Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Teater Alam Raya

12 Januari 2021   06:44 Diperbarui: 12 Januari 2021   06:53 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para aktor itu adalah kita | Ilustrasi oleh Free-Photos via Pixabay

Anna Aquene termenung di taman kota; memandang tajam langit sedikit oranye. Aneh, pikirnya. Awan-awan itu seperti hidup. Mereka bergerak ke sana-sini, bersatu-padu membentuk unicorn, kura-kura, dan sekarang seekor kelinci. Tapi itu pun cepat lenyap. Jika awan-awan itu hidup, pasti sebuah hidup yang sangat singkat!

Anna mengalihkan pandangannya ke tengah taman. Rumput-rumput itu amat hijau dan suka menari-nari. Namun sayang, mereka begitu bukan karena kehendak sendiri. Angin-angin itulah yang membuatnya terjadi. Mungkin mereka pun ingin menghindari injakan seorang anak yang sedang bermain. Dan jika mereka hidup seperti manusia, taman ini pasti akan bising karena suara tangisan rumput-rumput itu.

Apa jadinya kalau sepotong batu hidup seperti manusia? Akan sangat aneh, kiranya. Dia pasti akan melemparkan dirinya sendiri ke kepala seseorang yang telah menginjaknya. 

Apa-apa yang ada terasa sangat masuk akal. Bukankah semua berjalan begitu fantastis? Tuhan pasti tak sedang bermain dadu, pikir Anna.

Seorang pria paruh baya menghampiri Anna yang sedang asyik dengan imajinasinya sendiri. Anak gadis 14 tahun juga masih suka berimajinasi, bahkan sedikit lebih candu. Pria itu duduk di kursi kayu coklat tua; persis di samping Anna. Dia datang tanpa kata.

"Pria ini harus diajari sopan santun," gerutu Anna dalam hati.

Keheningan mencekik suasana di antara mereka. Pria itu pun tampak seperti Anna; sedang menikmati langit senja kota Alodie. Namun tetap saja, Anna tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkannya. Lagi pun pria ini datang dengan menyebalkan!

“Bukankah aneh bahwa kita tiba-tiba ada di sini?” usaha pria itu untuk memecahkan keheningan.

Anna terkejut pria asing itu tiba-tiba mengatakan sesuatu. Awalnya ia membisu tak ingin menanggapi, tapi karena kata-katanya membuat Anna penasaran, ia tergugah.

“Kita terlahir dari rahim ibu kita, ‘kan? Tidak terlalu aneh, kurasa.”

“Ya, kukira kamu mengerti.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun