Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Apakah Hedonisme Membawa Kita pada Kebahagiaan?

30 Mei 2021   13:18 Diperbarui: 30 Mei 2021   13:32 1073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hedonisme adalah lingkaran setan yang datang sebagai tamu tak dikenal | Ilustrasi oleh Free-Photos via Pixabay

Inilah perbedaan kontras antara kesenangan dan kebahagiaan: kesenangan bergantung kepada subjeknya. Mungkin “iya” bagi Anda, tapi “tidak” bagi saya. Dan karenanya jika kita mencari kesenangan sepanjang hidup kita, tidak akan ada kesejatian yang menanti kita.

Lain halnya dengan kebahagiaan. Ia bersifat internal; sesuatu yang hanya lahir dari dalam diri kita sendiri. Maka kebahagiaan tidak bersifat ketergantungan, setiap individu punya kesempatan yang sama dan merata.

Apa pun situasi yang menimpa kita, kebahagiaan tetaplah cahaya yang menjadi pilihan kita. Sebab ia bersemayam manis di dalam diri kita, tidak bergantung pada segala hal di luar diri kita sendiri.

Contoh paling gamblangnya: gagal membangun bisnis tidak melahirkan kesenangan, tapi sangat mungkin untuk melahirkan kebahagiaan. Dengan kegagalan tersebut, kita punya kesempatan untuk belajar dan meningkatkan peluang keberhasilan di waktu mendatang. Dan kita bahagia.

Ironi hedonisme kedua adalah mengira kebahagiaan sebagai tujuan, padahal kenyataannya merupakan efek samping.

Mereka yang hedonis kerap kali menjadikan pencapaian-pencapaian mereka sebagai bentuk pengejaran kebahagiaan, padahal yang mereka cari ada di depan hidung mereka. Ini seperti kita mencari-cari korek api di kolong meja, padahal dari awal kita selalu menyimpannya di dalam saku celana.

Dalam kata-kata Viktor Frankl, “Kebahagiaan tidak bisa dikejar; itu harus terjadi, dan itu hanya terjadi sebagai efek samping yang tidak diinginkan dari dedikasi pribadi seseorang untuk tujuan yang lebih besar dari diri sendiri ...”

Budaya kita telah mengajarkan bahwa usaha keras yang tiada habis-habisnya merupakan cara kita mengejar kebahagiaan. Tapi tidak, kebahagiaan tidak bekerja seperti itu. Kebahagiaan tidak melekat pada pengejaran ke luar, melainkan ke dalam diri sendiri.

Bukan berarti kita tidak perlu bekerja keras. Justru sebaliknya, kita bisa menjalani hidup kita sebagaimana adanya tanpa harus mengharapkan kebahagiaan. Kebahagiaan itu niscaya; ia akan terjadi ketika Anda menghendakinya.

Sebab setiap orang punya kendali atas dirinya, maka kebahagiaan adalah pilihan.

Sayangnya konsep hedonisme yang dianut banyak orang menyangkal fakta sederhana ini. Mereka kira menjadi bahagia itu sulit, padahal kesulitan itu adalah mengejar kesenangan dan bukannya kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun