Sejak bergulirnya Dana Desa pada tahun 2015, desa-desa di seluruh Indonesia mendapatkan kucuran dana yang tidak sedikit. Pemerintah mengalokasikan anggaran ini dengan tujuan mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta mendorong kemandirian desa.Â
Program ini diharapkan mampu mengurangi kesenjangan antara desa dan kota serta membuka lebih banyak peluang ekonomi bagi warga desa. Namun, di balik manfaat besar yang ditawarkan, keberadaan Dana Desa juga memunculkan berbagai persoalan.Â
Tidak hanya terkait efektivitas penggunaannya, tetapi juga soal gairah politik di tingkat desa, terutama dalam konteks masa jabatan kepala desa. Seiring bertambahnya jumlah dana yang dikelola, muncul dorongan dari sejumlah kepala desa untuk memperpanjang masa jabatan mereka.
Fenomena ini memicu perdebatan: Apakah perpanjangan masa jabatan kepala desa benar-benar demi pembangunan, atau justru karena godaan mengelola anggaran yang besar?
Dana Desa: Berkah atau Godaan?
Dalam satu dekade terakhir, Dana Desa terus meningkat, dengan total mencapai ratusan triliun rupiah. Setiap tahunnya, pemerintah mengalokasikan anggaran yang semakin besar untuk mempercepat pembangunan di tingkat desa.Â
Pada awal pelaksanaannya di tahun 2015, Dana Desa yang dikucurkan mencapai Rp20,7 triliun, dan angka ini terus bertambah hingga menembus lebih dari Rp70 triliun per tahun dalam beberapa tahun terakhir. Dengan jumlah sebesar itu, Dana Desa telah membantu membangun ribuan kilometer jalan desa, jembatan, irigasi, serta berbagai fasilitas umum lainnya.Â
Selain itu, program ini juga digunakan untuk mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat, seperti bantuan modal bagi usaha mikro, pelatihan keterampilan, serta pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Namun, di balik dampak positif tersebut, muncul berbagai persoalan yang tidak bisa diabaikan. Kasus penyalahgunaan Dana Desa semakin banyak terjadi, dengan ratusan kepala desa tersangkut dugaan korupsi, manipulasi anggaran, hingga proyek fiktif.Â
Transparansi dan pengawasan yang masih lemah di beberapa daerah membuat dana yang seharusnya untuk kepentingan rakyat justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.