Mohon tunggu...
Muhammad ReyhanFadhillah
Muhammad ReyhanFadhillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta

S1 Manajemen Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Rekam Jejak Bentuk Pembungkaman Aktivis Walhi Dua Tahun Terakhir

22 Oktober 2021   01:05 Diperbarui: 22 Oktober 2021   01:16 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) adalah organisasi nirlaba yang bergerak untuk mendorong terwujudnya pengakuan hak atas lingkungan hidup serta dilindunginya dan dipenuhinya hak asasi manusia (HAM) sebagai bentuk tanggung jawab negara atas pemenuhan sumber-sumber kehidupan warga negara. Organisasi ini sejak tahun 1980 hingga  saat ini, terus berkontribusi dalam upaya-upaya penyelamatan dan pemulihan lingkungan hidup yang ada di Indonesia.

Dalam upaya kontribusi tersebut, para anggota aktivis organisasi WALHI memiliki berbagai tantangan, kesulitn, dan hambatan. Terutama ketika berurusan dengan pihak-pihak dominasi elit politik kekuasaan dan yang memiliki suatu kepentingan pasar hegemoni kapitalisme dan liberalisme. Selain itu, akibat dari kepentingan pasar tersebut, meningkatkan usaha eksploitasi besar-besaran sumber daya alam tanpa ada usaha memperbaikinya kembali. 

Sehingga kerusakan alam tidak terhindarkan, menyebabkan beberapa masalah lingkungan ataupun bencana alam. Kepentingan pasar tersebut, menjadikan kedudukan, lingkungan, dan kehidupan masyarakat menjadi tumbal demi memenuhi keuntungan pasar mereka. Hal ini mempengaruhi kesehatan, keamanan, kesehatan, dan kehidupan masyarakat secara bertahap maupun seketika itu juga.

Dalam mewujudkan kontribusi WALHI itu sendiri, seringkali para anggota organisasi WALHI mendapat intimidasiperkataan atau ujaran untuk tidak mengganggu urusan pihak-pihak yang ditentang WALHI. Bahkan dengan giat dan seriusnya para aktivis WALHI, tidak jarang menimbulkan mereka berurusan dengan hukum oleh aparat berwenang. 

Mengapa mereka sampai berurusan dengan hukum? Padahal tujuan dari organisasi ini sangat mulia, dalam menjaga lingkungan HAM atas lingkungan hidup. Hal tersebut dikarenakan, adanya usaha pembungkaman oleh aparat berwenang dikarenakan usaha tekanan dan bujukan dari pihak-pihak yang terganggu kepentingannya. Tidak hanya dengan intimidasi perkataan ujaran dan urusan hukum, dapat dengan menerima ancaman sanksi sosial firnah masyarakat, atau ancaman penganiayaan, bahkan ancaman pembunuhan.

Dari beberapa kasus pembungkaman aktivis WALHI yang ada, terdapat 4 kasus yang hadir ada di tengah masyarakat. Antara lain sebagai berikut di penjelasan bawah ini.

Pertama, kasus yang baru-baru ini terjadi, pemenjaraan dan penganiayaan yang dialami oleh pegiat aktivis anggota WALHI di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara. Di lokasi yang sama pada tanggal 15 Agustus 2017, Sebastian dan Jhohannes dari Yayasan Pencinta Danau Toba mendapat kekerasan penganiayaan dari Jautir Simbolon. Karena melakukan penolakan dan tentangan atas galian yang dilakukan oleh perusahaan Jautir Simbolon yang harus dihentikan karena mengakibatkan kerusakan lingkungan di Danau Toba.  

Kasus berlanjut dengan vonis bersalah Jautir Simbolon pada 14 Maret 2019 di Pengadilan Negeri Balige, dengan hukuman dua tahun penjara. Jautir lalu mengadukan Sebastian dengan tuduhan memfitnah. Pada 13 Maret dan 19 Maret 2019, Polres Samosir mengirim surat panggilan pertama dan kedua kepada Sebastian dengan status sebagai tersangkaKemudian empat tahun berselang, Sebastian ditahan ti. m kejaksaan di Sumatera Utara pada Selasa, 5 Januari 2021 dengan tuduhan melakukan penistaan terhadap Jautir Simbolon, kakak kandung Bupati Samosir Rapidin Simbolon.

Kedua, selain itu upaya pembungkaman aktivis WALHI juga terjadi di Samarinda, Kalimatan Timur. Direktur WALHI Kalimantan Timur Yohana Tiko dan 2 orang anggotanya Fahul Hadi dan Bernard. Kejadian tersebut bermula ketika ada lima orang yang mengaku petugas kesehatan dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda melakukan random sampling ke dua kantor yang bersebalahan yakni kantor LSM Kelompok Kerja (POKJA) 30 dan Kantor LBH pada 29 Juli 2020. 

Para aktivis WALHI diminta mengikuti tes swab dan mereka menuruti permintaan petugas kesehatan tersebut. Kemudian keesokan harinya, Yohana Tiko, Fahul Hadi, dan Bernard dijemput oleh petugas tersebut dan dipaksa untuk dikarantina di rumah sakit. Kejadian janggalnya, petugas tidak dapat menunjukkan hasil pemeriksaan laboratorium swab mereka bertiga dan para petugas kesehatan tidak menggunakan APD lengkap, serta mengapa hanya 2 kantor ini yang didatangi. Selain itu, para petugas tersebut tidak memakai tanda pengenal identitas. Yang paling parah, para petugas membuang limbah-limbah medis secara sembarangan.

Sesampainya di rumah sakit, mereka dibiarkan terlantar di luar rumah sakit sealam berjam-jam. "Kami minta lagi hasil swab, RS bilang tanya sama yang bawa, kami tidak tahu soal itu. Kami hanya mendapat pelimpahan saja. Mereka malah pergi semua dan kami ditelantarkan di parkiran rumah sakit," ujar Tiko. Mereka juga pada akhirnya tidak dikarantina. Tiko menduga ini adalah upaya pembungkaman dengan modus tes swab yang kemudian menjadi upaya kriminalisasi agar mereka diam.

Ketiga, kemudian penangkapan Manre, seorang nelayan Kodingaren pada 14 Agustus 2020. Manre ditangkap dikarenakan terlibat atas jeratan hukum perobekan uang kertas, yang pada saat itu langsung diamankan di kawasan Dermaga Kayu Bangkoa, Jalan Pasar Ikan, Kota Makassar. Menurut Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Selatan Muhammad Al amin mengecam tindakan sewenang-wenang pihak kepolisian tanpa mempertimbangkan prosedur kasus yang disangkakan kepada Manre. 

Hal ini dikarenakan nelayan Kodingaren termasuk Manre menolak keras tambang pasir PT Boskalis. Amin mengatakan bahwa dalam rekaman video yang beredar, Manre tidak melakukan perobekan uang kertas seperti yang dituduhkan polisi. Manre hanya merobek amplop yang diperoleh nelayan dari perusahaan penambang pasir PT Boskalis. Uang yang diperoleh melalui amplop tersebut, diduga merupakan uang sogokan supaya nelayan di wilayah Kodingaren berhenti melakukan penolakan pada proses penambangan pasir yang dilakukan oleh PT Boskalis.

Dari pengakuan Direktorat Ditpoairud Polda Sulsel, Kombes Hery Wiyanto, enyatakan Manre menjadi tersangka dalam kasus pelanggaran pidana pengerusakan mata uang rupiah. Karena perbuatan Manre, polisi menjerat Manre dengan Pasal 35 Ayat 1 UU Nmor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Negara dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara.

Keempat, sama dengan kasus lainnya, yakni menimpa aktivis anggota WALHI, yaitu kematian aktivis HAM dan WALHI Golfrid Siregar yang menjadi misteri dan menjadi teka-teki. Golfrid menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan, pada 6 Oktober 2019. Golfrid sebelum di rumah sakit, ditemukan oleh penarik becak dalam kondisi tidak sadarkan sendiri di flyover Simpang Pos Jalan Jamin Ginting, Medan, pada 3 Oktober 2019 pada pukul 01.00 WIB dini hari.

Keterangan dari pihak kepolisian bahwa Golfrid korban tabrak lari lalu lintas. Namun anggota WALHI Sumatera Utara menilai ada kejanggalan dalam kematian Golfrid, sebab kepala Golfrid mengalami luka serius seperti dipukul keras dengan senjata tumpul. Selain itu, barang-barang korban, seperti halnya tas, laptop, dompet, handphone, dan cincin raib hilang. 

"Selain bagian kepala, bagian tubuhnya tidak mengalami luka yang berarti. Sementara itu barang-barang korban, seperti tas, laptop, dompet, handphone, dan cincin juga raib," kata Direktur Walhi Sumut Dana Prima. Ia mengatakan bahwa Golfrid tidak hanya menjadi korban kecelakaan lalu lintas, tetapi juga menjadi korban kekerasan atau penganiayaan oknum dan dengan motif tertentu.

Dari penjelasan empat kasus diatas, dapat diketahuinya banyaknya halangan serta tantangan yang dihadapi oleh aktivis WALHI dalam menjaga dan melestarikan lingkungan dan menjaga HAM demi tercukupinya sumber-sumber kehidupan warga negara. Bahkan dengan menghadapi kekuatan elit politik penguasa serta pihak-pihak yang memiliki kepentingan pasar. 

Contoh kasus yang diambil tersebut baru dari dua tahun terakhir dari tahun 2019 hingga tahun 2021. Belum dengan berbagai kasus sebelumnya yang tentu sama mengerikan dan menyedihkannya yang menimpa aktivis pegiat anggota WALHI. Mulai dari ujaran kebencian, penganiayaan, jeratan hukum, bahkan sampai dengan hilangnya nyawa.

Tetapi walaupun banyak hal negatif, serangan, hambatan, tantangan, dan berbagai kesulitan lainnya dihadapi oleh aktivis anggota WALHI. Mereka tetap berjuang dan menentang segala kebijakan, perilaku, dan tindakan oknum-oknum yang berusaha untuk merusak dan mencederai lingkungan alam serta HAM setiap warga negara. 

Hal itu demi terciptanya lingkungan yang terjaga dan tegaknya HAM yang diterima oleh setiap warga negara. Dalam hal ini, masyarakat Indonesia serta pemerintah terkait berkewajiban mendukung apa yang dilakukan dan pemberian kontribusi WALHI dalam menjaga lingkungan alam dan tegaknya HAM. 

Kemudian untuk pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk memberikan perlindungan terhadap keamanan dan keselamatan anggota aktivis WALHI dan dapat memperoleh persamaan hak di mata hukum Indonesia. Hal ini demi terwujudnya lingkungan alam Indonesia yang terjaga demi anak cucu bangsa di masa yang akan datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun