Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fundamental Attribution Error: Berhati-hatilah dalam Menilai Orang Lain

24 Januari 2022   07:58 Diperbarui: 8 Maret 2022   12:57 2652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fundamental Attribution Error menunjukkan bahwa kita adalah penilai yang buruk | Ilustrasi oleh Goumbik via Pixabay

Pertama, kita mengategorikan perilaku atau menjawab pertanyaan "apa yang dilakukan orang ini". Kedua, kita membuat karakterisasi disposisional atau menjawab pertanyaan "apa yang tersirat dari perilakunya tentang kepribadian orang ini".

Pada akhirnya, kita mesti menerapkan koreksi situasional atau menjawab pertanyaan "aspek situasi apa yang mungkin berkontribusi pada perilakunya".

Sementara dua langkah pertama tampaknya terjadi secara otomatis, langkah ketiga jelas membutuhkan upaya yang disengaja dan penuh pertimbangan. Tidak semua orang mau melakukan yang ini; kalaupun iya, biasanya mereka merasa tidak punya waktu untuk itu.

Kadang-kadang, kita gagal memperhitungkan situasi hanya karena kita kurang menyadarinya. Namun toh, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian, orang tetap sering melakukan FAE ketika mereka sepenuhnya menyadari apa yang terjadi.

Di sinilah agaknya psikologi Adler lebih relevan untuk menjelaskan kemarahan dan kejengkelan yang kita tumpahkan pada orang lain.

Tapi yang terpenting adalah, kita didorong untuk lebih berempati terhadap apa yang terjadi pada orang lain dan mengendalikan diri sendiri supaya tidak bereaksi tanpa pengertian. 

Bila yang terlihat hanyalah atap, jangan terburu-buru menyimpulkan bahwa bangunan itu adalah rumah.

Empati bukan semata turut merasakan apa yang orang lain alami secara emosional, tetapi juga berusaha menempatkan diri kita pada posisi yang serupa dengannya.

Sering kali, bila kita benar-benar mengerti, kita akan berpikir bahwa kita pun akan melakukan hal yang sama jika terjebak dalam situasi demikian. Atau kendatipun tidak, sekurang-kurangnya kita peduli dan berani memaafkan kekeliruan tersebut.

Alih-alih meledakkan amarah di depan wajah orang lain, seyogianya kita mencari cara bagaimana situasi dapat menjadi lebih baik dan orang yang dimaksud tidak lagi mengulangi kekeliruan yang sama di lain waktu.

Sebab jika kita murka terhadapnya, kita pun pada akhirnya menjadi tiada berbeda dengan orang tersebut. Kita menjadi pihak yang sama-sama melakukan keburukan, dan itu hanya semakin memperburuk masalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun