Mohon tunggu...
Muhammad syarif
Muhammad syarif Mohon Tunggu... Mahasiswa - kata adalah senjata

banyak baca lalu tuangkan dengan menulis untuk menghasilkan sebuah karya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Maret dan Pilu

11 Maret 2021   13:53 Diperbarui: 11 Maret 2021   14:11 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sunyi malam berganti pagi, udara berhembus diiringi pejantan berkokok. mengingatkanku bahwa hari baru telah dimulai. Rasa ingin bangkit di dorong derai tawa keluarga. Membuat hatiku senantiasa bertanya. begini beratkah rasanya hidup dalam kesendirian. syukur ketika mengisi perut dengan nasi lauk garam yang mengurangi rasa semakin perih, membuat raga yang tak terurusi lagi. layaknya korek kayu, yang nyala apinya membakar hangus kepalanya. 

Malam ini, hari ini, sebuah jiwa pergi mengembara entah kemana. Layaknya anak kecil yang berlari kemudian tersesat. Dia merengek meminta sesuatu, bukan permen dan bukan pula mainan. 

Malam ini, hari ini, entah mengapa diri ini tidak tenang. Dia terbang kesana kemari mengitari jejak awan gelap. Dia terbang tak tau arah sembari merindukan kehadiran aruna pagi yang menyejukkan.

ohh diri janganlah seperti ini..! 

sudah terlalu banyak luka yang kau pendam namun kau hanya bisa bergantung pada orang tua.sampai saat ini senantiasa masih mengejar ilmu yang tak kunjung sampai, ingin rasanya melepas segalanya dan memilih banting tulang untuk keluarga. 

apakah aku sanggup.? 

diri semakin kurus namun tak sedikitpun mengurangi beban mereka. sampai kapan aku harus berpijak pada kaki yang mengharapkan belas kasih orang lain dan bergantung pada orang tua? 

ayah ibu., memang tak banyak bicara, namun rambutnya yang putih serta tulang mereka yang lemah terus berbisik pada telinga sampai kepada otak dan hati yang menyimpan rasa ketakutan pada diri. 

mereka yang tak letih nya mengeluarkan keringat berpanas-panasan, hinga hujan turun hanya dengan memulung daun cengkeh. demi membiayai kebutuhan pendidikan anaknya. 

aku berusaha berdiri dari dudukku dengan mengusap tetesan air mata yang mengalir membasahi pipih yang hanya berlapiskan kulit dan tulang, dengan memandangi kaki langit, serta bisingnya suara mesin motor. dan ku tarik sebuah foto dari atas dinding, foto yang menampilkan diriku sedang merangkulnya mungkin inilah masalahku mengapa diri ini terus ingin merasakan pelukan orang tua dengan penuh kasih sayang. 

aku berjanji dengan tembok saksi bisu tangisan malam ku, kan ku balas letih mu menjadi tawa bahagia walau tak seberapa di banding perjuangan mu karena keluarga adalah tanggungan ku. orang tua adalah motivasi yang di ciptakan tuhan sebelum aku hadir mengenal dunia, mereka menjadi alasan, mengapa mataku memaksa melihat buku ketika orang lain terlelap dibalik dinginnya angin malam

sebab aku yakin sendu masi bisa tertutup dengan tawa orang tua.! 

~Rutan_11 maret 2021.~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun