KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) adalah tindakan kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga, terutama terhadap perempuan, yang menyebabkan penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga. Kekerasan ini juga mencakup ancaman, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga.
KDRT biasanya dilakukan oleh orang yang dikenal dekat oleh korban, seperti suami terhadap istri, ayah terhadap anak, dan anggota keluarga lainnya. Bentuk kekerasan ini tidak hanya fisik, tapi juga psikis, seksual, dan ekonomi.Â
Namun tak hanya pada istri, Suami pun bisa menjadi korban KDRT KDRT terhadap suami adalah kekerasan yang dilakukan oleh istri kepada suaminya dalam lingkup rumah tangga, yang bisa berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, atau spiritual. Meskipun kasus KDRT sering dianggap hanya terjadi pada istri sebagai korban, suami juga dapat menjadi korban KDRT dan berhak mendapatkan perlindungan hukum.
Secara hukum, istri yang melakukan KDRT terhadap suami dapat dikenakan sanksi pidana berupa penjara atau denda berdasarkan Pasal 351 KUHP dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Bentuk kekerasan yang dialami suami bisa berupa kekerasan fisik (seperti pukulan, tamparan) dan kekerasan psikis (seperti penghinaan, ancaman).
Dampak KDRT terhadap korban suami meliputi luka fisik, gangguan kesehatan mental, serta trauma psikologis. Jika mengalami KDRT, korban disarankan untuk mengakui kejadian, mendokumentasikan bukti, dan jika perlu melaporkan ke pihak berwajib untuk mendapatkan perlindungan sesuai UU PKDRT pasal 10.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI