Mohon tunggu...
Muhammad Ayub Abdullah
Muhammad Ayub Abdullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IIQ An-Nur Yogyakarta - Prodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Menulis adalah keabadian

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Agama dan Sains, Mana Lebih Penting?

7 April 2022   01:17 Diperbarui: 7 April 2022   04:15 1602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar:  oneboyariyanta.blogspot.com

Hingga dewasa ini, kita masih sering diberi pertanyaan "Manakah yang lebih penting, ilmu Agama atau ilmu Sains?". Orang-orang yang berpaham Spiritualisme pasti akan menjawab bahwa ilmu agama lebih penting dibanding ilmu sains, sebab ilmu sains adalah ilmu dunia yang sifatnya terbatas. Sebaliknya, orang yang berpaham Materialisme juga pasti akan menjawab bahwa ilmu sains lebih penting dibanding ilmu agama, sebab ilmu agama banyak memuat hal-hal yang bagi mereka tidak logis.

Melihat perdebatan yang lumayan sengit ini, cukup memberi ruang bagi kita untuk terpantik dalam sebuah diskusi. Kita dituntut untuk memecahkan permasalahan dan mencari bagaimana solusinya. Muncullah berbagai pertanyaan, salah satunya adalah "apakah Agama dan Sains tidak dapat bersatu?".

Soal Kausalitas (Sebab-Akibat)

            Hukum Kausalitas dibangun oleh hubungan antara suatu kejadian (sebab) dengan kejadian kedua (akibat). Hukum Kausalitas inilah yang menjadi asumsi dasar dari ilmu Sains. Dalam metode ilmiah, ilmuan merancang eksperimen untuk menentukan kausalitas dari kehidupan nyata yang bertujuan untuk menguji kebenaran dari sebuah hipotesis. Terkadang hal ini lah yang menjadi pembanding antara dunia Agama dengan dunia Sains.

            Dalam rumusan sebab, Donald Campbell mengatakan bahwa sebuah akibat/konsekuensi itu ditimbulkan oleh sejumlah penyebab/anteseden.  Berlangsungnya sebuah anteseden tadi adalah sebuah keharusan untuk menghasilkan, yaitu pasti diikuti oleh konsekuensi. Secara sederhananya seperti ini, X adalah sebuah peristiwa atau kejadian, sedangkan gejala Y adalah sebuah akibat/konsekuensinya. Bila kita menggunakan hukum Kausalitas, kapanpun peristiwa/kejadian X itu terjadi, maka peristiwa/kejadian Y pasti juga terjadi, begitupun sebaliknya.

            Kita ambil sebuah contoh hukum Kausalitas dari kehidupan sehari-hari kita. "Lampu menyala karena dialiri aliran listrik". Dengan hukum Kausalitas, berdasarkan peristiwa/kejadian tersebut, tentunya kita dapat menyimpulkan bahwa lampu akan menyala jika ada aliran listrik atau lampu tidak akan menyala jika tidak dialiri oleh aliran listrik. Hukum Kausalitas menjelaskan bahwa ada sebab dan akibat dari peristiwa/kejadian tersebut. Aliran listri menjadi sebab dari menyalanya sebuah lampu.

            Namun, bagaimana dengan ilmu Agama? Apakah hukum Kausalitas juga menjadi asumsi dasar dari ilmu Agama? Jawabannya tidak. Terkadang hukum sebab-akibat tidak berlaku dalam peristiwa/kejadian yang berkaitan dengan agama. Lebih lanjut kita akan membahas tentang hal itu.

1. Ada Sebab Tanpa Akibat

            Seperti yang telah kita pahami sebelumnya, bahwa "sebab" adalah suatu peristiwa/kejadian yang membuat suatu "akibat" itu terjadi. Namun, dalam peristiwa/kejadian agama ada peristiwa/kejadian yang terjadi tanpa diikuti oleh akibat. Contohnya seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surah Al-Anbiya' ayat ke 69 :

Kami (Allah) berfirman, "Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun