Mohon tunggu...
Muhammad Armin
Muhammad Armin Mohon Tunggu... Perencana Keuangan - Anggota Komisi Pengawal RPJMD Sulawesi Barat

Without strong visionary leadership, no strategy will be executed effectively.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sulawesi Barat - Diam atau Mati Suri (Sesi 1)

16 Juni 2019   19:32 Diperbarui: 16 Juni 2019   19:33 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SULAWESI BARAT
Diam atau Mati Suri (Sesi 1)
Muhammad Armin -- Anggota Komisi Pengawal RPJMD Sulawesi Barat

Adalah merupakan satu keniscayaan bahwa lahirnya sebuah  peradaban besar tidak terlepas dari peran seluruh stakeholder dalam membentuk sebuah paradigma berpikir dan bertindak. Dalam tatanan kemasyarakatan harmoni berkeadilan, Berpikir dan bertindak adalah satu kesatuan yang menjadi salah satu alas dasar lahirnya Kesejahteraan. Terdapat 3 (tiga) aspek kinerja kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah selain Kesejahteraan, yaitu Pelayanan Umum dan Daya Saing Daerah.

Pemerintah hasil dari demokrasi electoral, dituntut untuk menjalankan ketiga kinerja kunci diatas sebagaimana Permendagri nomor 86 tahun 2017. Masyarakat yang telah menyerahkan hak konstitusi melalui proses electoral tentu berharap lebih dari sekedar kegiatan yang hanya berakhir pada level output. Demokrasi di ranah politik, dan pelayanan public di ranah administrasi public, bekerja di dua ranah yang berbeda dan terpisah mengakibatkan kita terjebak dalam demokrasi electoral. Yaitu demokrasi yang terpusat pada pemilihan untuk mengorganisir kekuasaan melalui proses kontestasi politisi dan mobilisasi partisipasi rakyat.

Dalam elektokrasi, politik berpindah dari tangan masyarakat ke tangan politisi. Pada saat yang sama, pelayanan publik sudah bukan lagi menjadi ranah masyarakat, melainkan dikuasai oleh birokrat. Sengaja menjauhkan pelayanan publik dari ranah politik dan demokrasi agar penyelenggaraan pelayanan publik bersifat netral, objektif dan steril dari intervensi politik, demikiankah adanya? Menjawab itu tentu sepintas bisa didasarkan pada data-data indikator pembangunan terhadap ketiga aspek kunci penyelenggaraan pemerintah (Kesejahteraan, Pelayanan, dan Daya Saing).

Sulawesi Barat yang sebentar lagi akan beranjak pada usia 15 tahun, yang dalam perjalanannya memasuki tahun ketiga untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2005-2025. RPJMD yang disusun berpedoman pada RPJPD, RTRW, dan RPJMN, sebagaimana amanat Permendagri nomor 86 tahun 2017, sepatutnya memiliki koherensi antar dokumen dalam mendukung keberhasilan Arah kebijakan dan pembangunan dari RPJPD.

Gambaran umum dan kondisi daerah serta isu-isu strategis misalnya dalam RPJMD yang selaras dan terjabarkan dari Arah Pembangunan Daerah dalam RPJPD, tentunya kita akan melihat dokumen terkorelasi jika terfaktualkan dalam program dan kegiatan setiap tahunnya melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Koherensi dokumen perencanaan dalam penilaian Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP/SAKIP) diganjar dengan nilai 30%. Sehingga dapat dibayangkan mengapa angka LHE-AKIP kita bisa 'jeblok'/ setia bertengger di predikat CC (Cukup Cekian/ meminjam istilah dari Kemenpan-RB). Sementara Akuntabilitas adalah sebuah penilaian besar instansi Pemerintah dalam melaksanakan tanggungjawab electoral serta dalam menjalankan amanah sebagai pemangku tiga aspek kunci penyelenggaraan pemerintahan daerah (Kesejahteraan, Pelayanan Umum dan Daya Saing Daerahnya).

Menggaungkan dan menjabarkan Akuntabilitas adalah sebuah tuntutan pemerintahan saat ini, apalagi Presiden Joko Widodo sudah menekankan implementasi money follows program. Presiden mengatakan tidak mau mengulang terus lagu lama, perencanaan dan penganggaran yang tidak rampung, tidak sinkron antara rencana dan implementasi anggaran, seolah-olah ada dua rezim, rezim perencanaan dan rezim penganggaran. 

Filosofi dari Akuntabilitas menyebutkan bahwa ia adalah perwujudan ukuran tanggungjawab moril pemerintah, pejabat pemerintah  terhadap rakyatnya atas hasil pembangunan yg dicapainya. Nah, Jika ukuran ini tidak ada, dengan justifikasi apa (kita) bahwa sudah bekerja untuk membangun daerah & masyarakat.

Sebagai contoh awal, Kabupaten Majene misalnya yang dalam konsesnsus Pembentukan Provinsi Sulawesi Barat diarahkan sebagai Pusat Pengembangan Pendidikan pada semua level Pendidikan, sebagaimana termuat dalam Bab V Arah Pembangunan Daerah  RPJPD Sulbar 2005-2025, namun apakah terjabarkan dan selaras dengan supporting pada dokumen perencaan dan penganggaran serta pengedalian pembangunan lainnya? Ddalam Bahasa lain, sudah terarah kemana dalam RPJMD ketiga 2017-2022, dalam intervensi kebijakan dan anggaran setiap tahunnya?

Bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun