Mohon tunggu...
Muhammad Aufa Akmal
Muhammad Aufa Akmal Mohon Tunggu... Guru - Guru Sejarah

Suka main bola

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

(Beda) Muhammadiyah dan Wahabbi

11 Agustus 2023   13:37 Diperbarui: 11 Agustus 2023   13:41 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia bahkan dunia. Muhammadiyah telah banyak memiliki anggota dan amal usaha yang telah tersebar di seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Muhammadiyah telah tersebar di seluruh Indonesia bahkan mancanegara. Muhammadiyah telah memiliki Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) di seluruh 33 Provinsi di Indonesia. Memiliki banyak sekali Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) di berbagai Kota di Indonesia. Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) telah memiliki 3.221 cabang di berbagai Kecamatan di setiap kota dan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM), 8.107 ranting di banyak kelurahan ( Sejarah Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting, 2010).

Muhammadiyah kemudian telah dikenal luas sebagai gerakan modernisasi/pembaharuan Islam. Beberapa sejarawan baik dalam negeri maupun luar negeri mengkategorikan Muhammadiyah sebagai gerakan modernisme Islam. Beberapa penulis tersebut seperti Deliar Noer, Haedar Nashir, dan James L. Peacock. Deliar Noer mengkategorikan Muhammadiyah sebagai gerakan modernisme Islam. Muhammadiyah dapat dikatakan trendsetter dan dapat diibaratkan sebagai lokomotif penarik gerbong gerakan reformis Indonesia (Noer, 1980). Haedar Nashir menyebut Muhammadiyah dalam menyebarluaskan atau melakukan dakwah Islam pun tidak lepas dari spirit pembaruan. Terobosan yang dilakukan Muhammadiyah generasi awal ialah dakwah tidak sekadar secara lisan atau tabligh (dakwah bi lisan al-maqal atau dakwah bi-lisan) tetapi dalam dakwah dengan tindakan atau perbuatan (dakwah bi lisan al-hal atau dakwah bil-hal) yang diwujudkan dalam gerakan Al-Ma'un untuk penyantunan dan pelayanan kaum miskin, pendidikan, penyantunan dan pelayanan kaum miskin, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan pemberdayaan masyarakat (Nashir, 2016).

Meskipun telah menyumbang banyak sekali kontribusi Muhammadiyah untuk Indonesia, tidak jarang serangan atau bahkan hujatan yang dialamatkan terhadap Muhammadiyah. Hal ini terjadi di berbagai wilayah yang telah berdiri Muhammadiyah baik di tingkatan cabang, daerah, maupun wilayah. Beberapa dari mereka memiliki dinamika yang cukup rumit pada perkembangannya.

Sebagai contoh Muhammadiyah cabang Jakarta juga menjalankan tabligh dan pengajian di kampung-kampung di Jakarta. Namun, sekali lagi sama seperti cabang Muhammadiyah yang telah berdiri sebelumnya juga, Muhammadiyah cabang Jakarta tidak mudah diterima oleh masyarakat karena dianggap sebagai gerakan/paham Wahabi. Bahkan tuduhan semacam ini terus diterima oleh Muhammadiyah hingga hari ini (PWM DKI Jakarta, 1986).

Gerakan "Wahabi", seperti yang disebutkan kebanyakan orang, pada dasarnya merupakan gerakan yang didasarkan pada pemikiran dan ajaran Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab (1703--1787). Ia adalah seorang ulama besar atau bahkan dapat disebut sebagai salah satu ideolog gerakan dalam Islam yang sangat besar dan berpengaruh di dunia. Salah satu kitab tulisannya yang sangat lekat dengan dirinya adalah kitab at-Tauhid yang masih banyak dikaji oleh para pengikutnya atau pemikir Islam yang bukan pengikutnya. Inti gerakan Wahabi ini pada dasarnya adalah "gerakan pemurnian Islam" (Nashir, 2013). Yang menjadi kiblat dari ajaran gerakan Wahabi ini adalah mazhab Hanbali dan dan ajaran Ibnu Taimiyyah. Prinsip-prinsip dasar ajaran Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab ada 7, Pertama, ketuhanan yang maha Esa dan mutlak. Kedua, kembali kepada ajaran Islam yang sejati, seperti termaktub Al-Qur'an dan Hadis. Ketiga, tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan tindakan, seperti shalat dan beramal. Keempat, percaya bahwa Al-Qur'an itu bukan ciptaan manusia. Kelima, percaya bahwa Al-Qur'an dan Hadis. Keenam, mengutuk segenap pandangan dan tindakan yang tidak benar. Ketujuh, mendirikan negara Islam yang berdasarkan hukum Islam secara eksklusif (Umamah, 2011).

Gerakan Wahabi ini telah menjadi besar dan bahkan bercokol di Arab Saudi. Hal tersebut tentunya tidak lepas dari sejarah yang ada di belakangnya. Setelah kematian ayahnya, Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab pada 1740 merasa semakin bebas untuk menyampaikan dakwahnya yang keras di daerah Uyainah hingga membuatnya ia diusir dari daerah tersebut. Kemudian, Ia disambut oleh penguasa daerah Dar'iyyah, yaitu Muhammad Ibn Sa'ud. Setelah itu, mereka membuat kesepakatan, bersumpah saling mendukung, untuk menyebarkan paham keagaaman Ibn ' Abd al-Wahhab di satu pihak dan untuk meneguhkan serta memperluas kekuasaan Ibn Sa'ud di pihak yang lain. Hingga pada akhirnya kerjasama tersebut menghasilkan kekuasaan baru di semenanjung Arab Saudi. Kolaborasi tersebut akhirnya membentuk dan menjadi peletak dasar bagi pemerintahan baru Arab Saudi yang bercorak Wahabiyah.

Gerakan ini dianggap berbahaya dan banyak dituding sebagai gerakan yang mendasari aksi-aksi terorisme di berbagai belahan dunia. Selain itu, gerakan ini juga banyak juga tidak diterima oleh kelompok Islam lainnya. Ada hal yang mendasari kenapa terjadi penolakan terhadap Wahabi, yaitu gerakan ini bukan hanya berupaya menegakan tauhid murni sesuai dengan keyakinan dan pemahamannya, sekaligus melakukan pemberantasan terhadap praktik syirik dan bid'ah (Nashir, 2013). 

Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab menyeru untuk kembali kepada pemahaman dan pengamalan agama secara murni seperti yang dipraktekan oleh para sahabat Rasulullah. Beliau mengajarkan tauhid yang sangat kaku, pengagungan dan ketaatan total kepada Allah, mengecam bid'ah, khurafat, dan tawassul, bahkan menganggapnya sebagai perbuatan syirik dan harus dibasmi. Beliau secara terang-terangan memberi izin para pengikutnya yang taat untuk membunuh anggota masyarakat yang dia anggap sesat yang tidak mau bertaubat setelah diperingatkan sebanyak tiga kali (Abubakar, 2013). Bahkan Menurut Esposito dalam Nashir (2013), Wahabi melakukan penghancuran beberapa kuburan, bangunan, dan benda yang sering dikeramatkan sebagai upaya untuk mencegah orang Islam terjerumus dalam kemusyrikan, hal ini bukan hanya terjadi di Arab Saudi melainkan sampai ke wilayah Irak di Karbala, sehingga menimbulkan konflik dengan kaum syiah.

Atas dasar hal di atas lah banyak umat Islam di Indonesia yang menolak paham Wahabi. Hal ini dikarenakan pahamnya yang sangat bersifat sangat keras terhadap takhayul, bid'ah, dan khurafat yang tidak jarang menimbulkan konflik di dalam tubuh umat Islam. Doktrin Wahabi sangat bertentangan dengan wajah Islam di Indonesia yang berakulturasi dengan budaya lokal.

Tuduhan Wahabi terhadap Muhammadiyah sebenarnya memang cukup beralasan karena sama-sama gerakan pemurnian Islam dan sama-sama menganut paham Salafiyah yang memandang Islam paling murni adalah Islam yang dipraktikkan kaum Salaf yakni para sahabat Nabi dan thabi'in. Namun, jalan yang ditempuh dalam pemurniaan antara Muhammadiyah dan Wahabi sangat berbeda. Wahabi dibawah pimpinan Muhammad ibn 'Abd al-Wahhab tidak segan menggunakan kekerasan. Sedangkan, Muhammadiyah menempuh dakwah melalui jalan yang lebih damai. Kemudian jika ditelaah sedikit lebih dalam saja, terletak banyak perbedaan antara Wahabi dan Muhammadiyah. Selain itu secara historis tidak ada ikatan antara Wahabi dan Muhammadiyah.

Terdapat beberapa perbedaan antara Muhammadiyah dengan Wahabi (Danarto, 2020). Perbedaan tersebut antara lain :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun