sementara menujju era new normal dimana kementrian pendidikan sudah mengizinkan untuk pembelajaran di sekolah dekat presentase 50% dari jumlah siswa sekolah, ini juga menjadi tantangan pada para untuk menyesuaikan kurikulum mereka ke New Normal. Bagian dari penyesuaian tenaga pendidik dan siswa didik: seperti “mengembangkan materi instruksional baru yang cocok untuk New Normal”; "Berhubungan dengan teman untuk berkenalan dengan alat belajar-mengajar yang sesuai dengan kurikulum New Normal"; “Menyelaraskan tujuan pelajaran mereka dengan silabus yang telah direvisi untuk New Normal”; "Merancang silabus yang selaras dengan kurikulum baru untuk New Normal."; dan “merevisi kurikulum yang gunakan untuk menyelaraskannya dengan New Normal”. Bahwa para pendidik berpegang pada pentingnya kurikulum yang selaras dengan kebutuhan peserta didik khususnya dalam New Normal. Kurikulum berfungsi sebagai kerangka kerja proses belajar mengajar, oleh karena itu tujuannya harus diselaraskan dengan pembelajaran yang disajikan dalam silabus mata pelajaran yang diajarkan oleh guru.
Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal mulai hadir untuk membantu berjalannya proses pembelajaran. Pendidikan nonformal merupakan salah satu sarana pembelajaran kepada masyarakat guna mendukung realisasi dan pengelolaan program yang dijadikan sebagai pengembangan program di masa depan (Miradj, S., & Sumarno, S., 2014). Pendidikan nonformal merupakan salah satu sarana pembelajaran kepada masyarakat guna mendukung realisasi dan pengelolaan program yang dijadikan sebagai pengembangan program di masa depan (Miradj, S., & Sumarno, S., 2014). Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas disebutkan bahwa lembaga pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan ini tidak akan berjalan secara maksimal jika pengajar tidak mampu memberikan kontribusi yang positif bagi masyarakat di masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Sama halnya di kondisi sekarang ini pendidikan non formal seperti Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) lagi gencar-gencarnya diminati atau dibutuhkan oleh masyarakat, karena dengan pendidikan formal di sekolah dirasa kurang membantu peserta didik memahami materi yang telah disampaikan oleh pengajar di sekolah.
Menurut Wulandari, M. (2017). Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) merupakan salah satu lembaga pendidikan non formal yang memberikan bimbingan di bidang akademis dengan menyesuaikan kebutuhan peserta didik. Tujuannya yaitu untuk meningkatkan kualitas akademik atau kompetensi dari peserta didiknya. Pembelajaran di sekolah yang kurang mampu diserap secara maximal dapat disempurnakan lagi melalui Lembaga Bimbingan Belajar. Banyak sekali Lembaga Bimbingan Belajar yang berdiri di Indonesia baik secara online maupun offline.Akan tetapi pada kondisi sekarang ini mendorong para orangtua untuk lebih memilih Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) dengan pembelajaran daring, karena mereka khawatir akan penyebaran covid-19. Selain itu, pembelajaran secara langsung atau tatap muka dirasa lebih menyenangkan dibandingkan dengan online karena cara pembelajaran lebih mudah dipahami dan penjelasan materi lebih rinci. Anak juga telah terbiasa akan pembelajaran tatap muka dari dulu, maka adanya penyebaran covid-19 yang berdampak pada semua aspek kehidupan utama Pendidikan yang saat ini diberlakukan pembelajaran online membuat anak belum terbiasa dengan strategi pembelajaran yang diberikan. Maka dengan hal ini, banyak orangtua yang mendukung serta mendaftarkan anaknya di Lembaga bimbingan Belajar (LBB) untuk menunjang tingkat pemahaman materi yang diberikan di sekolah lebih terperinci lagi.
disisi lain terdapat orangtua yang kurang setuju jika anaknya diikutkan Lembaga Bimbingan Belajar (LBB) baik online maupun offline dikarenakan sama saja dan tidak ada bedanya dengan sekolah online. Mereka beranggapan bahwa pembelajaran secara online tidak efektif. Peserta didik kurang mampu memahami materi yang diberikan oleh pengajar yang dikarenakan pada pembelajaran daring ini melalui media –media teknologi seperti laptop, hp dll yang mana banyak ditemukan suatu hambatan di dalamnya seperti pada gangguan signal, keterbatasan fasilitas yang dimiliki peserta didik maupun pengajar, tidak bertemu dengan teman sebaya secara langsung. Sehingga hambatan-hambatan tersebut yang menjadikan proses pembelajaran daring tidak berjalan dengan tepat, memicu berbagai anggapan dari orangtua. Bahwa Lembaga Bimbingan Belajar yang dilakukan secara online dianggap tidak efektif, karena strategi pembelajarannya sama seperti yang ada di sekolah online.
Akibatnya, sementara waktu peserta didik memilih untuk tidak melanjutkan pembelajaran di LBB. Hal tersebut juga berdampak kepada para pengajar di LBB, imbasnya pendapatan yang diterima menjadi berkurang. Penurunan pendapatan bimbingan belajar ini terjadi karena mereka kalah saing dengan sekolah formal, yang mana sekolah formal telah memberikan metode pembelajaran daring dan pemberian tugas. Oleh karenanya, fungsi bimbingan belajar sebagai pendukung pembelajaran sekolah formal menjadi berkurang. Pada akhirnya para tenaga pendidik di lembaga bimbingan belajar mendapat penurunan gaji yang sangat drastis. Bahkan beberapa pengajar ada yang menerima gaji tidak sampai setengahnya.Berdasarkan data yang didapatkan dari Lembaga Bimbingan Belajar Progress sebagian orang tua menganggap bahwa pembelajaran daring kurang efektif sehingga mereka lebih memilih mengalihkan pengeluaran untuk hal lain yang mendesak.
Kurikulum darurat saat pandemi dalam Presfektif Hollis Caswell
Hollis Caswell dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian diAmerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan
(society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya,Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
Hollins Caswell (1935), “Kurikulum adalah susunan pengalaman yang digunakan guru sebagai proses dan prosedur untuk membimbing anak didik menuju pada kedewasaan.”
Konsep Caswell yang memfokuskan kurikulum kepada masyarakat (society centered) sangat baik bagi kurikulum darurat saat pandemi seperti ini, karena wabah covid -19 ini menyerang seluruh aspek kaehidupan manusia terutama pendidikan, yang mana artinya masyarakat juga terdampak akan wabah covid - 19 ini. Pemerintah yang di wakilkan kementrian pendidikan dan kebudayaan sebagai pemangku kekuasaan dalam pengaturan pendidikan tidak bisa bergerak sendiri dalam penyesuaian kurikulum saat pandemi ini, seperti konsep caswell 'society centered' pemmenrintah harus mengundang para masyarakat atau tokoh pendidik (guru, dosen) yang memiliki pengalaman baik dari pendidikan formal maupun non fomral dalam pembentukan kurikulum darurat covid - 19, karena merekalah penggerak pendidikan di lapangan.
walaupuan dalam prakteknya sudah dilakukan dan masih banyak kendala yang ditemui, pemerintah dan masyarakat juga harus saling interaktif, saling menopang, saling mendukung kebijakan yang telah di tentukan dengan kesepakatan bersama dalam penunjang pendidikan formal maupun nonfomral seperti hal nya tetap melakukan protokol kesehatan agar meminimalisir penyebaran yang makin meradang dan wabah ini cepat selesai sehingga kegiatan belajar mengajar bisa kembali dengan