Literasi keuangan adalah kemampuan membaca, menganalisis, mengelola, dan mengkomunikasikan kondisi keuangan yang berdampak langsung pada kesehatan materi. Ini juga mencakup kemampuan untuk memahami pilihan keuangan, mendiskusikan masalah keuangan, dan merencanakan masa depan.
Menurut OECD (2020), literasi keuangan adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memungkinkan individu membuat keputusan keuangan yang tepat berdasarkan informasi yang relevan. Dalam konteks usaha, literasi keuangan meliputi pemahaman pengelolaan keuangan dasar, seperti penganggaran, pencatatan transaksi, perencanaan keuangan, serta pemahaman risiko dan pembiayaan.
Literasi keuangan berkaitan erat dengan kemampuan seseorang mengelola keuangan pribadi dan usaha. Lusardi dan Mitchell (dalam Ismanto et al., 2019) mendefinisikan literasi keuangan sebagai kemampuan kognitif dan pengetahuan tentang keuangan yang memengaruhi sikap dan tindakan seseorang terhadap masalah keuangan, yang dapat meningkatkan kesejahteraan finansial mereka.
Literasi keuangan yang baik penting karena berdampak langsung pada perekonomian dan menguntungkan sektor jasa keuangan, karena semakin banyak orang memahami keuangan, semakin banyak mereka dapat menggunakan produk dan layanan keuangan. Bagi pelaku UMKM, literasi keuangan krusial untuk pengambilan keputusan strategis dan praktik akuntansi yang tepat serta konsisten. Pelaku usaha dengan literasi keuangan yang baik akan mampu menyusun pencatatan keuangan yang lebih tertib, menghindari kesalahan, dan mematuhi prinsip akuntansi secara konsisten. Oleh karena itu, literasi keuangan menjadi pondasi penting dalam menciptakan praktik akuntansi yang disiplin dan berkelanjutan.
Menurut Yanti (2019), indikator literasi keuangan meliputi:
Pengetahuan dasar tentang pengelolaan keuangan : Pemahaman pelaku UMKM terhadap konsep keuangan sederhana seperti penyusunan anggaran, pencatatan pemasukan dan pengeluaran, manajemen arus kas, serta pemisahan keuangan usaha dan pribadi. Pemahaman ini menjadi landasan penting dalam mendorong pencatatan akuntansi yang konsisten dan terstruktur.
Investasi : Sejauh mana pelaku UMKM memahami prinsip dasar investasi, termasuk pengenalan risiko dan imbal hasil, pentingnya diversifikasi aset, serta tujuan investasi jangka panjang. Literasi dalam aspek ini berkontribusi pada keputusan keuangan yang lebih matang dan terdokumentasi, memperkuat praktik pencatatan yang disiplin.
Tabungan dan pengelolaan kredit : Mencakup kebiasaan menabung rutin untuk kebutuhan usaha, pemahaman bunga pinjaman dan kewajiban pembayaran, serta sikap bijak dalam menggunakan fasilitas kredit. Pelaku UMKM dengan pemahaman baik dalam hal ini cenderung lebih hati-hati dalam mengelola keuangan, termasuk pencatatan utang, kewajiban, dan arus kas.
Ketiga indikator ini secara keseluruhan berperan penting dalam membentuk perilaku pencatatan akuntansi yang konsisten dan akurat di kalangan UMKM.
Menurut Kharisah (2024), indikator konsistensi adalah:
Standar akuntansi yang diterapkan: Sejauh mana UMKM menggunakan acuan atau pedoman akuntansi yang sesuai, seperti Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK EMKM). Penerapan standar ini menunjukkan kesadaran dan komitmen pelaku usaha untuk mencatat transaksi berdasarkan aturan yang seragam dan dapat dipertanggungjawabkan.