Mohon tunggu...
Muhammad Rofiq Riastianto
Muhammad Rofiq Riastianto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Kedokteran Hewan SIKIA Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Langkah Preventif dalam Mengurangi Penumpukan Sampah Anorganik di Pasar Dhoplang

31 Mei 2022   21:27 Diperbarui: 31 Mei 2022   21:40 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masalah penumpukan sampah masih menjadi problematika yang belum usai di Indonesia salah satunya di Kabupaten Wonogiri.  Berdasarkan informasi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wonogiri jumlah timbunan sampah di TPA pada tahun 2020 secara keseluruhan berjumlah 1.078 m3/hari. Urutan tertinggi di TPA Ngadirojo dengan jumlah 770 m3/hari, kedua TPA Purwantoro 126 m3/hari, ketiga TPA Slogohimo 114 m3/hari. Selain itu di Indonesia menurut data statistika persampahan domestik Indonesia, jenis sampah plastik menduduki peringkat kedua sebesar 5,4 juta ton pertahun atau 14% dari total produksi sampah.  Hal ini jika dibiarkan secara berkelanjutan akan memperkeruh keadaan dan menimbulkan permasalahan permasalahan yang baru seperti pencemaran tanah, air, dan merusak ekosistem yang akan berakibat merusak rantai makanan hewan.

Pasar Dhoplang bisa menjadi solusi dan inovasi dalam mengurangi penumpukan sampah plastik yang menjadi problematika di Indonesia. Pasar Dhoplang selain menjadi objek wisata kuliner tradisional mempunyai konsep bebas dari penggunaan plastik sehingga dapat mengurangi penumpukan limbah plastik. Pasar Dhoplang berlokasi di Desa Kembar, Pandan, Kecamatan Slogohimo, Kabupaten Wonogiri. Pasar Dhoplang berarea di kebun kayu jati dengan luas 4.000 m2. Pengunjung akan disambut dengan pengelola, pedagang, hingga tukang parkir memakai pakaian lurik adat khas Jawa. Uniknya sebelum memasuki lokasi pengunjung harus melakukan lintu koin yang artinya menukarkan uang yang nantinya akan digunakan untuk membeli makanan, nominalnya yaitu 1 artinya seribu, 2 artinya dua ribu dan seterusnya, jika kepingan koin sisan bisa ditukarkan kembali.

Wadah penyajiannya juga unik pembeli disajikan daun jati dan daun pisang untuk makanan kering. Sedangkan untuk makanan yang berkuah menggunakan mangkok dari kayu atau tanah liat. Jika pembeli ingin membawa pulang makanan bisa membawa tas dari rumah atau membeli tas kain yang dijual seharga Rp5.000. Pengunjung juga bisa makan di Pasar Dhoplang dengan duduk  lesehan serta diiringi dengan musik tradisional angklung dan campursari. Pengunjung bisa datang setiap hari Minggu mulai pukul 06.00 pagi hingga jam 10.00 atau sampai habis penggunjungnya.

Penerapan konsep pasar bebas dari penggunaan plastik baru diterapkan di pasar kuliner Dhoplang di Kecamatan Slogohimo. Pasar di Kecamatan Slogohimo dan kecamatan -- kecamatan lain belum menerapkan konsep bebas plastik. Harusnya konsep bebas plastik diterapkan kepasar pasar tradisional di setiap kecamatan di Kabupaten Wonogiri dan di Kabupaten lain guna mengurangi penggunaan plastik yang sangat berdampak buruk bagi lingkungan. Jika pemerintah mengeluarkan regulasi yang tegas tentang penggunaan plastik yang hanya bisa digunakan hanya sekali diganti dengan penggunaan tas kain yang bisa digunakan berulang kali atau bahan yang ramah lingkungan. Apaila regulasi ini dilaksanakan dengan baik dan konsep bebas plastik di terapkan tidak hanya di pasar pasar di Kabupaten Wonogiri tetapi di seluruh Indonesia maka penumpukan sampah plastik di Indonesia pasti akan berkurang.

Masalah penumpukan sampah masih menjadi problematika yang belum usai di Indonesia salah satunya di Kabupaten Wonogiri. Mengingat data sampah yang ada di Indonesia dari tahun ketahun mengalami peningkatan, masalah masalah baru yang timbul dari penumpukan sampah sudah nyata dan bisa dilihat dengan mata telanjang. Pasar Dhoplang bisa menjadi solusi dan inovasi dalam mengurangi penumpukan sampah plastik yang menjadi problematika di Indonesia. Pasar Dhoplang selain menjadi objek wisata kuliner tradisional mempunyai konsep bebas dari penggunaan plastik sehingga dapat mengurangi penumpukan limbah plastik. Selain menjadi objek wisata kuliner juga ikut menjaga kelestarian budaya yaitu dengan diiringi secara langsung musik campursari dan angklung, selain itu dengan pengelola, pedagang, hingga tukang parkir memakai pakaian lurik adat khas Jawa. Sehingga selain mengurangi penumpukan sampah di Indonesia juga ikut melestarikan dan menja budaya tradisional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun