalam pola pikir konsumtif yang terbentuk oleh kebiasaan dan tekanan sosial?

Berbagi di Tengah Kesulitan: Kunci Ramadan yang Lebih Bermakna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun