Terdapat 260 orang yang yang menjadi target untuk diwawancarai oleh Tim Penulis untuk membuka secara lebih mendalam kejadian tahun 65-66. Dan dari sekian banyak target narasumber, hanya ada 60 narasumber yang keterangannya berhasil dijadikan tulisan berupa 6 essai, dan beberapa wawancara narasumber menjadi transkip wawancara. Dan mereka yang dapat diwawacarai itu merupakan orang –orang yang “beruntung”, karena bisa selamat dari pembunuhan massal, tetap bertahan waras, dan masih mempunyai rasa kemanusiaan yang tinggi, setelah beberapa tahun mendekam di penjara.
Setiap minggunya, Tim pewawancara menemukan masalah, mulai dari masalah teknis seperti pemasangan mikrofon sampai masalah emosional saat mendengar cerita-cerita mengerikan dari para narasumber (korban). Dalam melakukan penelitian sejarah lisan ini, Tim penulis melakukan pelatihan tentang Sejarah Lisan selama dua bulan kepada sepuluh relawan.
Mereka bertemu sekurang-kurangnya sekali dalam satu minggu selama dua bulan. Dan dalam pertemuan tersebut, Tim Penulis dan relawan membaca sejumlah buku dan artikel pilhan, menyusun agenda penelitian, membahas teknik wawancara, dan menentukan jenis-jenis pertanyaan yang akan diajukan ke narasumber. Dan pelatihan sebelum terjun kelapangan ini sangat penting untuk memperkenalkan literatur sejarah tentang tahun 1965 kepada para peneliti awal, terutama pada literatur yang diterbitkan di luar negeri, ataupun literatur yang dilarang/sulit diperoleh di Indonesia.
Dan tim penulis serta relawan sangat memperhatikan nilai kebenaran dari cerita-cerita yang mereka dengar dan rekam. Mereka menilai ketepatan cerita seseorang dari konsistensi internal, pembandingan dengan cerita orang lain, kesan yang mereka peroleh saat melakukan wawancara, dan pendapat orang lain yang kenal dengan orang yang diwawancara. Dan tim penulis memilih untuk mewawancarai banyak korban diberbagai kota agar punya landasan luas untuk membuat perbandingan, sehingga hasil wawancara diharapkan bisa seobjektif mungkin.
Di dalam setiap essainya, hasil wawancara dari para narasumber menjadi inti pembahasan dan menjadi saksi nyata dalam peristiwa yang terjadi di Tahun 65-66. Dan tim penulis dan tim pewawancara sebelumnya memang telah membaca buku atau tulisan mengenai Tahun 65-66, baik dari dalam atau luar negeri. Namun tulisan dari tim penulis tersebut hanya lah pengantar saja. Dan hasil wawancara dari para narasumber ini membuat kejadiaan berdarah tahun 65-66 ini menjadi lebih nyata dengan keterangan yang lebih terperinci, yang tidak ada di buku buku lain.
Dalam buku yang merupakan kumpulan essai ini, terdiri dari 270 halaman (plus cover) dan terbagi ke dalam 6 essai, yakni :
- Penangkapan dan Pembunuhan di Jawa Tengah Setelah G-30-S (Rinto Tri Hasworo)
- Penantian Panjang di Jalan Penuh Batas (Yayan Wiludiharto)
- Ketika Perempuan Menjadi Tapol (Josepha Sukartiningsih)
- ‘Riungan’ dan Tegar Hati : Bekal Bertahar di Tengah Kegilaan (Aquino W. Hayunta dan John Roosa)
- Romusha dan Pembangunan : Sumbangan Tahanan Politik Rezim Soeharto (Razif)
- Perjuangan Bersenjata Rezim PKI di Blitar Selatan dan Operasi Trisula (Andre Liem)