Mohon tunggu...
Money

Kajian Fiqh: Mengurangi Risiko Pembiayaan Bank Syariah Dengan Pengenaan Denda Terhadap Nasabah “Nakal”

18 Juni 2015   04:03 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:08 1233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Lembaga keuangan syariah (LKS) muncul sebagai alternatif pilihan masyarakat muslim. LKS hadir karena adanya kegelisahan masyarakat yang sering bersinggungan dengan praktik keuangan konvensional. Produk yang ditawarkan LKS untuk membantu masyarakat untuk memperoleh dana adalah produk pembiayaan dengan berbasis profit sharing. Sistem ini dianggap unik karena adanya sistem bagi keuntungan atau kerugian diantara LKS dan nasabah. Pembiayaan ini juga memiliki keunikan karena risikonya sangat tinggi. Salah satu risiko pembiayaan yang sering muncul adalah moral hazard nasabah yang rendah.

Nasabah masih menikmati fasilitas LKS tidak memandang apakah produk tersebut halal atau haram tapi hanya sekedar cepat mendapat uang. Niat nasabah yang masih sebatas itu juga berdapak pada moral hazard nasabah. Nasabah sebagai mudharib pembiayaan mudharabah atau musyarakat masih banyak yang tidak mau jujur terhadap laporan keuangan yang telah disusunnya. Selain itu, nasabah juga belum memiliki kesadaran penuh akan prinsip pembiayaan LKS yang mengutamakan kepercayaan. Hal ini tercermin pada masih banyak nasabah yang menunda angsuran secara sengaja. Praktik ini akan berdampak pada likuiditas LKS tersebut sehingga kinerja keuangannya buruk.

Pada prinsipnya, pembiyaan LKS berdasarkan atas kepercayaan. Namun, LKS dalam mengatasi hal tersebut kemudian membebankan jaminan dan bahkan denda kepada nasabah. Hal ini digunakan untuk mengantisipasi pembiayaan yang macet atau gagal bayar karena moral hazard nasabah yang masih rendah. Hukum Islam perlu mengantisipasi bagaimana ketika ada nasabah dengan sengaja menyembunyikan nisbah bagi hasilnya dan bahkan menunda pembayaran angsuran pembiayaan yang telah disepakati pada awal akad.

Risiko Bank Syariah

Berikut ini merupakan risiko-risiko yang akan dihadapi dalam perbakan syariah, diantaranya:

  1. Risiko Kredit

Risiko kredit adalah bentuk risiko pembayaran yang muncul pada saat satu pihak bersepakat untuk membayar sejumlah uang atau mengirimkan barang sebelum menerima aset atau uang tunai sehingga menimbulkan kerugian. Dalam kasus pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), risiko kredit adalah tidak terbayarnya kembali bagian bank oleh nasabah ketika telah jatuh tempo. Masalah ini muncul akibat adanya kesenjangan (assimetric information), di mana bank tidak mendapatkan informasi sebenarnya tentang profit dari usaha yang dikelola nasabah. sementara akad murabahah merupakan akad jual beli atau perdagangan, di mana risiko kredit muncul ketika pihak ketiga tidak mampu melunasi barang yang telah disepakati untuk dibeli. (Khan & Ahmed, 2001)

  1. Risiko Benchmark

Risiko ini muncul jika standar ukuran pada akad murabahah mengacu pada suku bunga. Suku bunga yang cenderung berubah juga akan berakibat pada pendapatan pada perbankan syariah. Lembaga keuangan syariah menggunakan benchmark rate sebagai tolak ukur mark up harga barang pada akad murabahah. Karakteristik dari aset berpenghasilan tetap adalah sama halnya dengan mark up yang bernilai tetap selama jangka waktu akad. Ketika benchmark rate berubah maka akad yang berbasis pendapatan tetap tidak akan dapat disesuaikan. Hal ini akan berimbas pada bank syariah yang menghadapi risiko dari perubahan suku bunga di pasar. (Khan & Ahmed, 2001)

  1. Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas dapat muncul ketika sulitnya memperoleh dana tunai dengan biaya wajar, baik melalui pinjaman maupun penjualan aset. Risiko likuiditas muncul dari kedua sumber ini sangat kritis bagi bank syariah. Bank syariah dilarang untuk meminjam dana dari pasar konvensional karena terdapat unsure bunga pinjaman yang dilarang dalam syariah. Bank syariah tidak boleh menjual utang di pasar selain pada nilai awalnya (face value). Bank syariah tidak boleh meningkatkan dana dengan menjual aset berbasis utang. (Khan & Ahmed, 2001)

  1. Risiko Operasional

Bank syariah mendapatkan risiko operasional karena masih kurang pahamnya sumber daya insane yang terlibat dalam pengelolaan bank syariah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik bisnis, sistem komputerisasi yang tersedia tidak sesuai dengan bisnis bank syariah. Bank syariah dituntut untuk mengembangkan dan memakai teknologi internasional. (Khan & Ahmed, 2001)

  1. Risiko Hukum

Bank syariah memiliki perbedaan karakteristik akad atau kontrak keuangan yang mengakibatkan risiko yang berhubungan dengan proses dokumentasi dan pelaksanaan hukum. Perumusan regulasi perikatan syariah harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang terkandung dalam hukum Islam dan undang-undang serta kemaslahatan umat. Bank syariah juga terkendala ketika terjadi kontrak cacat hukum maka harus diselesaikan para hukum pidana atau perdata atau arbritase sesuai dengan kesalahan kontrak. (Khan & Ahmed, 2001)

  1. Risiko Penarikan Dana

Return yang berbeda pada produk tabungan atau investasi mengakibatkan ketidakpastian tentang nilai sebenarnya (real value) dari jenis-jenis simpanan tersebut. Aset yang diinvestasikan memerlukan perlindungan untuk memperkecil risiko kerugian akibat rendahnya tingkat return. Hal ini mungkin menjadi faktor penting dalam keputusan penarikan dana para deposan. Penarikan dana oleh investor ini melahirkan risiko yang berhubungan dengan rendahnya tingkat return bank dibandingkan dengan keuangan lainnya. (Khan & Ahmed, 2001)

  1. Risiko Fidusia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun