Mohon tunggu...
anshari shidqi (434241075)
anshari shidqi (434241075) Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Airlangga

Seorang Mahasiswa Unair Jurusan Teknik Informatika

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah K.H. Agus Salim

1 Oktober 2024   20:32 Diperbarui: 1 Oktober 2024   20:52 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Muhammad Anshari Shidqi

NIM : 434241075

PDB : 48

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar negara Indonesia. Lahirnya dasar negara ini tak lepas dari peran Panitia Sembilan yang merupakan tim khusus dari BPUPKI. Panitia Sembilan berisikan tokoh-tokoh hebat dan bersejarah Indonesia yang merupakan kaum cendekiawan, salah satunya adalah K.H. Agus Salim. Ia merupakan sosok yang dikenal ahli dalam diplomasi memperjuangkan kedaulatan Indonesia dimata Internasional, baik sebelum Indonesia merdeka maupun sesudah Indonesia merdeka. Tak heran bila pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Indonesia kepada Haji Agus Salim.

K.H. Agus Salim lahir dengan nama Mashudul Haq yang memiliki arti “Pembela Kebenaran”. Ia dilahirkan di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat pada tanggal 8 Oktober 1884 atau 61 tahun sebelum Kemerdekaan Indonesia. K.H Agus Salim lahir dari kalangan keluarga pegawai pemerintah Belanda. Sutan Mohammad Salim merupakan ayah dari K.H. Agus salim yang merupakan seorang bumiputra yang memiliki jabatan cukup tinggi dan Siti Zaenah ibunya merupakan keluarga yang terpandang. Hal inilah yang membuat K.H Agus Salim dapat menempuh pendidikan yang sangat luas. Nama Gus Salim berasal dari pengasuhnya yang berasal dari suku Jawa yang selalu memanggil anak asuhannya dengan sebutan "Gus" yang berarti anak yang bagus. Dan ternyata nama panggilan itu menjadi populer di sekolahnya, sedangkan Salim berasal dari nama Sang Ayah.

Menjadi anak seorang bumiputra membuat Agus Salim mudah dalam mendapatkan pendidikan. Saat ia mulai memasuki usia sekolah, Agus Salim menempuh pendidikan dasarnya di Europeesche Lagere School (ELS) yang merupakan sekolah khusus Belanda. Agus Salim kecil merupakan anak sangat rajin dalam belajar baik disekolah maupun di tempat pengajian, di saat pagi harinya ia mengikuti pelajaran di sekolah sedangkan malam harinya sebagaimana anak-anak kampung lain ia pun giat belajar tentang agama Islam di surau, walaupun ia adalah anak “priyayi” hal-hal tersebut membuatnya tidak terlepas dari lingkungannya.

Agus Salim kecil sangat gemar sekali membaca buku terutama buku yang berisi pengetahuan, hal ini sangat tidak mengherankan kalau kelak di saat dewasa Agus Salim memiliki pengetahuan yang sangat luas, yang sangat berguna untuk dirinya juga kemerdekaan Indonesia. Setelah tamat dari ELS dengan hasil yang baik ia berkeinginan untuk melanjutkan studi menuju jenjang lebih tinggi dari sebelumnya. Keinginannya tersebut disambut baik oleh kedua orang tuanya yang kemudian mengirimkannya ke Batavia (Jakarta) untuk masuk ke sekolah menengah Hogere Burger School (HBS) selama lima tahun. Hal ini dikarenakan pada saat itu di Bukittinggi belum memiliki sekolah menengah seperti HBS. Perpisahan dengan orang tuanya menuju ke Batavia itu merupakan perjalanan pertama dalam rangkaian perantauan Agus Salim. Selama menempuh pendidikan di Batavia hasil belajar Agus Salim tidak mengecewakan, ia berhasil menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing. Pada 1903 di saat waktu ujian akhir ia mendapatkan nilai yang sangat bagus dengan predikat lulusan terbaik di tiga kota, yakni Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Hal tersebut sangat menarik banyak perhatian sehingga para gurunya mengusahakan beasiswa bagi Agus Salim guna melanjutkan pendidikannya ke sekolah kedokteran yaitu School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia). Namun usaha terpuji tersebut harus mengalami kegagalan karena permohonannya tersebut ditolak oleh pemerintah Hindia Belanda. Akan tetapi kecerdasan dari Agus Salim tersebut menarik perhatian dari Raden Ajeng Kartini yang mendapat tawaran beasiswa dari pemerintah Hindia Belanda untuk melanjutkan studi ke Nederland (Negeri Belanda). Sebuah cuplikan dari surat Kartini ke Ny. Abendanon, istri pejabat yang menentukan pemberian beasiswa pemerintah pada Kartini:

-Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia dikarunia bahagia. Anak muda itu namanya Salim, dia anak Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti ujian penghabisan sekolah menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS! Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan.-          
Surat Raden Ajeng Kartini tertanggal 24 Juli 1903.

R.A Kartini meminta agar Agus Salim menggantikan dirinya untuk studi di Nederland, sebab ia tidak mungkin mengingat bahwa dia sudah sampai pada tarap hidup berumah tangga dan adat Jawa yang tak memungkinkan seorang putri bersekolah tinggi maka dikemukakan saran agar beasiswa itu diberikan kepada pelajar yang berprestasi cemerlang yaitu Agus Salim. Tetapi Agus Salim menolaknya karena ia berpendirian bahwa kalau pemerintah Belanda mengirimkannya ke Nederland merupakan desakan dari Kartini dan bukan karena niat baik pemerintah Belanda sendiri, maka lebih baik dirinya tidak berangkat ke Nederland. Dari peristiwa tersebut kita dapat melihat bahwa Agus Salim memiliki kepribadian yang sangat teguh. Selama bersekolah dan bergaul dengan teman-temannya, Agus Salim menunjukkan sifat-sifat yang baik, otak yang cerdas, pandangan yang luas serta kemauan yang keras juga teguh pada pendirian. Sifat-sifat inilah yang kemudian mendasarinya menjadi seorang pemimpin berbakat dan berpengetahuan luas. Walau berperawakan kecil namun ia suka berolahraga yang di mana berolahraga merupakan salah satu sarana untuk menumbukan sifat sportif, berani serta menyingkirkan rasa rendah diri.

Setelah menyelesaikan sekolahnya di HBS dan memilih untuk menolak beasiswa yang direkomendasikan Kartini kepada dirinya, Agus Salim lebih memilih untuk bekerja. Dengan kemampuan bahasa yang dimilikinya ia dengan sudah diterima sebagai tenaga penerjemah di Batavia (Jakarta). Ia menterjemahkan naskah dari bahasa Asing dalam bahasa Melayu akan tetapi pekerjaan ini dilakuan tidak lama, sebab ia pindah ke Riau dan menjadi seorang pembantu notaris. 

Namun, ia merasa tidak nyaman dengan kondisi sosial dan politik di Indonesia, sehingga memutuskan terjun ke dunia politik. Pada tahun 1912, ia menjadi anggota Sarekat Islam, memperjuangkan hak-hak masyarakat Indonesia dan kepentingan umat Islam. Agus dikenal sebagai orator ulung dan pemikir tajam, terlibat dalam Kongres Pemuda yang menjadi cikal bakal Sumpah Pemuda, di mana ia menekankan pentingnya persatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun