Mohon tunggu...
Muhammad Al Rasya
Muhammad Al Rasya Mohon Tunggu... Freelancer | Telling Stories Through Pictures

A Computer and Network Engineering Graduate who believes every experience.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Antara Keinginan dan Kebutuhan: Belajar Bijak di Tengah Krisis Ekonomi

23 Juni 2025   15:43 Diperbarui: 24 Juni 2025   12:20 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Black and Gray Laptop Computer with Screen On Next to Person Holding Red Smart Card in Selective Focus Photography by Negative Room | Sumber: Pexels

Di tengah kondisi ekonomi yang tidak menentu, membedakan antara "ingin" dan "butuh" bukan sekadar wacana motivasi melainkan kemampuan esensial untuk bertahan. Banyak orang terjebak dalam lingkaran pengeluaran yang didorong oleh keinginan, bukan kebutuhan, hingga akhirnya merasa lelah secara finansial maupun emosional.

Memahami Dua Kata yang Sering Disamakan

(Photo of Someone Handing Out Paper Bags by Mikhail Nilov | Sumber: Pexels)
(Photo of Someone Handing Out Paper Bags by Mikhail Nilov | Sumber: Pexels)
Kebutuhan adalah hal-hal yang mutlak diperlukan untuk bertahan hidup dan menjaga kualitas hidup yang sehat makan, tempat tinggal, listrik, transportasi, kesehatan. Sedangkan keinginan adalah tambahan yang memberi kenyamanan atau kesenangan, namun tidak selalu mendesak.

(Trendy young Asian women choosing cotton bags in fashion boutique by sam lion | Sumber: Pexels)
(Trendy young Asian women choosing cotton bags in fashion boutique by sam lion | Sumber: Pexels)

Sayangnya, dalam masyarakat yang digerakkan oleh konsumerisme dan media sosial, batas antara keduanya sering kabur. Barang yang sebenarnya "opsional" menjadi terasa "harus dimiliki" karena tekanan sosial atau keinginan untuk terlihat wow.

Fenomena "Self-Reward" yang Keliru Arah

(A Person's Hands Holding Money By RDNE Stock Project | Sumber: Pexels)
(A Person's Hands Holding Money By RDNE Stock Project | Sumber: Pexels)
Istilah "self-reward" seringkali jadi alasan umum untuk belanja impulsif. "Aku sudah kerja keras, pantas dong beli ini." Tidak salah memberi penghargaan pada diri sendiri. Namun, ketika penghargaan itu menggerus tabungan atau menyebabkan utang, kita perlu refleksi: apakah ini benar bentuk kasih sayang pada diri, atau justru sabotase jangka panjang?

Dampak Psikologis dari Gaya Hidup Memaksakan Diri

(Psychology Impact | Sumber: halodoc)
(Psychology Impact | Sumber: halodoc)

Hidup dalam tekanan finansial karena mengikuti keinginan bisa menciptakan kecemasan, rasa bersalah, bahkan kelelahan mental. Kita mungkin terlihat "mampu" di mata orang lain, tapi di balik itu menyimpan beban tak kasatmata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun