Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Bisakah Demokrasi Berjalan Tanpa Partai Politik?

11 Maret 2023   07:55 Diperbarui: 12 Maret 2023   09:45 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rapat pleno terbuka pengundian dan penetapan nomor urut partai politik peserta Pemilu 2024 | Gambar oleh Humas KPU via Setkab.go.id

Konon, tak ada orang jujur yang bisa bertahan lama dalam politik. Bahkan kata "politik" itu sendiri sering dihubungkan dengan sikap licik, korup, dan munafik. Saya ingat kala saya ikut lomba debat SMA dan kami kalah di final, rekan saya menggerutu: "Ah, politik!"

Kendati terdapat aneka faktor yang membuat politik begitu tercemar, saya percaya bahwa sebagian besarnya muncul dari kesan negatif kita terhadap partai politik. Mereka bertengkar di antara mereka sendiri, dan kadang terlalu kekanak-kanakan.

Orang pun percaya bahwa partai politik itu korup, lebih mengutamakan kepentingan mereka sendiri daripada kesejahteraan rakyat yang diwakilinya. Mereka juga kerap dipandang terlalu birokratis dan kurang luwes dalam menanggapi aspirasi masyarakat.

Pendeknya, sentimen negatif tentang partai politik sering kali berakar pada rasa frustrasi dan kekecewaan kita terhadap tindak-tanduk mereka. Jadi, kalau memang partai politik dianggap merugikan rakyat, mengapa tak sekalian saja kita bubarkan mereka?

Partai politik dan demokrasi

Entah orang memikirkan demokrasi atau sistem totaliter seperti Uni Soviet, Fasis Italia, dan Nazi Jerman; negara-negara Afrika atau Amerika Latin yang telah tertatih-tatih selama lebih dari satu abad, partai politik dalam satu atau lain bentuk ada di mana-mana.

Partai politik adalah buatan sistem politik modern dan modernisasi sistem politik. Dalam hal ini, partai politik dianggap muncul karena adanya kesadaran dari kekuasaan (pemerintah) bahwa rakyat, termasuk penduduk biasa sekalipun, perlu diperhatikan dengan serius.

Bedanya, negara-negara demokrasi memandang itu sebagai kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam banyak urusan kekuasaan (misal, perumusan kebijakan publik atau memilih presiden).

Bagi negara-negara totaliter, itu berarti rakyat perlu diawasi (dan saya tambahkan, dikontrol). Makanya partai politik dalam negara totaliter acapkali merepresentasikan negara itu sendiri, seperti partai Nazi yang pada saat itu dipandang sebagai wujud "Jerman" itu sendiri.

Dari perspektif itu, hanya sistem demokrasi yang memungkinkan partai politik untuk bekerja secara penuh dan efektif. Bahkan beberapa ahli ilmu politik berpendapat bahwa partai politik adalah endemik demokrasi, sebagaimana orangutan adalah hewan khas dari Indonesia.

Di negara demokrasi seperti Indonesia, partai politik menghubungkan rakyat dengan institusi demokrasi, yang berarti mewakili aspirasi kita untuk disampaikan ke pemerintah. Legislatif kita bahkan seolah disusun menurut garis partai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun