Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenali 7 Kebenaran yang Menyakitkan untuk Memahami Kehidupan

6 Mei 2021   09:22 Diperbarui: 6 Mei 2021   09:33 1071
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami jalannya kehidupan bukanlah suatu kebutuhan "sambil lalu" seperti tren | Ilustrasi oleh Tumisu via Pixabay

Ah, kehidupan. Apa itu hidup? Apa yang harus dilakukan dengan hidup? Memahami jalannya kehidupan bukanlah suatu kebutuhan "sambil lalu" seperti tren. Ini adalah keterampilan seumur hidup bagi siapa pun yang ingin tetap eksis.

Ketidakmampuan untuk menikmati hidup sering kali datang dari ketidakmampuan kita dalam memahami kehidupan. Karena dengan begitu, kita menjadi sering (ya, hampir selalu) dikejutkan oleh apa pun yang hidup berikan.

Seperti ketika Anda bermain sepak bola. Jika Anda tidak memahami sepak bola dan seseorang memaksa Anda untuk bermain, Anda akan terkejut melihat para pemain yang saling tackling hingga terkapar.

Ya, bahkan tawuran antar penonton sudah seperti menjadi bagian dari sepak bola. Kemudian orang-orang di pinggir lapangan pun berteriak keras, terkadang memaki. Anda benar-benar tidak mampu untuk menikmati pertandingan.

Satu keterampilan penting dalam memahami kehidupan adalah dengan mengetahui berbagai kebenaran yang menyakitkan. Disebut menyakitkan karena kebenaran-kebenaran ini tidak diharapkan menjadi sebuah kebenaran oleh banyak orang.

Atau lebih tepatnya, ini seperti Anda sedang terjebak di sebuah labirin dengan dua pintu. Pintu yang satu berisi gerombolan singa dengan perut keroncongan. Tapi, di sanalah pintu selanjutnya berada.

Dan di pintu yang lainnya tidak ada apa-apa; kosong dan sunyi. Mungkin ini terdengar lebih baik, tapi yang menunggu Anda adalah kekosongan; sebuah pembunuhan akan makna hidup.

Dalam banyak hal, begitulah kehidupan. Dan jika Anda terlalu naif untuk mengakui, saya sajikan secangkir kopi panas sedikit gula.

Bahkan saya menuliskan sesuatu di atas krimnya, "Ya, hidup menyukai 'kiri' ketika Anda memilih 'kanan'. Jadi, nikmatilah!"

Dan tentu saja, tulisan ini merupakan sedikit panduan untuk Anda dalam menjadi seorang pawang singa. Sebagai permulaan, kita akan mempelajari (atau merenungkan) tentang fakta mengejutkan dari singa.

Atau acuhkan saja. Karena inilah 7 kebenaran yang menyakitkan tentang kehidupan.

1. Kita semua memiliki tenggat waktu

Dalam hal apa pun, kita memiliki batas waktu atau apa yang saya sebut sebagai "tenggat". Saya tidak hanya berbicara tentang kematian. Tapi ini juga mencakup segala sesuatu yang kita miliki, entah itu kekayaan, kekuasaan, ketenaran; semua akan berakhir pada waktunya.

Bahkan gunung-gunung pun perlahan mulai tercerabut dari akarnya, hingga pada waktu yang tepat, ia terbang dan saling berbenturan satu sama lain.

Kerajaan gunung es di kutub telah mencair secara besar-besaran sejak pemanasan global. Permukaan air laut meningkat. Dan pada waktu yang tepat, separuh dataran bumi akan tenggelam.

Atau bahkan seluruhnya akan tenggelam. Kita mempercayai sebuah peristiwa maha dahsyat yang disebut kiamat. Dan jika Anda tidak menyadarinya, kita mengalami kiamat ringan setiap hari.

Ada cacat di alam raya. Apa pun yang Anda kira adalah milik Anda sangatlah rapuh dan fana. Ketika "tenggat" tiba, Anda kehilangan semuanya.

Ini adalah pesan bahwa tidak ada sesuatu pun yang bisa dibanggakan di dalam kehidupan. Meskipun Anda dapat melakukannya, itu tidak bernilai apa-apa. Dan inilah yang dilakukan oleh mayoritas dari kita.

Ini juga berarti begitu pentingnya kita menciptakan jarak dengan segala sesuatu yang kita miliki. Ketika semua itu direnggut paksa, kita baik-baik saja.

Seakan-akan sebuah penutup mata telah mengalihkan perhatian mereka dari apa yang menjadi fakta kehidupan. Mereka terlena oleh badut-badut kehidupan, sebab itulah satu-satunya yang membuat mereka tertawa.

Kemudian, akan tiba satu kesempatan terakhir untuk melepas penutup mata, kesempatan terakhir untuk menggosok mata sambil terkaget-kaget, kesempatan terakhir untuk menyerahkan diri pada ketakjuban yang mereka beri ucapan selamat jalan dan pergi meninggalkan mereka.

Setiap detik, bayi-bayi baru muncul dari 'lengan jas Tuhan'. Sim salabim! Setiap detik pula, ada orang-orang yang menghilang. Mantra K E L U A R terucap, maka Anda pun harus keluar. Tidak bisa tidak!

2. Kita tidak tahu apa-apa

Orang yang paling bijaksana adalah orang yang mengetahui bahwa dia tidak tahu apa-apa -- Socrates

Saya mengerti, menjadi pihak yang dipersalahkan itu sangat menjengkelkan. Dan karenanya kita tidak mau salah. Akan tetapi, kita lupa dengan sisi cerah dari mengakui kesalahan.

Orang-orang sangat fanatik dengan kebenaran. Mereka tidak mau dipersalahkan. Padahal tidak mengakui kesalahan adalah bentuk dari kesalahan itu sendiri.

Ironisnya, apa yang kita pikir benar belum tentu sepenuhnya benar. Ketika kita merasa tahu tentang "A", kita hanya tahu di permukaannya saja. Kita belum tentu tahu apa yang ada di balik "A".

Dan ketika kita mempelajari sesuatu yang baru, kita tidak beranjak dari "salah" menuju "benar". Kita hanya beranjak dari "salah" menuju "sedikit salah", kemudian menuju "kesalahan yang lebih sedikit", dan seterusnya.

Memang, kita selalu berproses menuju kebenaran dan kesempurnaan. Namun, kita tidak pernah benar-benar mencapainya. Selalu ada ruang untuk menjadi lebih baik.

Anda dapat berdalih bahwa Anda mengetahui 1 + 1 = 2. Tapi, Anda mungkin tidak benar-benar tahu mengapa bisa demikian. Ya, Anda hanya menyelam di permukaan.

Bahkan apa pun yang kita kenali dengan indra sering kali hanyalah ilusi. Indra adalah penipu yang andal. Kita pikir itu nyata, tetapi kita terjebak dalam fatamorgana.

Misalnya ketika Anda melihat objek yang jauh. Katakan saja Anda melihat rel kereta api yang memanjang hingga tidak tampak di mana ujungnya.

Anda akan melihat bahwa rel itu, semakin jauh dari pandangan, semakin ia terlihat menyatu. Kenyataannya, rel itu tetaplah rel yang seperti tangga; tidak menyatu sama sekali.

Semakin tidak terjangkau pandangan, kita melihat rel tersebut seperti semakin menyatu | Ilustrasi oleh Martin Winkler via Pixabay
Semakin tidak terjangkau pandangan, kita melihat rel tersebut seperti semakin menyatu | Ilustrasi oleh Martin Winkler via Pixabay
Inilah gambaran betapa kita sering sok tahu terhadap segala hal. Alih-alih berusaha menjadi benar setiap saat, sebaiknya kita mencari tahu bagaimana kita bisa keliru setiap saat.

Karena kita memang demikian adanya. Kita selalu bermula dari tak tahu apa-apa. Kita tidak tahu apa-apa; kita hanya tidak tahu apa-apa.

Akui saja, dan merasa terganggulah atas kebenaran tersebut. Itu akan mendorong Anda untuk terus mencari dan belajar, juga berkembang.

3. Keberadaan X ditentukan oleh non-X

Kita bisa mengetahui sesuatu adalah X karena terdapat hal lain yang non-X.

Saya akan menyingkat saja.

Kita mengetahui perasaan senang karena ada sesuatu yang disebut sedih. Kita mengetahui perasaan cinta karena ada sesuatu yang disebut benci. Kita merasa sabar karena ada sesuatu yang disebut marah.

Jika Anda pernah mendengar pepatah klasik, "Segala sesuatu diciptakan secara berpasang-pasangan," maka yang saya maksud adalah demikian.

Ini begitu menyakitkan untuk diketahui bagi sebagian orang. Karena ini berarti, untuk menikmati X, kita juga harus pernah mengalami non-X.

Jika Anda ingin merasa senang, Anda pun harus pernah mengalami perasaan sedih. Jika tidak, Anda tidak tahu bagaimana rasanya menjadi senang. Dan kesenangan Anda pun tidak berarti apa-apa.

Ironisnya, Anda pun harus pernah menderita untuk menikmati perasaan bahagia. Karena apa jadinya kebahagiaan tanpa penderitaan? Ia adalah tawa kekosongan yang tanpa makna.

Untuk bisa menjadi pemenang, Anda harus tahu bagaimana rasanya menjadi kalah. Agar bisa menikmati kesuksesan, Anda harus mengerti pengalaman kegagalan.

Tidak ada cara mudah untuk melawan kebenaran ini. Anda tidak bisa melewatkannya dengan cara apa pun. Ini terdengar sangat menyakitkan, tapi sekali lagi, begitulah kehidupan.

Untuk menjadi X, Anda pun harus tahu atau mengalami non-X.

4. Kita melihat dengan kacamata kita sendiri

Kita melihat dunia bukan sebagaimana adanya, melainkan sebagaimana kita terkondisikan. -- Stephen Covey

Jika saya memberikan ponsel seharga 1 juta kepada setiap orang yang saya jumpai, akankah mereka berterima kasih dan merasa senang?

Belum tentu.

Jika saya memberikannya kepada orang miskin, besar kemungkinan mereka akan sangat senang dan berterima kasih. Barangkali mereka akan mulai bersujud di kaki saya dan menangis bahagia atas kebaikan saya.

Namun jika saya memberikannya kepada seorang sultan, mungkin saya akan ditertawakan olehnya dan justru saya yang dikasihani. Ponsel itu akan dibuang ke sebuah tong sampah dan diganti oleh sebuah ponsel belasan juta yang terkini.

Atau jika saya memberikannya kepada orang-orang tertentu, mereka akan curiga dengan ponsel yang saya berikan; khawatir bahwa di dalamnya terdapat virus yang akan menggerogoti pikiran mereka.

Intinya, saya akan menerima reaksi yang beragam di samping sebuah fakta objektif: saya telah melakukan suatu kebaikan dan layak diapresiasi.

Inilah mengapa timbul banyak perdebatan di mana-mana, meskipun masalah itu sangatlah sepele. Kita sering kali lupa bahwa keindahan dunia memang diwarnai oleh berbagai macam perbedaan.

Dalam hal tertentu, kita memang harus sepakat. Tapi untuk menjadi sepakat, kita tidak bisa mencapainya tanpa pemahaman bahwa setiap orang memiliki kacamatanya masing-masing.

Setiap orang melihat dengan paradigmanya masing-masing. Kita hanya bisa menghargai orang-orang hanya ketika kita berusaha mengerti mereka terlebih dahulu untuk kemudian bisa dimengerti.

Jadi lain kali, ketika Anda berbuat sebuah kebaikan atau berbagi pendapat, pahamilah bahwa tidak semua orang akan mengikuti jalan Anda. Dan itu tidak apa-apa.

5. Masalah tidak pernah hilang

Tampar saya jika tebakan saya keliru: Pasti pernah pada suatu waktu, kita berharap bahwa hidup kita terbebas dari masalah.

Sayangnya, tidak ada masalah berarti tidak ada kehidupan. Masalah merupakan konstanta dalam kehidupan kita; ia akan selalu ada dan tidak akan pernah menghilang.

Hidup adalah rentetan dari masalah. Dan semua hal yang kita lakukan hanya untuk memecahkan masalah-masalah tersebut.

Ketika kita makan, sebenarnya kita sedang memecahkan masalah, yaitu masalah kelaparan. Begitu pun ketika kita minum, adalah cara kita untuk memecahkan masalah kehausan.

Tak berbeda ketika kita berolahraga pun, itu merupakan cara kita untuk memecahkan masalah kesehatan raga. Bahkan masa-masa kita bersekolah merupakan cara kita untuk memecahkan masalah kebodohan.

Menginginkan dunia ini bebas dari masalah terdengar tidak mungkin, bahkan itu sangat buruk. Jika masalah merupakan bagian dari hidup itu sendiri, maka hidup pun akan kehilangan makna dan eksistensinya kalau masalah tiba-tiba lenyap.

Dan saya akan membawakan sebuah kabar (menelan ludah) buruk untuk Anda: Setiap kali kita memecahkan sebuah masalah, maka sebenarnya kita sedang menciptakan masalah baru.

Masalah tidak pernah berhenti; mereka hanya datang silih berganti dan/atau meningkat.

Karenanya, kita harus mulai berhenti untuk mengelak dari masalah dan justru mulai memeluknya dengan hangat. Begitulah aturannya.

6. Kebebasan terakhir yang disia-siakan

Apa pun bisa dirampas dari manusia, kecuali satu: kebebasan terakhir seorang manusia---kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan, kebebasan untuk memilih jalannya sendiri. -- Viktor Frankl

Tidak peduli berapa pun umur kita sekarang, saya yakin, masing-masing dari kita meninggalkan banyak penyesalan di masa lampau.

Itu karena kita tidak cukup proaktif dalam kehidupan. Kita menjadi manusia fatalistik (keyakinan bahwa segala sesuatu sudah ditentukan dan tidak bisa digubris).

Namun, seperti yang dikatakan Viktor Frankl, tidak ada kemerdekaan yang benar-benar hilang, bahkan dalam situasi yang tampak sudah sangat gelap sekalipun.

Kita tidak bisa memilih situasi yang menimpa kita, tetapi kita selalu bisa menentukan sikap atas situasi tersebut. Karenanya juga, dalam situasi paling menyakitkan dan tidak manusiawi sekali pun, penderitaan pastilah memiliki makna.

Dan sayangnya, kita sering melewatkan fakta ini. Kita sering menyia-nyiakan kebenaran ini.

Ketika kita mulai menyesali sebuah perkara, kita hanya menyalahkan sesuatu di luar diri kita di samping fakta bahwa kita selalu memilih.

Karenanya ketika Anda berkata, "Saya harus ... karena ...," itu benar-benar omong kosong. Yang sesungguhnya terjadi adalah Anda memilih ... karena ... Tergantung kepada apa yang menjadi nilai-nilai Anda.

7. Pikiran adalah tempat yang menakutkan

Hati-hati dengan pikiran, karena ia bisa menjadi pengendali Anda dalam segala sesuatu. Ia juga menjadi sumber dari banyak penyakit, entah itu penyakit mental maupun fisik.

Saya akan sedikit random.

Jika Anda kecanduan game online, akarnya adalah pikiran Anda yang tidak mampu menafsirkan secara tepat apa itu esensi dari game online.

Jika Anda tertarik pada terorisme, akarnya adalah pikiran Anda yang cacat dalam mengenali terorisme.

Jika Anda memiliki dendam kepada seseorang, akarnya adalah pikiran Anda yang dicuci oleh amarah sehingga buta terhadap kenyataan bahwa kita adalah makhluk satu-kesatuan kosmik.

Barangkali sedikit melegakan bahwa di samping pikiran menjadi akar dari keburukan Anda, pikiran juga bisa menjadi pusat dari segala kebaikan Anda.

Syaratnya, pikiran Anda harus terasah sehingga mampu memahami apa yang benar-benar baik atau apa yang sungguh buruk. Inilah mengapa kegiatan berintelektual seperti membaca buku begitu penting bagi kita.

Dalam banyak hal, pikiran merupakan asal-muasal tindakan kita.

Seperti yang dikatakan Socrates, "Barang siapa mengetahui yang benar akan bertindak benar." Jika ini terdengar aneh, Anda belum memikirkannya lebih jauh.

Pada akhirnya, kebenaran menyakitkan yang telah saya uraikan belum mencakup semua. Banyak di antaranya yang tidak disadari, bahkan tidak bisa dideteksi secara sekilas. (Saya pun masih sangat terbatas untuk hal itu.)

Tapi, ini hanyalah alarm bagi Anda, bukan suapan nasi yang harus Anda telan bulat-bulat. Kita hidup pada masa yang penuh anomali. Dan jika kita tidak peduli, hidup telah siap mengejutkan kita sepanjang waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun