Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hari Bumi 2021: Cermin untuk "Taman Firdaus" yang Rusak

22 April 2021   14:10 Diperbarui: 22 April 2021   14:22 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian dari kita merasa baik-baik saja karena alam tidak berbicara untuk menuntut. Tapi alam telah berbicara dalam upaya lain. Kita merasakannya sekarang. Kita melihatnya sekarang. Alam telah berbicara kepada kita.

Menjaga kelestarian sumber kehidupan di planet ini bukan hanya sebuah kewajiban global. Ini juga merupakan sebuah kewajiban kosmik. Kita punya alasan untuk merasa nyaman tinggal di jagat raya.

Dan jika Bumi ini hancur, ke planet mana kita akan bermukim? Inilah masalahnya.

Dulu, umat manusia percaya bahwa Bumi adalah pusat dari alam semesta dan seluruh benda langit lainnya berputar mengelilingi planet kita. Nenek moyang kita melihat matahari bergerak dari timur ke barat, maka kesimpulan yang diambil cukup rasional saat itu.

Dalam pandangan sekarang, tentu saja gila kalau percaya bahwa Bumi adalah pusat dari alam semesta.

Namun, apakah tidak sama gilanya hidup dengan cara seakan-akan kita memiliki beberapa planet untuk dihamburkan dan bukan satu-satunya ini yang kita bagi bersama?


Apakah ada penelitian khusus yang mendalam tentang keberadaan manusia sebagai sebuah spesies? Kita merusak planet kita sendiri. Mengapa kita melakukan semua ini? Apa yang salah dengan kita sebagai manusia?

Sebagai makhluk yang suka bermain-main dan berlebihan, kita mudah sekali lupa bahwa pada dasarnya kita merupakan bagian dari alam.

Namun, apakah kita begitu terlenanya bermain-main dan menghamburkan sesuatu hingga permainan itu lebih didahulukan ketimbang tanggung jawab kita atas masa depan planet ini?

Kita begitu akrab dengan teknologi hingga kita tenggelam masuk terlalu jauh. Kemudian anak-anak terpancing umpan yang menggoda hingga mereka lebih mampu menyebutkan nama-nama karakter dalam game online ketimbang menyebutkan nama-nama burung.

Tidakkah ini menjadi sebuah ironi akbar? Apa yang salah? Apa arti dunia? Apa yang harus dilakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun