Mohon tunggu...
Muhammad Dahron
Muhammad Dahron Mohon Tunggu... Penulis

Saya menjadi penulis sejak tahun 2019, pernah bekerja sebagai freelancer penulis artikel di berbagai platform online, saya lulusan S1 Teknik Informatika di Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Tahun 2012.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menjilat demi Jabatan: Etika atau Manipulasi?

19 Februari 2025   12:00 Diperbarui: 19 Februari 2025   11:40 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjilat demi Jabatan (sumber gambar: demokrasi.co.id)

Dalam dunia kerja, politik, bahkan kehidupan sosial, fenomena "menjilat" bukanlah hal baru. Praktik ini telah ada sejak lama, mulai dari istana kerajaan hingga ruang rapat perusahaan modern. 

Dari pegawai yang selalu memuji bos tanpa alasan jelas hingga politisi yang membenarkan semua kebijakan pemimpinnya demi kepentingan pribadi menjilat sering kali dianggap sebagai strategi untuk memperoleh kekuasaan, jabatan, atau perlakuan istimewa.

Namun, di balik itu semua, muncul pertanyaan penting: apakah menjilat merupakan bentuk loyalitas yang sah atau justru manipulasi terselubung? Apakah ini sekadar cara untuk bertahan dalam lingkungan yang kompetitif, atau malah menjadi racun yang merusak integritas dan profesionalisme? 

Mengapa Orang Menjilat?

Menjilat atau mencari muka sering kali dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan, baik dalam bentuk jabatan, fasilitas, maupun perlindungan dari atasan. 

Dalam lingkungan yang kompetitif, seseorang mungkin merasa perlu menunjukkan loyalitas berlebihan, bahkan jika itu berarti memuji tanpa alasan, membenarkan kesalahan atasan, atau menjatuhkan rekan kerja demi posisi yang lebih baik.

Bagi sebagian orang, menjilat dianggap sebagai strategi yang efektif untuk mendekati kekuasaan. Mereka percaya bahwa dengan selalu menyenangkan atasan atau figur berpengaruh, peluang mereka untuk naik jabatan atau mendapatkan keuntungan lainnya akan lebih besar. 

Sikap ini sering kali didorong oleh sistem yang lebih menghargai kedekatan personal daripada kompetensi dan prestasi nyata. Di sisi lain, ada juga yang menjilat karena merasa tidak punya pilihan. 

Mereka mungkin takut kehilangan pekerjaan atau merasa tidak cukup kompeten untuk bersaing secara sehat. Dalam situasi seperti ini, menjilat menjadi semacam "jalan pintas" untuk mencapai stabilitas karier. 

Sayangnya, perilaku semacam ini bisa menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, di mana keputusan lebih banyak dipengaruhi oleh hubungan personal daripada profesionalisme dan kinerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun