Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengiyakan Kehidupan

12 Oktober 2021   18:30 Diperbarui: 12 Oktober 2021   18:41 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersediakah Anda untuk menganggukkan kepala dengan senang hati pada kehidupan? | Ilustrasi oleh Ekaterina Ershova via Pixabay

Menikmati kehidupan berarti menerima segala hal yang menjadi fakta kehidupan. Mereka yang menolak adalah mereka yang menganggap segalanya harus berjalan sesuai dengan idealismenya sendiri.

Pada akhirnya, mereka itulah yang terlempar dari realitas yang seada-adanya dan menjauh dari kesejatian hidup.

Barangkali Anda berpikir, "Tidak mungkin kita tercipta untuk melayani kehidupan. Justru kehidupanlah yang semestinya menjadi milik kita." Itu mungkin benar, tapi karena kehidupan adalah milik kita, tidak semua hal berada dalam kendali kita.

Jadi mengapa Anda mengusahakan sesuatu dengan mati-matian hanya untuk membuktikan bahwa Anda bukanlah pengendalinya?

Tapi kembali lagi pada prinsip "mengiyakan kehidupan", artinya saya dengan senang hati "melayani" kehidupan (baca: takdir), karena toh kehidupan juga balik membahagiakan saya ketika saya melakukannya.

Sama seperti bayi yang merupakan "dunia kecil" bagi ibunya; tempat di mana dia menemukan cinta dan kelembutan yang tidak didapatkannya dari manusia mana pun. Ketika bayinya menangis, sang ibulah yang harus lebih dulu melakukan pendekatan.

Jika tidak, anaknya akan kelaparan dan mungkin saja meninggal apabila diabaikan dalam waktu yang lama. Ketika anaknya itu tiada, justru sang ibulah yang pada ujung-ujungnya merasa hancur berkeping-keping.

"Dunia kecil" yang selama ini mengelilinginya telah berhenti berputar dan meledak bersama kilauan bintang-bintang yang berkhianat.

Sang ibulah yang sewajarnya melayani. Itu bukan berarti sang ibu telah "diperbudak" oleh anaknya sendiri; Anda tahu itu. Dan kehidupan, tempat di mana semua makhluk saling berkonflik kepentingan, meniscayakan kita untuk sesering mungkin menerimanya.

Saya membayangkan seorang kaisar yang berdiri gagah di hadapan medan pertempuran tanpa pengetahuan sedikit pun tentang apa yang ada di depannya. Tapi toh dia sedemikian kuat hingga merasa berani untuk menghadapi apa pun yang menjadi takdirnya.

"Rumusanku untuk kebesaran dalam diri manusia adalah amor fati (...) Ini bukan hanya perkara menanggung apa yang perlu, apalagi menyembunyikannya (...), melainkan juga mencintainya," urai Nietzsche dalam bukunya Why I am So Clever.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun