Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ketika Seorang Filsuf Bermain Media Sosial

9 Juni 2021   17:32 Diperbarui: 9 Juni 2021   17:34 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Apa jadinya jika seorang filsuf bermain media sosial? | Ilustrasi oleh Gerd Altmann via Pixabay

Inilah yang sangat dipahami seorang filsuf. Jadi ketika dia melihat unggahan seorang teman yang pamer pesawat pribadi, dia akan tertawa sekeras-kerasnya. 

"Apa yang dia banggakan atas itu? Bahkan nyawanya sendiri lebih rapuh daripada besi-besi itu," begitulah kira-kira yang akan dikatakannya.

Apa pun yang mereka pamerkan, intinya tetap sama: mereka ingin diakui, mereka merasa menjadi orang penting, mereka merasa menjadi yang paling sejahtera, mereka merasa telah menjuarai lomba maraton kehidupan.

Namun ada yang tertinggal: mereka patut ditertawakan dan dikasihani. Mereka tidak mengerti makna eksistensi mereka sebagai manusia. Mereka tidak tahu apa-apa soal keajaiban alam raya.

Tidakkah mereka mengerti bahwa manusia hanyalah sebutir debu kosmik yang hidup di titik biru pucat alam semesta? Tidakkah mereka sadar bahwa manusia sama rapuhnya dengan bumi ini?

Ketika mereka menyombongkan diri, mereka sedang memamerkan kelemahan mereka sendiri. Inilah yang patut dikasihani dari mereka.

Dan lebih mirisnya lagi, mereka yang gemar pamer di media sosial tidak berarti apa-apa bagi kehidupan dunia. Bumi akan baik-baik saja tanpa kehadiran mereka. Maka merekalah yang sepatutnya berterima kasih pada alam dan mulai merendahkan hatinya dengan sesamanya.

Akan lebih miris lagi jika saya mengambil parameter keseimbangan alam raya. Mereka tidak berarti apa-apa; bahkan alam raya akan tetap bergerak andai kata manusia punah.

Siapa kita? Kita adalah para aktor yang terlempar ke sebuah pertunjukan teater. Kita tidak tahu apa peran kita, bermain tanpa naskah, dan tanpa bisikan yang memberi petunjuk pada kita.

Nah, si filsuf itu sudah mengunggah postingan baru tuh.

7. Membuka media sosial secukupnya

Ciri utama seorang filsuf adalah keinginan mereka untuk mencapai hakikat dari sesuatu. Jadi seandainya seorang filsuf bermain media sosial, dia akan gatal untuk mengetahui apa hakikat atau tujuan asli dari terciptanya media sosial.

Katakanlah hakikat media sosial sebagai sarana berkomunikasi dan hiburan. Maka titik; dia akan menggunakan media sosial sebagaimana mestinya. Dia tidak melebih-lebihkan media sosial sebagai tempat memprovokatif, tempat konten vulgar, atau tempat maki-memaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun