Mohon tunggu...
Muhammad SyahinAzizi
Muhammad SyahinAzizi Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

laki laki

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mengenal Pengadilan Tata Usaha Negara

24 Desember 2023   12:00 Diperbarui: 24 Desember 2023   12:05 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negara Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraannya, terdapat tiga pilar kekuasaan, yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Untuk kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman diatur dalam pasal 24 UUD 1945 dan UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, di sana di katakan bahwa kekuasaan kehakiman dilaksanakan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Jadi jelas bahwa dasar hukum keberadaan PTUN adalah pasal 24 UUD 1945 dan UU No. 4 Tahun 2004. 

Selain itu keberadaan pengadilan tata usaha negara juga berkaitan dengan konsep negara Indonesia sebagai negara hukum. Menurut Julius Stahl, ciri-ciri negara hukum ada empat, yaitu pengakuan terhadap hak asasi manusia, pemisahan kekuasaan negara, pemerintah berdasarkan undang-undang, dan peradilan administrasi. 

Kemudian untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, maka pada tahun 1986 presiden mengesahkan UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Lalu Undang-undang ini kemudian di rubah dengan UU No. 9 Tahun 2004 dan di rubah lagi dengan UU No. 51 Tahun 2009. Jika di lihat dari rentang waktunya, maka jelas bahwa pengadilan tata usaha negara adalah pengadilan yang paling muda dibandingkan dengan peradilan lainnya. 

Jumlah PTUN di Indonesia

Di Indonesia PTUN berada di tingkat kabupaten atau kota, sedangkan pengadilan tinggi tata usaha negara atau PT-TUN berada di tingkat provinsi. Saat ini jumlah PTUN di Indonesia terdapat 34 PTUN yang terletak hampir di seluruh ibukota provinsi di Indonesia, sedangkan jumlah pengadilan tinggi tata usaha negara terdapat 4 PT-TUN di Indonesia yang berada di wilayah Medan, Jakarta, Surabaya, dan Makassar.  

Yurisdiksi PTUN sendiri telah berkembang yang pada awalnya yurisdiksi PTUN di dalam UU No. 5 Tahun 1986 ditentukan hanya terbatas pada keputusan pejabat tata usaha negara, akan tetapi di dalam undang-undang administrasi pemerintahan diperluas lagi yurisdiksi dari PTUN bahwa tidak hanya terbatas pada keputusan tetapi juga pada perbuatan faktual pemerintah. 

Keputusan di dalam UU No. 5 Tahun 1986 itu bersifat sangat limitatif, yang mana di dalamnya terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat disebut sebagai keputusan, beberapa syarat tersebut misalnya keputusan itu harus dikeluarkan oleh pejabat tata usaha negara yang bersifat tertulis, bersifat konkret, individual dan final. Jika salah satu syarat tidak dapat terpenuhi maka kasus atau perkara tersebut akan ditolak oleh hakim pengadilan tata usaha negara. Berbeda dengan UU No. 5 Tahun 1986, undang-undang administrasi pemerintahan memperluas yurisdiksi dari PTUN yang tidak hanya ketat pada keputusan yang harus bersifat tertulis, konkret, individual dan final, tetapi juga seluruh perbuatan faktual pemerintah. 

Yang di maksud dari keputusan yang bersifat tertulis yaitu keputusan tersebut harus dituliskan dengan jelas berupa hitam di atas putih. Yang kedua bersifat konkret, artinya objek yang diputuskan dalam keputusan tata usaha negara tidak boleh abstrak, tetapi harus berwujud tertentu dan dapat ditentukan, contohnya adalah pemberhentian seseorang dari pegawai negeri, hal itu merupakan konkret yang merupakan kejelasan terhadap wujud dari keputusan tersebut. Yang ketiga bersifat individual, artinya keputusan tata usaha negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju, jika yang dituju lebih dari satu orang maka tiap-tiap nama dari orang yang terkena keputusan itu harus disebutkan, biasanya kalau jumlahnya banyak terdapat di lampiran dari keputusan tersebut, umpamanya keputusan tentang perbuatan atau pelebaran jalan dengan lampiran yang menyebutkan nama-nama orang yang terkena keputusan tersebut, jadi individual di sini harus menunjuk kepada nama orang dan juga alamat dari orang tersebut. Yang terakhir adalah final, artinya keputusan itu sudah definitif dan bukan lagi rekomendatif, oleh sebab itu maka keputusan tersebut sudah ada akibat hukumnya. 

Perkembangan terkini dari undang-undang PTUN dilakukan oleh undang-undang administrasi pemerintahan yaitu UU No. 30 Tahun 2014. Karena definisi yang sangat ketat tentang keputusan ini menjadi kesulitan tersendiri bagi masyarakat yang ingin membawa kasus-kasusnya ke PTUN, sehingga oleh UU No. 30 Tahun 2014 yurisdiksi PTUN di perluas sehingga tidak hanya terbatas pada keputusan tetapi juga semua perbuatan pemerintah termasuk perbuatan faktual. 

Perbedaan PTUN dengan pengadilan lainnya

Dari penjelasan di atas terdapat perbedaan antara PTUN dan pengadilan lainnya. Paling tidak ada dua hal yang membedakan antara PTUN dan pengadilan lainnya, yang pertama adalah terkait subjeknya, subjek PTUN terbatas pada masyarakat versus pejabat pemerintah, dalam hal ini yang membawa kasus ke PTUN atau penggugatnya haruslah masyarakat dan yang tergugatnya haruslah pejabat pemerintah. Oleh karena itu di PTUN tidak pernah dikenal yang namanya gugatan rekonvensi atau gugat balik, karena dalam gugat balik pihak penggugat menjadi pemerintah sedangkan yang tergugat adalah masyarakat. Jadi perbedaan pertama antara PTUN dengan pengadilan lainnya adalah bahwa penggugat pengadilan tata usaha negara adalah masyarakat dan tergugatnya haruslah pejabat pemerintah dan tidak boleh sebaliknya pemerintah sebagai penggugat sedangkan masyarakat sebagai tergugat ataupun penggugat dan tergugatnya kedua-duanya adalah pejabat pemerintah. 

Perbedaan yang kedua adalah terkait dengan objeknya, objek di pengadilan tata usaha negara pada awalnya terbatas pada keputusan tata usaha negara, tetapi kini objeknya diperluas juga menjadi seluruh perbuatan faktual dari pemerintah. 

Pengadilan tata usaha negara menjadi penting karena selain menjadi salah satu syarat daripada negara hukum menurut Julius Stahl, treatment yang diberikan oleh hakim di pengadilan tata usaha negara berbeda dengan pengadilan lainnya karena posisi masyarakat di pengadilan tata usaha negara dianggap memiliki akses yang lebih terbatas daripada pejabat pemerintah, maka di pengadilan tata usaha negara hakim harus bersifat aktif, hal Ini berbeda dengan pengadilan perdata, di mana hakim harus bersifat pasif. 

Dalam pengadilan tata usaha negara terdapat yang namanya dismissal proses, yaitu proses penelitian terhadap gugatan yang masuk di pengadilan tata usaha negara oleh ketua pengadilan, di mana hakim akan membantu dari masyarakat yang meminta keadilan dengan melihat gugatan masyarakat. Jika masih ada kekurangan dari gugatan tersebut, maka merupakan kewajiban dari hakim pengadilan tata usaha negara untuk membantu menyatakan kepada masyarakat di mana letak kekurangannya dan meminta mereka untuk melengkapi gugatan tersebut. 

Contoh kasus yang pernah diajukan di PTUN 

Beberapa contoh terkait kasus-kasus di pengadilan tata usaha negara yang paling sering dibawa ke pengadilan tata usaha negara adalah berkaitan dengan kesalahan pemerintah mengeluarkan sebuah keputusan, misalnya ketika pemerintah mengeluarkan sertifikat yang dianggap salah atau sertifikat yang seharusnya bukan untuk orang tertentu akan tetapi untuk orang lainnya, kasus terkait sertifikat tersebut banyak sekali dibawa ke pengadilan tata usaha negara. Kasus-kasus terkait keputusan yang lain juga banyak dibawa ke PTUN, misalnya ketika pemerintah tidak mengeluarkan izin membangun bangunan yang dimohonkan oleh seseorang, atau terkait dengan kurang puasnya masyarakat ketika permohonannya tidak dipenuhi oleh pemerintah.

Ada beberapa kasus yang dibawa ke PTUN tetapi kemudian tidak diterima atau ditolak dikarena tidak memenuhi syarat sebagai keputusan, salah satu kasus yang terkenal misalnya terkait dengan gugatan terhadap SKB atau surat keputusan bersama tiga menteri terkait dengan jemaat Ahmadiyah, SKB tiga menteri ini merupakan sebuah keputusan bersama yang dikeluarkan menteri agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008, jika dilihat dari judulnya maka keputusan itu berjudul surat keputusan bersama tiga Menteri. Oleh karena itu jika dilihat sekilas maka yurisdiksinya masuk ke pengadilan tata usaha negara, tetapi jika kita lihat lebih lanjut maka surat keputusan tiga menteri tersebut tidak memenuhi syarat-syarat di dalam definisi keputusan itu sendiri menurut UU No. 5 Tahun 1986 karena surat keputusan tiga menteri itu tidak memenuhi unsur konkret, individual, dan final khususnya untuk unsur individual karena SKB itu ditujukan secara umum kepada seluruh jemaat Ahmadiyah. Sementara seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sebuah keputusan harus bersifat individual yang berarti harus menyebutkan nama dan alamat secara lengkap dari apa yang dituju dari keputusan tersebut. 

Demikian pembahasan pada kempatan kali ini tentang pengadilan tata usaha negara, semoga dapat menambah wawasan dan pengatahuan bagi para pembaca.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun