Mohon tunggu...
Muhammad Isnaini
Muhammad Isnaini Mohon Tunggu... Dosen

Membaca dan menulis adalah Dua sisi dari satu koin: membaca memperkaya wawasan, sementara menulis mengolah dan menyampaikan wawasan tersebut. Keduanya membangun dialog tak berujung antara pikiran dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masa Depan Gajah Sumatera dan Konservasi di Sumatera Selatan

27 September 2025   05:00 Diperbarui: 27 September 2025   04:46 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selamat Hari Gajah Sedunia

Pembiayaan inovatif seperti Green Bonds dan Blended Finance dapat menjadi katalisator utama untuk konservasi Gajah Sumatera di Sumatera Selatan, sebagaimana didorong dalam pidato Presiden Prabowo tentang pembangunan berkelanjutan. Kerangka Blended Finance, yang menggabungkan dana publik dan swasta, telah terbukti efektif dalam mendanai restorasi habitat dan mitigasi konflik, dengan potensi mengurangi deforestasi yang menyumbang 80% penurunan kantong habitat. Di Indonesia, inisiatif ini dapat mendukung program seperti pengayaan pakan gajah dan pembangunan koridor, mirip dengan proyek Hutama Karya yang menyiapkan 7.000 bibit pohon pakan alami untuk meminimalisir konflik. Dalam 10 tahun ke depan, pemanfaatan instrumen ini berpotensi menarik investasi hingga miliaran rupiah, memastikan keberlanjutan program tanpa bergantung sepenuhnya pada anggaran negara, dan mendukung target Sustainable Development Goals yang ditekankan Presiden.

Partisipasi masyarakat lokal di Sumatera Selatan, dikombinasikan dengan kolaborasi swasta, akan menjadi kunci keberhasilan proyeksi masa depan Gajah Sumatera, sejalan dengan prinsip mutual trust dan benefit yang direkomendasikan para ahli. Di Kabupaten Ogan Komering Ilir, masyarakat telah menunjukkan kesadaran tinggi terhadap peran gajah sebagai penjaga ekosistem rawa gambut, meskipun konflik tetap tinggi akibat habitat terbatas; program seperti Elephant Response Unit (ERU) dan pemantauan GPS telah mengurangi insiden dengan melibatkan desa penyangga. Kolaborasi swasta, seperti inisiatif Belantara Foundation yang membangun menara pantau di OKI, telah berhasil memitigasi konflik melalui kemitraan dengan pemerintah dan LSM. Dalam satu dekade, penguatan model Pentahelix---melibatkan pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan media---dapat mereplikasi keberhasilan proyek Peusangan di Aceh, memastikan habitat gajah di Sumatera Selatan terlindungi sambil memberdayakan ekonomi lokal. Penambahan ini membuat artikel lebih komprehensif. 

Peran Pemerintah dalam Penguatan Kebijakan dan Pengelolaan Habitat

Pemerintah, sebagai pemangku kebijakan utama, harus memperkuat implementasi arahan Presiden Prabowo melalui pengelolaan koridor gajah di 22 lanskap kunci Sumatera, termasuk Sumatera Selatan, dengan target memperbaiki habitat dan menurunkan konflik manusia-gajah hingga 50% dalam satu dekade. Langkah konkret meliputi alokasi lahan konservasi seperti 20 ribu hektare di Aceh yang dapat direplikasi di wilayah Ogan Komering Ilir, serta pemberdayaan Kelompok Tani Hutan melalui skema perhutanan sosial untuk memastikan keberlanjutan. Selain itu, pemerintah perlu memobilisasi pendanaan inovatif seperti Green Bonds untuk restorasi habitat dan penegakan hukum anti-perburuan, sejalan dengan komitmen melestarikan hutan dan satwa liar yang disampaikan Presiden, guna menghentikan penurunan populasi gajah yang mencapai 69% habitat potensial dalam 25 tahun terakhir.

Akademisi berperan krusial dalam menyediakan data ilmiah untuk mendukung konservasi berkelanjutan, seperti melalui penelitian keragaman genetik gajah Sumatera di Sumatera Selatan untuk mencegah inbreeding dan penyakit yang mengancam populasi kecil. Universitas seperti UGM dan Universitas Sriwijaya harus memperluas studi habitat, preferensi pakan, dan pergerakan spasial gajah menggunakan teknologi GPS, serta mengembangkan modul pendidikan berbasis e-learning untuk meningkatkan kesadaran. Kolaborasi dengan Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI) dapat menghasilkan strategi adaptif, termasuk analisis daya dukung habitat di Taman Nasional Sembilang, untuk memastikan populasi pulih hingga target 2029, sambil menyelaraskan dengan pembangunan berkelanjutan yang ditekankan Presiden Prabowo.

Masyarakat lokal di Sumatera Selatan, terutama di desa penyangga seperti Ogan Komering Ilir, harus dilibatkan aktif melalui program seperti Elephant Response Unit (ERU) dan penanaman pohon endemik untuk restorasi habitat, yang dapat mengurangi konflik hingga 35% seperti di Taman Nasional Way Kambas. Dengan memanfaatkan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan rawa gambut, masyarakat dapat menjadi mitra utama dalam pemantauan dan pencegahan perburuan, sambil mendapatkan manfaat ekonomi dari ekowisata dan perhutanan sosial. Pendekatan ini, yang selaras dengan komitmen Presiden untuk keterlibatan masyarakat, akan membangun rasa kepemilikan dan keberlanjutan, memastikan gajah Sumatera tidak hanya bertahan tetapi juga berkontribusi pada keseimbangan ekosistem lokal.

Kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat melalui model Pentahelix---termasuk swasta dan LSM---adalah kunci untuk pelestarian gajah Sumatera yang berkelanjutan di Sumatera Selatan, dengan fokus pada integrasi konservasi ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk menghindari fragmentasi habitat akibat infrastruktur. Inisiatif seperti Tropical Forest Conservation Action (TFCA-Sumatera) dapat diperkuat dengan riset akademis untuk restorasi mangrove dan rawa gambut, sementara masyarakat dilatih sebagai ranger lokal, didukung pendanaan pemerintah. Dengan mengadopsi strategi ini, yang mencerminkan visi Presiden Prabowo untuk pembangunan inklusif, populasi gajah dapat stabil dan bahkan meningkat dalam 10 tahun, menjadikan Sumatera Selatan sebagai model konservasi nasional. Penambahan ini memperkaya proyeksi artikel dengan rekomendasi actionable. 

Masa Depan Gajah Sumatera di Ujung Tanduk, Tapi Penuh Harapan

Pelestarian Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) bukan hanya tanggung jawab nasional, melainkan warisan budaya dan ekologis yang mencerminkan marwah bangsa Indonesia, sebagaimana digambarkan dalam sejarah Kerajaan Sriwijaya yang bangga dengan ribuan gajah di Sumatera Selatan. Pidato dan komitmen Presiden Prabowo Subianto, termasuk penyerahan lahan hingga 90.000 hektare di Aceh untuk koridor habitat serta penguatan 22 lanskap kunci di Sumatera, menjadi titik terang di tengah ancaman fragmentasi habitat yang telah menyusut hingga 80% di luar kawasan konservasi, terutama di Sumatera Selatan seperti Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dengan populasi sekitar 200 individu. Namun, populasi yang kini tersisa di bawah 1.000 ekor di alam liar---dari estimasi 2.800-4.800 pada 1980-an---menunjukkan urgensi aksi segera, di mana konflik manusia-gajah dan perburuan gading terus menggerus kelangsungan spesies ini yang berstatus Critically Endangered menurut IUCN. Dalam satu dekade ke depan, masa depan Gajah Sumatera di Sumatera Selatan bergantung pada implementasi Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) 2019-2029, yang menekankan restorasi habitat melalui penanaman pakan alami, pemantauan geospasial, dan pemberdayaan masyarakat di desa penyangga seperti Tanjung Kemala dan Perigi Talangnangka, di mana warga lokal historically hidup rukun dengan gajah tanpa tradisi perburuan. Upaya pemerintah seperti penguatan koridor melalui agroforestry ramah gajah (dengan komoditas kopi, kakao, dan durian) dan mobilisasi Green Bonds harus dikolaborasikan dengan akademisi untuk riset genetik mencegah inbreeding, serta masyarakat untuk mitigasi konflik via Elephant Response Unit, sebagaimana sukses di Taman Nasional Way Kambas. Tanpa kolaborasi lintas sektor ini, termasuk peran swasta dan LSM seperti WWF, ancaman konversi lahan perkebunan sawit akan mempercepat kepunahan, mengingatkan kita pada Operasi Ganesha 1982 yang gagal memindahkan 242 gajah dari OKI.

Pada akhirnya, Gajah Sumatera bukan sekadar satwa liar, melainkan penjaga ekosistem hutan tropis yang mendukung keanekaragaman hayati dan keseimbangan rawa gambut di Sumatera Selatan, wilayah yang dulunya menjadi negeri ribuan gajah. Komitmen Presiden Prabowo untuk pembangunan berkelanjutan, selaras dengan Sustainable Development Goals, harus diterjemahkan menjadi tindakan nyata: dari penegakan hukum anti-perburuan hingga edukasi bioakustik untuk pemantauan non-invasif, membangun kepercayaan antara manusia dan alam. Dengan gerakan kolektif ini, kita bisa membalikkan tren penurunan populasi 35% sejak 1992 dan memastikan gajah tetap menggema di hutan hingga generasi mendatang. Mari jaga suara hutan, demi masa depan yang lestari---karena menyelamatkan gajah berarti menyelamatkan diri kita sendiri.

Penyerahan Kaos Memperingati Hari Gajah Sedunia
Penyerahan Kaos Memperingati Hari Gajah Sedunia
Action dan Antusiasme para Narasimber Seminar Gajah Seduniadi FST UIN Raden Fatah Palembang
Action dan Antusiasme para Narasimber Seminar Gajah Seduniadi FST UIN Raden Fatah Palembang
Gajah Sumatera Selatan dalam Gambar
Gajah Sumatera Selatan dalam Gambar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun