Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Para Pelajar "Diperbudak" oleh Sistem PR

17 April 2020   17:53 Diperbarui: 17 April 2020   18:01 857
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sistem PR Membatasi Kebebasan Siswa | satelitpost.com

Pada dasarnya, PR memiliki tujuan beragam, di antaranya untuk pengayaan, menambah frekuensi latihan, juga penguatan. Tapi perlu diingat bahwa kemampuan daya serap setiap siswa itu berbeda-beda. Jadi seharusnya PR itu bersifat spesifik, sesuai hasil diagnosis guru terhadap persoalan masing-masing siswa. Tidak bisa dipukul rata. 

Ragam tujuan itulah yang menuntut PR atau tugas harus diracik sendiri oleh guru sesuai diagnosis masing-masing siswa. Faktanya, tidak semua pendidik mampu melakukan hal tersebut. Tidak hanya siswa yang suka dengan jawaban instan dari internet, sebagian pendidik pun sangat menyukai hal instan dengan memberikan PR kepada siswa dengan sumber soal dari internet.

Hasilnya, siswa pun akan mengerjakan PR tersebut dengan cara yang instan pula. Apalagi, mereka menghabiskan waktu yang lama di sekolah, sehingga mengerjakan PR di rumah menjadi kemalasan terbesar bagi mereka. Terutama mereka yang memiliki aktivitas lain di luar sekolah, seperti saya yang senang menulis dan menuangkannya ke dalam sebuah blog.

Terlalu lama mengerjakan PR selalu membuat saya harus begadang untuk menerbitkan konten di blog saya. Ketika hal tersebut terjadi, keberadaan PR sangatlah tidak efektif untuk peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.

Walaupun demikian, masih banyak pihak yang mendukung dan menyetujui dipergunakannya pekerjaan rumah sebagai sebuah mekanisme untuk pembelajaran siswa jika memang penyelenggarannya secara benar.

Saya rasa, pemberian PR ini banyak disetujui oleh para orang tua terutama karena anak-anaknya hanya menghabiskan waktu di rumah untuk bermalas-malasan atau keluyuran sehingga adanya PR dapat membuat mereka sibuk untuk belajar. Bahkan melalui pemberian PR ini, kemitraan antara sekolah dan orang tua dapat dibangun sehingga mereka memberdayakan penyelenggaraan pendidikan bersama.


Yap, PR memiliki manfaat yang sangat mulia jika diterapkan sesuai dengan semestinya. Jika pemberian PR sesuai dengan porsinya serta kesempatan waktu pengumpulannya yang cukup, adanya PR ini dapat memberikan banyak benefit baik bagi siswa maupun guru. Sebaliknya, PR dapat menjadi beban dan sumber dampak negatif lainnya jika dilakukan secara sembarangan.

Maaf, masih ada beberapa guru yang selalu memberikan PR hanya dengan alasan agar muridnya memiliki tugas di rumah. Bayangkan jika setiap guru memiliki pandangan seperti itu! Betapa menumpuknya PR yang dimiliki siswa ketika pulang ke rumah. Naasnya, waktu mereka seringkali terkuras habis untuk mengerjakan PR di malam hari, bahkan sulit untuk meluangkan waktu sekedar bercanda dengan anggota keluarga.

Pak Presiden kita pernah mengatakan bahwa PR itu tidak harus berkaitan dengan mata pelajaran. Sebaliknya, materi belajar itu harusnya dituntaskan di sekolah. Guru seharusnya dapat mengembangkan cara belajar yang tuntas di sekolah. Kalaupun terpaksa memberikan PR, harus diracik menunya agar sesuai dengan anak.

Saya sangat setuju sekali dengan pendapat beliau. PR itu bukan selalu tentang mata pelajaran, membantu orang tua atau menjenguk teman yang sakit juga merupakan bentuk PR. Belajar itu tidak selalu tentang mata pelajaran di sekolah. Ketika kita masuk ke dunia karir, kita tidak dituntut untuk mengetahui segala macam teori yang ada pada mata pelajaran di sekolah.

Selain itu, ada sebagian siswa yang belajar atau meningkatkan kemampuan mereka di bidang tertentu. Misalnya ada siswa yang ingin menjadi pemain sepak bola. Dia selalu berlatih di Sekolah Sepak Bola (SSB) ketika ia sudah pulang sekolah. Malam hari yang seharusnya dijadikan waktu istirahat, malah memaksa dia untuk mengerjakan PR dan akhirnya mengurangi jam tidur. Ketika jam tidurnya kurang, dia akan mengantuk di sekolah dan mengurangi tingkat kefokusannya. Namun, apabila PR dapat diselesaikan dalam 20-30 menit saja, saya rasa itu tidak masalah.  Tapi masih banyak siswa mendapatkan PR yang bisa diselesaikan dalam waktu 1-2 jam. Masalahnya, terkadang siswa mendapatkan PR dari beberapa mata pelajaran sekaligus sehingga ia menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengerjakan PR. Pintar tidak, stres iya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun