Mohon tunggu...
Muhammad Akmal Rizky
Muhammad Akmal Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa

Teruskan Perjuangan Demi Indonesia Emas

Selanjutnya

Tutup

Hukum

KDRT Tak Pandang Gender: Saat Suami Jadi Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga

24 Juni 2025   14:08 Diperbarui: 24 Juni 2025   14:08 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Seorang ASN berinisial C, yang bekerja di Dispora Bandung Barat, menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) oleh istrinya. Kasus viral setelah foto wajahnya babak belur tersebar di medsos. Setelah rekan kerjanya curiga karena C tibatiba mangkir kerja tanpa kabar, akhirnya diketahui ia selamat dari kekerasan di Ciparay. Korban sempat membuat laporan ke Polsek Ciparay pada 15 Januari 2025 dan menjalani visum, namun kemudian mencabut laporannya dengan alasan merasa bersalah terhadap istrinya. Meskipun korban mencabut laporan, polisi tetap melanjutkan penyelidikan karena keluarga korban menolak pencabutan laporan tersebut dan Polsek tidak merekomendasikan mediasi.


Apa Penyebabnya?

  • Stigma KDRT terhadap lakilaki yang dianggap memalukan, sehingga korban merasa enggan melaporkan dalam jangka panjang.
  • Kurangnya dukungan keluarga dan lingkungan, korban akhirnya mencabut laporan atas tekanan emosi dan rasa bersalah. 
  • Minim literasi hukum tentang KDRT, terutama KDRT yang melibatkan lakilaki sebagai korban, sehingga masih dianggap "urusan rumah tangga" . 
  • Lingkungan kerja sebagai wadah pendeteksi, peran Dispora dan rekan kerja membantu membuka fakta, namun dukungan mental pada korban masih terbatas.

Bagaimana Pencegahannya?

  • Edukasi tentang KDRT tanpa gender bias: kampanye publik soal KDRT juga bisa terjadi pada pria, dan korban berhak mendapatkan perlindungan. 
  • Pelatihan internal di instansi pemerintahan, termasuk ASN, untuk mengenali tandatanda stres dan konflik rumah yang bisa bereskalasi. 
  • Dukungan psikososial oleh pemkot atau dinas kesehatan mental setempat-jangan biarkan korban merasa sendirian atau malu melapor. 
  • Keterlibatan Keluarga dan Komunitas, masyarakat harus berani prihatin dan membantu, bukan membiarkan "urusan pribadi" bergulir begitu saja.

Penanggulangannya Setelah Terjadi

  • Penegakan hukum tetap dilanjutkan, meski korban mencabut laporan-ini penting untuk mencegah kesalahan persepsi bahwa KDRT boleh diakhiri sembunyisembunyi.
  • Visum dan dokumentasi medis penting sebagai bukti, serta kebutuhan untuk pendampingan psikologis agar korban dapat pulih sepenuhnya.
  • Sistem dukungan di tempat kerja, termasuk konseling karier dan psikologis agar korban bisa kembali produktif dan percaya diri. 
  • Transparansi proses penyidikan, termasuk siapa yang menangani kasus, agar tidak menimbulkan stigma negatif terhadap korban dan keluarganya.

Melihat kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami ASN di Bandung Barat, sangat penting bagi seluruh elemen masyarakat, termasuk pemerintah, untuk memperluas pemahaman bahwa KDRT bisa menimpa siapa saja-termasuk laki-laki. Oleh karena itu, diperlukan edukasi publik yang lebih menyeluruh dan bebas dari bias gender agar korban tidak merasa malu atau bersalah saat melaporkan kekerasan yang dialaminya. Pemerintah daerah bersama instansi seperti Dispora juga perlu membentuk sistem pendampingan internal bagi pegawai yang mengalami masalah pribadi atau kekerasan rumah tangga, termasuk layanan psikologis dan konseling. Selain itu, masyarakat dan keluarga harus lebih peduli dan berani bersuara ketika melihat adanya indikasi kekerasan, tanpa menganggapnya sebagai urusan pribadi semata. Terakhir, aparat penegak hukum perlu tetap memproses laporan KDRT secara profesional, bahkan ketika korban mencabut laporan, agar tidak menciptakan preseden buruk di masyarakat bahwa kekerasan dapat dibiarkan hanya karena pelaku berada dalam lingkup keluarga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun