Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

4 Mitos tentang Kebahagiaan yang Banyak Memperdaya Kita

7 Agustus 2021   06:00 Diperbarui: 7 Agustus 2021   06:32 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa kepercayaan kita tentang kebahagiaan ternyata hanyalah mitos belaka | Ilustrasi oleh Pezibear via Pixabay

Saya tidak pernah bisa menyangkal bahwa semenjak pandemi, hari-hari saya senantiasa berjalan sama; diwarnai oleh rutinitas yang serupa. Saya jenuh dan jengkel dengan keadaan ini. Tapi di sisi lain, saya tahu bagaimana caranya untuk membuat ini tetap menarik.

Saya menciptakan penderitaan dengan sengaja; itulah yang saya lakukan. 

Saya tahu betapa anehnya ini, tapi apa yang kemudian saya sadari adalah, bebas sepenuhnya itu benar-benar membosankan. Saya butuh rasa sakit, penderitaan, atau kerinduan untuk menikmati hidup.

Dan itulah poinnya: saya adalah aktor utama dalam kehidupan saya. Untuk membuat semuanya menarik, saya menciptakan skenario apa yang saya inginkan di samping takdir Tuhan yang juga turut berpengaruh.

Jadi beri saya sorakan yang keras kalau semua ini terdengar omong kosong. Dan ya, terima kasih, Anda masuk ke dalam skenario saya.

Saya berbahagia dan sengaja bersedih ... hanya supaya saya bisa menikmati kisah pribadi saya. Mereka yang mampu menerima rasa sakit mereka sebagai bagian dari kehidupan akan jauh lebih siap untuk menanganinya dan melampauinya.

Mitos 4: Bahagia adalah pilihan

Para "ahli" biasanya akan menyarankan kita untuk mengganti pemikiran negatif dengan pemikiran positif, bahwa kebahagiaan itu terletak pada pola pikir kita dan kecenderungan perasaan kita ... maka kita mesti mengendalikannya.

Akhirnya mereka berkata, "Bahagia adalah pilihan."

Kenyataannya, kita tidak punya kendali sebesar yang kita bayangkan dalam mengontrol pikiran dan perasaan kita. Apa yang sering terjadi selama ini adalah, kedua-duanya terjadi secara niscaya.

Tentu kita memiliki potensi untuk mengendalikan pikiran dan perasaan kita, tetapi tidak semudah kita memindah-mindah siaran televisi. Mantra "bahagia adalah pilihan" terlalu menyepelekan, seakan-akan kita punya tombol untuk ditekan secara sukarela.

Tidak apa-apa untuk menangis. Tidak perlu menyangkal penderitaan. Seperti yang telah saya singgung sebelumnya, kehidupan kita lebih mirip jalan melingkar. Ketika kita berada di luar kebahagiaan, suatu waktu, kita akan mendapatkannya lagi ... dan kembali kehilangannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun