Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Seni Mengagumi, Sebuah Pendekatan Menikmati Kehidupan

26 Juli 2021   06:42 Diperbarui: 27 Juli 2021   20:15 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kekaguman membuat segala sesuatu tampak indah dan berharga | Ilustrasi oleh Mar Dais via Pixabay

Rasa kagum merupakan bentuk pengalaman batiniah yang hanya bisa dimengerti ketika kita merasakannya secara langsung. Tapi tentu kita tahu pasti bagaimana rasanya mengagumi sesuatu, hanya saja, tidak selalu kekaguman tersebut terasa sama.

Mungkin Anda berpikir ada sedikit kerancuan dalam "definisi" saya terkait kekaguman. Jika kekaguman berarti merasa takjub oleh sesuatu di luar diri sendiri, bagaimana dengan kasus mengagumi diri sendiri?

Pertanyaan itu sendiri lebih membingungkan bagi saya. Ketika Anda mengagumi diri Anda sendiri, Anda seperti terpecah ke dalam dua bagian: sebagai subjek dan sebagai objek. Secara paradoksal, Anda menjadi pengagum sekaligus menjadi sesuatu yang dikagumi.

Apakah mungkin demikian? Mungkin saja, itu bukanlah sesuatu yang perlu dibesar-besarkan.

Apa yang lebih penting di sini adalah, kekaguman punya kekuatan magis yang sering kali benar-benar terabaikan oleh kita. Terkadang, kita tidak ingin mengagumi sesuatu hanya karena termakan gengsi atau menilainya tidak penting.

Justru kekaguman itulah yang akan menyingkap keberhargaan sesuatu kepada kita. Bahkan ketika saya mengagumi sesuatu yang terkesan buruk, saya memetik pelajaran darinya.

Saya mengagumi musuh saya: dia begitu gagah dan benar-benar tangguh terhadap orang-orang yang membencinya. Saya memetik pelajaran itu, dan untuk sisanya yang menjadikan dia sebagai musuh saya, saya tinggal mengabaikannya.

Saya mengagumi iblis: dia punya kesabaran yang tinggi dalam menggoda manusia agar berbuat buruk. Saya memetik nilai kesabarannya, dan selain dari itu, saya mengabaikannya. Bagaimanapun juga, dia juga musuh saya.

Itulah pelajaran penting yang ingin saya garisbawahi di sini: untuk bisa mengagumi sesuatu, kita tidak diwajibkan untuk mengagumi keseluruhannya. Rasa kagum menjadi semacam pancingan agar kita bisa menyingkap sisi positif dari sesuatu dan menghargainya.

Sekarang katakanlah Anda punya pasangan yang begitu cerewet, mudah marah, dan sangat labil. Apa yang akan Anda katakan padanya jika dia memberi Anda kesempatan untuk berkata sejujur mungkin?

Apakah Anda berpikir untuk membicarakan semua kelebihannya? Belum tentu, manusia lebih suka menguak kekurangan orang lain untuk menunjukkan betapa tidak sempurnanya dia dan itu berarti, dia harus memperbaiki diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun