Ulama ahli Al-Qur'an yang bernama Tubagus Wasi' Abbas atau lebih dikenal dengan nama Tus Kuncung/Tubagus Kuncung Kasunyatan Banten merupakan salah satu pelaku sejarah yang masyhur pada di era 70 an. Beliau berhasil mengharumkan nama Banten di kancah nasional (moment MTQ Pertama Di Medan, perwakilan Jawa Barat) juga menuntun masyarakat Banten ketika itu menjadi komunitas yang cinta Alquran.
Pria kelahiran tahun 1930 di Kasunyatan Kasemen, Serang Banten ini terkenal pakar dalam Al-Qur'an, Para santrinya tersebar dipelosok negeri, menjadi guru ngaji sampai sampai qori tingkat internasional.
Keponakan dari KH. Ahmad Khatib al-Bantani, putra dari pasangan KH. Tubagus A. Abbas dan Hj. Nyi Mas Uryan ini menguasai Bahasa Arab dan Belanda. Semasa hidupnya, brliau dikenal sebagai orang tua yang sangat jarang sakit. Ketika usianya menginjak 75 tahun, ia tampak masih perkasa. Pancaindra dan ingatannya nya masih berfungsi normalnya. Tentang kelebihannya ini, beliau pernah bebagi rahasia dengan cara membiasakan ngederes Alqura, mengupayakan agar setiap dua bulan hatam (tamat) Alquran.
Santri kesayangan KH. Tubagus Syahabuddin Ma'mun Caringin Labuan Pandeglang Banten ini, menikah dengan Hj. Siti Jubaedah dan  dikaruniai 8 orang anak:
1. KH. Tubagus Hafidz Al Abbas,
2. Tubagus Ismetullah Al Abbas,
3. KH. Tubagus A. Sadzili Wasi,
4. Ratu Masmudah,
5. Tubagus A. Abbas Wasee,
6. Ratu Lailatul Qomariyah,
7. Tubagus A. Khotib, dan
8. Ratu Mamah Musawwamah.
Beliau mendirikan Pesantren Alquraniyah Di Banten Lama. Tahun 1980 beliau menyerahkan kepemimpinan Pesantren Alquraniyah kepada anaknya KH. Tubagus Hafid. Â wafat di usia muda, diteruskan oleh KH. Tubagus Sazili.
Tahun 1945, Tus Kuncung ikut Paman nya yaitu KH.Tubagus Achmad Khatib yang  menjadi Residen Banten. Karena kantornya di Serang, Tus Kuncung ikut ke Serang.
Tahun 1947 sampai 1948, ia kembali lagi ke Caringin Ke KH. Syahabuddin Ma'mun untuk khataman Alquran. Bersamaan dengan Agresi Belanda II.
Tahun 1948-1951 ia kembali ke Banten Lama, mendapat tugas khusus sebagai muadzin di Mesjid Agung.
Di usia muda tahun 1952, Tus Kuncung pernah menjadi guru qiraat di Majalawang Taktakan, Serang Banten. . Karena merasa ilmu tentang Alquran yang dimiliki masih kurang, sekitar tahun 1955 sampai 1960 ia kembali berguru Alquran ke Pesantren Lontar Kaujon Serang Banten dibawah asuhan KH. Tubagus Soleh Makmun.
Tahun 1962. Jawa Barat menggelar MTQ tingkat naional yang pertama. ia terpilih sebagai juara pertama. Sejak itu, namanya mulai dikenal sebagai qori.
Cerita tentang kemerduan suara Tubagus Kuncung sampai ke telinga Presiden Soekarno. dan beliau untuk membaca Alquran di Istana di acara  perayaan Maulid Nabi Muhamad SAW.
Pertemuan dengan Bung Karno di istana, menyisakan kesan mendalam pada diri Tus Kuncung tentang tokoh proklamator tersebut. Meski hanya bertemu beberapa menit di ruang khusus, Tus Kuncung menangkap kesan kecerdasan dan merasakan wibawa presiden pertama RI itu. Dalam obrolan singkat itu, Bung Karno bilng:
"Para Sultan Banten itu berasal dari Jawa. Tapi dalam perkembangan selanjutnya, bahasa resmi yang digunakan beragam yakni bahasa Sunda, Jawa, Arab, dan sebagainya. Soekarno heran, kenapa masyarakat Banten tidak menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa tunggal yang resmi?".
Tus Kuncung tidak berkomentar. Menikmati dan mengagumi pengetahuan Sang Presiden yang tahu banyak tentang Banten.
Ini pernyataan unik dari Presiden Soekarno. Ketia itu Presiden Soekarno dengan tegas menyatakan tidak suka dengan ulama yang menganggap ada hadist dhaif (lemah). Menurutnya, yang dhaif adalah rawi-nya (orang yang meriwayatkan), bukan hadistnya.
Selama malang melintang dalam dunia qori, Tus Kuncung menemui banyak pengalaman menarik. Pengalaman paling tidak bisa dilupakan, antara lain perkenalannya dengan Buya Hamka, pemuka Muhammadiyah. Dalam sebuah acara, Tus Kuncung pernah tidur satu kamar dengan Buya Hamka. Ketika datang waktu salat subuh, Hamka menjadi imam dan Tus Kuncung makmumnya. Betapa heran Tus Kuncung, dalam Salat Subuh itu Hamka memakai doa qunut. Padahal ketika itu, soal doa qunut menjadi salah satu sebab perseteruan antara pengikut Muhammadiyah dan NU.
Seusai salat Tus Kuncung bertanya padanya, "Kenapa memakai doa qunut?". Buya Hamka menjawab, "Ulama Banten dan ulama Padang satu aliran".
Jawaban filosofis Buya Hamka membuat Tus Kuncung terkagum-kagum. Jawaban itu dipandangnya sebagai diplomasi yang sangat luar biasa.
Selain dengan Buya Hamka, Tus Kuncung juga pernah satu acara dengan KH. Anwar  Musaddad dari Garut. Di mata Tus Kuncung, KH. Musaddad merupakan kiai unik. Ketika beliau berceramah, panitia wajib menyediakan papan tulis sebab isi ceramahnya selalu diperkuat dengan gambar di papan tulis. Jika cerita soal panasnya neraka jahanam misalnya, KH Musaddad menggambar neraka dengan apinya yang berkobar. Demikian pula ketika cerita soal surga, tangannya kreatif menggambar keindahan surga. Menurut Tus Kuncung, metoda ceramah KH Musaddad satu-satunya di Indonesia hingga saat ini.
Sebagai maestro MTQ, Tus Kuncung melihat ada perbedaan penilaian MTQ tahun baheula dengan sekarang. Zaman awal-awal MTQ, penilaian lebih mengutamakan kaidah-kaidah tajwid. Penilaian berikutnya baru soal suara, lagu dan akhlak. Tapi pada MTQ sekarang, yang diutamakan soal suara dan lagu. Sedang kaidah-kaidah tajwidnya menjadi nomor dua. Akibatnya, menurut Tus Kuncung banyak qori/qoriah yang tajwidnya minim tapi bisa lolos menjadi juara MTQ. Alasannya satu, suara dan lagunya bagus.
Meski memaklumi sebagai bagian dari perkembangan MTQ, namun ia menilai hal itu sebagai perkembangan yang kurang baik. Menurutnya, qori harus tetap berpegang pada kaidah-kaidah tajwid. Ia mengingatkan agar para qori tidak bisa mendalami tajwid.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI