Mohon tunggu...
Muhammad Faisal Sihite
Muhammad Faisal Sihite Mohon Tunggu... Auditor

Semper Fi

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Prostitusi Dikenakan Pajak Penghasilan, Langkah Agak Laen Komandan

8 Agustus 2025   17:57 Diperbarui: 8 Agustus 2025   17:57 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Prostitusi Online (Sumber: tribratanews.polri.go.id)

Jakarta pada pertengahan 1960-an pernah menjadi surga bagi para penjudi setelah Gubernur DKI Ali Sadikin melegalkan judi dan prostitusi. Pemasukan dari judi dan prostutisi pun dipakai Ali Sadikin untuk membangun Jakarta. Kebijakan kontroversial itu tentu saja mendapatkan respon negatif dari banyak pihak, terutama umat Islam. Ali Sadikin bercerita jika keputusan melegalkan judi dan prostitusi menyusul tuntutan membangun Jakarta yang masih tertinggal. Kondisi Jakarta saat itu sangat minim akan dana pembangunan. Terlepas dari segala kontroversi kebijakan yang pernah diterapkan, Hingga hari ini faktanya menjadi provinsi dengan APBD yang mencapai Rp 90 Triliun berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pemeriksaan Keuangan Perwakilan Provinsi DKI Jakarta. Anggaran yang sangat fantastis tentunya.

Negara Indonesia yang tercinta sedang giat mengejar pertumbuhan ekonomi baik untuk menyejahterakan rakyat, membayar hutang-hutang negara dan sebagainya demi terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Beragam langkah telah dilakukan dimulai dari penghematan anggaran kementerian hingga mencari sumber pendapatan baru yang dikenakan pajak untuk mengurangi defisit APBN hingga mencapai surplus APBN. Pemerintah merencanakan usulan berupa praktek prostitusi akan dikenakan pajak penghasilan agar demi meningkatkan pundi-pundi kas negara. Ya, kalian tidak sedang salah membaca tulisan ini dan artikel ini tidak sedang membahas hal-hal yang berbau biru tentunya. Berdasarkan berita yang dilansir oleh Surya indonesia.net, Kementerian Keuangan menyebut prostitusi bisa dikenakan pajak. Sebab, pada prinsipnya, kegiatan yang menghasilkan uang merupakan obyek pungutan.
“Pajak prostitusi itu bisa ditarik, ranah perjudian misalnya, itu juga bisa ditarik. Karena dari Undang-Undang perpajakan yang dikenakan sebagai pajak itu akan dilihat dulu apakah ada subjeknya atau objeknya. Nah subjeknya itu apakah orang atau perusahaan?” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Mekar Satria Utama, Jakarta, Rabu (16/12).

Tentu dengan adanya berita ini, para pembaca akan mengerenyitkan dahi, apakah langkah ini terinspirasi dari kebijakan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin? Kalaupun pemerintah ingin mengimplementasikannya, bagaimana bentuk dan wujudnya? Sudah terlalu banyak berita mengenai tempat prostitusi yang digrebek dengan alasan yang beraneka ragam. Bayangkan jika pemerintah memungut pajak dari tempat-tempat ini, tentu pemilik tempat prostitusi akan mempunyai daya tawar yang kuat karena sudah membayar pajak dan tentu akan mempertanyakan alasan kenapa digrebek. Negara kita, Indonesia, dikenal sebagai negara hukum. Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Indonesia adalah negara hukum”. Secara langsung Indonesia mendeklarasikan sebagai negara yang berdiri dengan hukum sebagai pedoman, dengan tentunya berdasarkan pada prinsip-prinsip Pancasila. Hukum tak pernah lekang dari segala aspek, dari ekonomi, pendidikan, hingga kesehatan. Peraturan-peraturan dibentuk sebagai produk regulator yang mengatur segala hal yang ada dalam pemerintahannya.
Sektor perpajakan tidak dapat lari dari naungan hukum dalam landasan penyusunan ketentuan perpajakan. Tanpa ada aturan yang pasti, pajak tidak jauh berbeda dengan pemerasan. Ada sebuah dalil lama yang berbunyi, “No taxation without representation,” atau jika diartikan tidak ada pajak tanpa undang-undang. Hal ini bermaksud agar pemungutan pajak yang dilakukan dapat dilaksanakan secara adil, terbuka kepada seluruh pihak, dan pasti. (https://www.pajak.go.id/id/artikel/jadinya-negara-tanpa-pajak). Dengan referensi demikian, seharusnya negara tidak dapat memungut pajak tanpa ketentuan hukum yang berlaku. Kalaupun pemerintah mengeluarkan landasan hukum mengenai pengenaan pajak atas prostitusi, berarti tempat prostitusi tidak dapat digrebek secara sembarangan selama masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Tentu akan menjadi langkah yang sangat panjang sebelum menerbitkan peraturan kontroversi ini, dari kajian, naskah akademik, sidang DPR dan sosialisasi dan sebagainya. Pro dan kontra akan timbul dimana-mana, baik dari segi moral, agama, dan tentunya sosial mengingat sudah terlalu banyak berita mengenai kegiatan lendir ini seperti menimbulkan konflik rumah tangga, penyakit menular, Married by Accident, dan masih banyak lagi. Bagaimana pemerintah mengatur demi meminimalisir hal-hal ini. Lebih lanjut, jikapun pemerintah telah memiliki solusi hal ini, bagaimana proses pemungutan pajaknya, apakah lokasinya layak dijadikan tempat prostitusi, siapa yang bisa mengunjungi tempat tersebut, apa konsekuensinya bagi tempat pemilik tempat dan pejabat lembaga yang memungut pajaknya jika melanggar ketentuan? Apakah ada jaminan kasus Gayus Tambunan dan oknum nakal lainnya tidak terjadi kembali jika kebijakan ini diterapkan? Sangat rumit tentunya hal yang dilakukan untuk mengimplementasikan kebijakan ini dan mengapa tidak mencoba mencari sumber pendapatan sektor lain saja komandan?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun