Mohon tunggu...
Muhammad Adib Alfarisi
Muhammad Adib Alfarisi Mohon Tunggu... Penulis - sang perantau

"Menulis untuk mengabadikan sebuah tulisan melalui karya-karyanya, membaca, menulis, berdiskusi".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Geliat Kesejahteraan Rakyat, Antara Cita-cita dan Penguasa

16 Oktober 2020   10:50 Diperbarui: 16 Oktober 2020   11:13 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi gerakan sosial, agenda demokratisasi, selain karena cengkeraman oligarki yang terus bertahan, juga menandakan betapa lemahnya konsolidasi kekuatan civil society. Adalah naif belaka untuk mengharapkan Jokowi mau membonsai kekuatan oligarki. Dialektika hubungan kekuasaan seperti inilah yang mesti kita sadari dan jabarkan dalam lapangan politik yang konkret dan terukur capaiannya. 

Dengan demikian, kita memang perlu mengkritisi dan menentang langkah-langkah politik-ekonomi Jokowi yang pro oligarki, yang tidak memiliki imajinasi politik di luar kenyataan ekonomi-politik warisan rezim Orde Baru ini. Tetapi kita juga harus jujur sejujur-jujurnya bahwa kita tidak cukup serius membangun gerakan sosial-politik yang terorganisasi secara ideologi, politik dan organisasi untuk melawan demokrasi oligarki ini.

Terjadinya rezim ini dapat memperuntungan penguasa beserta para investor yang saling berdatangan untuk membuka lahan. Beberapa argumentasi dari pemerintah ini membuat babak baru langkah awal di masa pandemic covid-19 ekonomi Negara akan stabil tetapi bagi rakyat malah merugikan sekali. Sebab lajunya pertumbuhan ekonomi Negara banyaknya investor asing maka rakyat semakin menderita dan dipekerjakan seperti zaman colonial tapi secara halus, dikarenakan RUU Cipta kerja di sahkan kemudian menjadi UU mengakibatkan kerja tidak seperti biasanya melainkan memperhitungkan per-jam.

Inilah menjadi sebuah problem masyarakat Indonesia dimana-mana sulit untuk mendapatkan upah yang sesuai. Dengan adanya ini demokrasi ini, kita selalu seperti berdarah dan sulit menuntaskan nilai “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Melihat fakta-fakta pun juga saat ini UU yang banyak di sahkan seperti UU MK, UU KPK, UU Minerba, UU Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem untuk Penanganan Covid-19, dan kini UU Cipta Keja menjadi penolakan rakyat. Rezim dan rakusnya jabatan hingga kini sudah mendarah daging para penguasa, memang awalnya janji manis saja diungkapkan melalui kampanyenya seperti orang-orang mengemis tapi sudah duduk di kursi empuk DPR tidak memihak rakyat bahkan memperkaya diri sendiri.

Kepentingan Rakyat diutamakan 

Dengan melihat keadaan seperti ini menjadi faktor terbesar dari elemen masyarakat, buruh, mahasiswa dan warga Indonesia dari sabang hingga merauke menguak terhadap RUU – UU cipta kerja sudah di sahkan, namun awal bulan ini menjadi saksi bisu untuk menyuarakan hak-hak rakyat kepada DPR sehingga nantinya ada yudicial review ataupun Presiden adanya pembahasan Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang). 

Maka peran pemerintah pusat menjadi prioritas utaman menyelamatkan rakyat demi kepentingan bersama bukan memperkaya kaum konglemerat. Dan kini takutnya kita di pandemi ini banyak terjadi ketimpangan-ketimpangan dalam pembahasan RUU kontroversi yang merugikan rakyat semuannya.

Padahal kita sebagai warga negara diberikan kenyamanan dan kelayakan hidup sejahtera bagi rakyatnya yang sesuai dengan UU dan tujuan negara juga dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Dengan ini negara peran terpenting menyelamatkan rakyatnya hingga tanah airnya agar tidak di ambil alih oleh orang asing untuk menjajal Indonesia ini. 

Walaupun sekarang kita lihat system negara ini sifatnya kapitalisme yang rakus dalam membetuk regulasi. Akibatnya prinsip dasar ini adanya untung dan rugi. Hal inilah UU Omnibus law cipta kerja dapat menyapu bersih kepentingan kapitasil yang memberikan keutungan bagi kaum elit, penguasa atau oligarki nantinya.

Penjelasan juga demokrasi banyak kaum elite ketika pilkada, pilpes, pileg dan ingin maju layaknya seperti pengemis meminta-minta tapi kenapa justru sudah menjadi wakil rakyat menghianati rakyat apakah itu menzolimi dengan janji-janjinya. Suara rakyat pun hanya dilupakan oleh kekuasaan kini menjadi debu saja.

Dengan melihat situasi banyak terjadi dan produk hukum hanya mengenyangkan bagi penguasa, rezim pun tak  benar-benar memihak kepada masyarakat. Produk hukum yang dihasilkan hanya untuk pembisnis, pemodal, kaum konglemerat dan berbagi bersama dengan elite politik. Untung bagi mereka buntung bagi rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun