Mohon tunggu...
Muhammad Ramli
Muhammad Ramli Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat Leterasi

Sudah Berkeluarga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Asal-usul Kitab Kuning, Sejarah dan Perkembangannya

22 Januari 2018   04:10 Diperbarui: 22 Januari 2018   04:19 22180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: darunnuhat.com

Ciri khas lainnya terletak pada pejilidannya yang tidak dijilid seperti buku. Ia hanya dilipat setiap kelompok halaman, misalnya 20 halaman, yang dikenal dengan istilah korasan. Tujuannya mungkin agar mudah dibawa secara terpisah, karena setiap berangkat ke pengajian santri biasanya hanya membawa korasan tertentu saja sebagai bagian yang akan dipelajari bersama sang kiai (Mochtar, 2009: 34). Selain itu juga lebih memudahkan pembaca untuk menelaahnya sambil santai atau tiduran, tanpa harus menghotong semua 'tubuh' kitab yang kadang mencapai ratusan halaman.

Surat kabar adalah satu-satunya jenis bacaan populer pada masa kini yang masih menganut sistem korasan yang panatik. (Masdar F. Masudi dalam Raharjo, 1985: 56). Beda dengan surat kabar, Kitab Kuning saat ini sudah merubah wajahnya, ia tidak lagi menggunakan sistem korasan.  Kitab Kuning cetakan baru sudah memakai kertas putih, sebagian sudah diberi syakl (tidak gundul lagi), terkadang dibubuhi dengan tanda baca serta diberi alinea, untuk memudahkan membacanya, dan sebagian besar telah dijilid rapi. Bahkan lantaran respon dunia Islam terhadap kebudayaan modern, maka muncul berbagai kitab modern, kitab-kitab akademis yang banyak menggunakan metode penulisan dan analisis Barat, sehingga berbeda dengan kitab-kitab klasik.

Suatu saat Kitab Kuning bisa saja tinggal namanya saja, tidak menunjukkan kepada makna yang sebenarnya, bahwa Kitab Kuning adalah kitab klasik yang dicetak menggunakan kertas berwarna kuning. Anak cucu kita yang belajar di pesantren bisa saja kebingungan kenapa kitab-kitab yang dipelajarinya di sebut dengan Kitab Kuning, padahal  kitab-kitab itu dicetak dengan kertas berwarna putih. Atau bisa juga nama Kitab Kuning menjadi redup dan menghilang di telan zaman sehingga tidak disebut sebagai Kitab Kuning lagi.

Wallahu'alam..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun