Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paradoks Kemajuan: Alasan Mengapa Orang Kaya tetap Sulit Bahagia

7 Januari 2022   09:52 Diperbarui: 18 Juni 2022   22:09 2981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak penelitian yang menemukan bahwa kekayaan tidak berkorelasi positif dengan kebahagiaan | Ilustrasi oleh Frantisek Krejci via Pixabay

Hasilnya adalah, ketika masalah menjadi lebih kecil, konseptualisasi orang tentang masalah itu menjadi lebih besar yang kemudian membuat mereka tidak menyadari kenyataan bahwa mereka telah memecahkannya.

Kejanggalan tersebut menimpa banyak orang kaya sehingga apa yang mereka dapatkan hanyalah ketidakpuasan lainnya.

Mereka berangkat dengan asumsi sederhana, bahwa uang membantu mereka mendapatkan kesenangan. Mereka benar, tetapi kesenangan yang dibawa uang sering kali tidaklah lama, dan mereka pun segera menginginkan lebih banyak uang untuk kesenangan yang juga lebih banyak.

Jadi, mereka terus bekerja karena mengira bahwa uang akan menenangkan jiwa mereka yang gundah akibat ketakutan dan ketamakan. Tapi, uang tidak bisa melakukannya.

"Kenyataannya, alasan banyak orang kaya itu menjadi kaya bukanlah karena hasrat," tulis Robert Kiyosaki dalam buku populernya Rich Dad Poor Dad, "melainkan rasa takut. Mereka meyakini bahwa uang bisa menyingkirkan rasa takut miskin, jadi mereka menimbun berton-ton uang, hanya untuk mendapati bahwa ketakutan itu semakin parah. Mereka sekarang takut kehilangan uang."

Kekeliruan terbesar dari orang kaya adalah, mulanya mereka berangan-angan bahwa menjadi kaya dapat membantu mereka untuk menderita sesedikit mungkin, namun ketika akhirnya mereka menjadi kaya, mereka baru belajar bahwa kelimpahan harta adalah penderitaan juga; penderitaan dalam bentuk yang berbeda.

Penderitaan ada di kondisi mana pun, tetapi titik mana pun selalu dapat menjadi lebih baik. Penderitaan selalu ada di sana; yang berubah hanyalah persepsi kita tentang penderitaan.

Dan segera setelah kehidupan kita "membaik", harapan kita berganti menjadi lebih kompleks, dan kita kembali merasa sedikit tidak puas.

Lebih banyak uang, lebih banyak keinginan. Itu sama seperti berhadapan dengan lorong gelap yang panjang tiada berujung. Kita dipaksa untuk terus berlari tanpa pernah tahu di mana kita bisa menjumpai secercah cahaya. Pada dasarnya, kita terjebak dalam kegersangan makna.

Tentu Paradoks Kemajuan (atau apa pun konsep yang serupa) bukanlah alasan kita untuk menghindari kekayaan dan lantas berkata dengan ekspresi menyebalkan di depan wajah miliarder, "Uang tidak memberimu kebahagiaan."

"Bagaimanapun," tulis Robert Kiyosaki, "menghindari uang itu sama gilanya seperti terikat pada uang." Kita perlu mengajukan pertanyaan yang lebih masuk akal: bagaimana cara menjadi kaya yang bahagia?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun